08 : Cinta?

3.2K 442 24
                                    

Mungkin, hanya ada satu pertanyaan lagi yang membuat orang heran. Kenapa Caine mencintai Rion?

Caine ingat saat dimana mereka baru diumumkan menjadi ketua kelas dan wakil. Disaat itu juga Caine dan Rion bertemu diacara keluarga mereka.

Lalu? Dihari apa Caine menetapkan hatinya, bahwa hatinya mencintai Rion?

Caine ingat di hari dimana Rion lagi-lagi main kerumahnya. Kali ini Rion main disuruh oleh sang Papa untuk mengambil berkas dirumahnya.

Banyak sekali yang Ayah bicarakan pada Rion, banyak juga diskusi yang tidak Caine tau apa artinya itu. Rion dididik emang untuk meneruskan bisnis sang Papa dari dulu, makanya Rion cerdas sekali.

"Caine!" teriak sang Bunda dari dapur membuat Caine yang melamun tadinya langsung bergegas kearah Bundanya.

"Kenapa, Bun?" tanya Caine dengan tenang saat melihat Bunda nya yang seperti nya mau memasak, namun tidak jadi.

"Bunda abis dapet telepon, Nenek kamu masuk rumah sakit, kayaknya sesak nafas Nenek kambuh. Bilang sama Ayah, berangkat malem ini."

Tanpa menunggu jawaban dari sang anak, Tia langsung bergegas menuju kamarnya. Sepertinya Bunda dan Ayahnya akan menginap beberapa hari dirumah Nenek.

Caine hanya pasrah dan berjalan keluar menuju kepada Ayah yang asik mengobrol.

"Ayah, kata Bunda siap-siap sana, mau kerumah nenek," kata Caine.

Neo sedikit bingung, kenapa harus tiba-tiba kerumah sang mertua. "Emang ada apa kesana?"

"Kata Bunda nenek masuk rumah sakit, sesak nafasnya kambuh."

Neo langsung berdiri dari duduknya dengan shock, tanpa berkata apapun Neo langsung masuk rumah untuk bersiap bersama istrinya.

Caine hanya menghela nafas, dan duduk ditempat yang tadi di duduki sang Ayah.

"Kok lo gak panik?" tanya Rion membuka percakapan.

"Panik mungkin," jawab Caine seadanya.

Rion tampak bingung dengan jawaban Caine. "Pake mungkin?"

Caine hanya acuh dan melihat ke arah halaman rumah. Ia hanya merasa kosong.

Caine tidak paham tengang emosinya sendiri, makanya Caine jarang sekali mengekspresikan keadaan dia gimana. Dia sedih, marah, kesal ataupun bahagia menurut Caine dia tidak bisa menyatakan perasaan seperti itu.

Tapi, Rion dapat merasakan walaupun Caine tidak menjelaskan apa yang dia rasa kan.

Terlihat jelas dimata Caine bahwa dirinya sangat khawatir tidak karuan. Karena yang Rion dengan dari Neo, Caine sangat dekat dengan Neneknya, bahkan Caine adalah cucu kesayangan dikeluarga Nenek.

Hanya saja, Caine tidak bisa menunjukkan dirinya panik. Yang Caine bisa lakuin adalah melamun, memikirkan kekosongan yang tiba-tiba hadir dihatinya.

Saat sedang asik melamun, Ayah dan Bundanya keluar dari rumah dengan tergesa-gesa.

"Caine kamu jaga rumah ya, kalau takut sendirian ajak temen nginep. Besok pulang sekolah kamu nyusul aja kerumah sakit. Bunda sama Ayah pergi duluan, kasian Kakek sendirian nemenin Nenek," ujar sang Bunda panjang lebar dan hanya diangukin oleh Caine.

Setelah itu Ayah dan Bunda pamit, dan pergi ke rumah sakit.

Rion yang masih berada disana bingung, apakah dia saja yang menginap disini? Atau Caine punya teman yang lain?

"Apa bisa gue aja yang nginap?" tanya Rion memberanikan diri.

Caine menatap Rion teduh. "Ngerepotin aja guenya, mending lo pulang di cariin Papa lo noh."

Rion ingin memaksa tapi mereka berdua belum sedeket itu.

"Yaudah, gue pulang duluan ya hari mau hujan juga nih kayaknya, anginnya gede."

Caine hanya mengangguk, dan Rion pun melangkahkan kakinya pulang kerumahnya sendiri.

