11.b

1K 141 3
                                    

11.b

Jadi, Mahardika sangaaat mengenal Zoey.

Di situasi ini, aku sangat terpojok. Bukan hanya karena dipojokkan oleh perkataan Mahardika, tetapi juga dipojokkan oleh tubuh Mahardika. Aku tak bisa kabur saat punggungku membentur pelan dinding dan Mahardika yang mengurungku dengan kedua lengannya.

"Di mana Zoey?" Mahardika menatapku dengan tajam. "Jawab atau—"

"GUE ZOEY, TAPI GUE HILANG INGATAN!" teriakku sambil memejamkan mata. Hilang ingatan? Masa bodoh, ah. Ini improvisasi yang paling tepat dari rencana yang juga belum matang. "GUE KEHILANGAN SEBAGIAN INGATAN GUE SEJAK HARI ITU KARENA JATUH DI KAMAR MANDI!"

Aku membuka pelan kelopak mataku. Mahardika tampak terkejut.

"Gue cuma tahu sedikit tentang lo! Gue cuma tahu kalau gue itu pacar lo dan lo yang selalu selingkuhin gue! Gue cuma tahu kalau gue berusaha ngelakuin apa pun untuk narik perhatian lo! Sekarang apa lagi? Apa yang pengin lo dengar?"

Dia menjauh sambil menyugar rambutnya. "Masuk akal, sih."

Dia percaya...? "Mami dan Papi enggak pengin siapa pun tahu soal ini. Mami Papi bahkan enggak pengin lo tahu, tapi gue harus jujur karena ngerasa enggak aman dengan perlakuan lo yang kelewat batas. Jadi, jangan bahas kalau gue ngasih tahu lo soal gue yang kehilangan sebagian ingatan gue."

Mahardika kembali ke sofa dan duduk dengan lesu di sana. "Perlakuan gue yang kelewat batas?" tanyanya sambil menoleh. "Gue enggak akan bahas soal gue yang tahu lo hilang ingatan ke Mami Papi lo, tapi apa maksud lo tentang perlakuan gue yang kelewat batas?"

"Cium gue. Nyuruh gue ngelakuin hal jijik kayak di ruang rahasia yang lo maksud. Terus cium leher gue tiba-tiba!" seruku. "Pokoknya lo enggak boleh nyentuh gue, tapi kita tetap pacaran, ah tunangan, oke?"

"Hal jijik?" Dia bersandar di sofa sambil tersenyum miring. "Hal jijik itu yang paling lo sukai."

Aku melotot. "Selain enggak boleh nyentuh gue, lo juga enggak boleh bicara kotor di depan gue."

Mahardika malah tertawa. "Kok bisa ya hilang ingatan bisa buat lo berubah drastis kayak gini? Padahal gue sengaja bawa lo ke sini soalnya udah seminggu kita enggak gituan." Mahardika mengatakan itu dengan wajah tanpa dosa.

Entah bagaimana ekspresiku sekarang. Perasaanku campur aduk. Marah, jijik, kesal, dan rasanya ingin membanting sesuatu. "Gue udah bilang. Jangan bicara kotor di depan gue!"

Bagaimana mungkin seorang Mahardika Wijaya yang di hari pertama bertemu memperlihatkan wajah muak kini lebih sering senyum-senyum sendiri?

Bukankah ini hal bagus? Namun, tetap saja aku merasa dia sulit ditebak.

"Terus gimana? Lo enggak pengin ingatan lo balik?" tanyanya.

"Normalnya ... pasti pengin, kan?"

Dia menepuk-nepuk tempat di sampingnya. "Duduk di sini. Mau sampai kapan lo berdiri di sana? Ngobrol sama gue dengan jarak yang jauh banget ngebuat gue capek ngomong dengan suara keras."

Perasaanku tidak enak, tetapi aku malah melangkah dan duduk di sampingnya. Dia duduk menyamping. Lengan kirinya dia sandarkan di atas sandaran sofa saat menatapku.

"Oke, lo pengin balikin ingatan lo, kan?" tanyanya dan aku mengangguk saja. "Berarti lo harus ngelakuin hal yang biasa lo lakuin sebelum ingatan lo hilang."

Perasaanku tidak enak dan aku terlambat kabur saat tangan cowok sialan ini menggerayangi pahaku. Sontak saja aku berteriak histeris dan menjauh. Kutatap Mahardika dengan mata beraca-kaca. Dia juga terlihat terkejut. Ekspresinya masih shock dengan mata yang mengerjap berkali-kali.

Apa dia pikir sejak tadi aku bercanda?

"Tetangga bakalan ngira gue apa-apain lo...," katanya dengan tatapan yang masih terkejut. "Gue enggak nyangka lo teriak sekencang itu." Dia menghela napas panjang. "Lo nangis?" tanyanya sambil berdiri mendekatiku. Aku berusaha untuk tidak ke mana-mana, tetapi tetap memperlihatkan bahwa aku tidak baik-baik saja. Mahardika berdiri di hadapanku dengan kedua alis yang terangkat tinggi-tinggi. "Zoey...?"


Make Them Fall in Love with YouWhere stories live. Discover now