Caine memasuki rumah dan duduk diruang keluarga didepan tv yang menyala. Baru saja Caine duduk, hujan besar mulai turun, di iringi dengan suara petir dan angin yang cukup ganas di luar sana.

Caine benci sendiri, itulah fakta yang Caine tutupi dari dulu dari Ayah dan Bundanya.

Caine takut sendiri, dia tidak takut hantu, namun Caine takut kesepian. Dan Caine takut hari hujan dan suara petir bergemuruh.

Karena Caine ingat, saat dia sendirian dirumah waktu ia umur 7 tahun menunggu sang Bunda dan Ayah pulang dan orang tuanya yang lupa menitipkan kunci rumah kepada satpam, membuat Caine harus menunggu didepan rumahnya. Namun, naas nya hujan petir membasahi tanah pada saat itu. Caine yang kecil benar-benar meringkuk ketakutan mendengar petir yang seperti siap membunuh Caine kapan saja.

Untung waktu itu satpam yang berada di pos langsung membawa Caine dan melindungi telinga Caine agar tidak terlalu takut. Namun, sampai sekarang Caine sangat takut sendirian dengan suasana hujan petir. Membawa rasa sakit dan juga rasa kesepian menurut Caine.

Saat Caine yang sedang menutupi wajahnya dengan bantal, merendamkan suara petir dan hujan, sebuah tangan meraih bantal yang sepertinya akan melahap nafas Caine karena Caine sungguh keras menekan bantal itu kemukanya.

Caine hanya menutup matanya, tiba-tiba sebuah penyumbat telinga menghampiri telinga Caine. Membuat suara yang tadi menakutkan sunyi, hati Caine lega.

Perlahan Caine membuka matanya dan melihat Rion datang dengan keadaan basah kuyup.

Caine hanya diam, Rion pun juga memberi isyarat untuk Caine diam dan menenangkan diri. Caine menuruti perkataan Rion.

Hingga hampir sejam mereka berdua berdiam diri, dan setelah lama berdiam diri Rion melepaskan penyumbat telinga itu membuat Caine awalnya ragu. Dia takut hujan masiy besar.

Namun, untungnya hujan tidak lagi sebesar tadi, terdengar lebih halus kali ini. Caine merasa lega.

"Rumah tuh jangan lupa di kunci, untung gue yang dateng. Gimana kalau orang jahat yang dateng?" ucapan pembuka percakapan dari Rion.

"Muka lo aja udah kaya orang jahat kok," cicit Caine sambil merebahkan dirinya di sofa ruang keluarga.

"Dih, ga ada terima kasih nya lo bocah takut petir," ejek Rion membuat Caine jengkel.

"Kok lu belum pulang sih?" gerutu Caine menghiraukan ucapan Rion.

"Disuruh sama Papa kesini, karena tadi Ayah nelpon papa buat kasih tau kalau suruh gue nginep disini nemenin anaknya." Caine hanya ber-oh ria.

"Makasih ya," ujar Caine dengan lembut membuat Rion sedikit terpaku mendengarnya.

Rion hanya mengangguk kaku. Lucu aja pikirnya.

Dan disaat itulah Caine sadar, bahwa dirinya dan Rion sudah sering ditakdirkan bersama. Dimana ada Rion pasti ada Caine begitupun sebaliknya.

Rion sering mengganggu nya, dan Rion sering sekali berada disekitarnya. Dan lucunya Caine mulai terbiasa dengan cekcok nya bersama Rion, kehadiran Rion yang hampir setiap hari di rumah nya.

Benar-benar menjadi kebiasaan untuk Caine melihat Rion setiap hatinya.

Dari situlah Caine mengenali perasaan nyamannya saat ia melihat dan berada diruangan yang sama dengan Rion.

Nyaman nya ternyata berubah menjadi rasa suka dan cinta yang hany dimengerti oleh Caine.

Caine tau mungkin saha Rion merasa iba padanya, namun Caine tidak peduli. Yang Caine tau, Caine mencintai Rion dengan segenap jiwanya.





-To be continued





Maaf banget sebesarnya maaf ini, bisa-bisanya aku update sebulan sekali. Ini kalau marah, marahin aja please.
Aku lupa aku punya wp:)
Sorry for typo sayangkuuu
Semoga kalian masih suka cerita aku ya!

Hal Indah? #rioncaineWhere stories live. Discover now