3

15K 847 54
                                    

30 April 2024.

Langit biru dengan kabut tipis terlihat menghiasi langit kala itu. Sinar matahari belum terlalu tampak. Semilir angin yang bertiup menggoyangkan dahan pepohonan menyebabkan embun menetes membasahi tanah yang kering.

Aktivitas diluar sana belum terlalu padat. Mereka yang bernafas masih enggan bangun dari peraduannya.

Termasuk gadis bergingsul itu. Masih nyaman meringkuk di bawah selimut tebalnya. Matanya masih terlihat tertutup begitu rapatnya. Enggan dibuka dengan cepat.

"Ge, bangun yuk" hingga suara lembut itu mulai menyapa indera pendengarannya. Ditambah lagi elusan lembut di lengan lalu beralih ke pipi mulai membuatnya mengerang terbangun.

Membiasakan cahaya menyapa iris, dan wajah cantik Shani menjadi memory pertamanya hari ini.

Sungguh pemandangan yang di idamkan banyak orang. Dibangunkan dan disambut senyum sigadis sempurna. Percayalah, banyak yang ingin berada diposisi Gracia saat ini.

"Ci~" suara seraknya terdengar. Posisi di bawa untuk duduk. Sambil mengucek sebelah matanya dia menatap balik gadis itu.

"Bangun dulu yaa.. Kalau masih mau tidur boleh di lanjut nanti. Tapi harus sarapan dulu" ucap Shani mengutarakan alasan dia membangunkan Gracia.

"Iya" dan yang muda mengangguk patuh. Berlahan gadis manis itu mulai turun merangkak dari tempat tidur. Menimbulkan kekehan kecil dari Shani karena gerakan yang dia buat. Anak itu selalu berhasil membuatnya tersenyum.

Di kamar mandi, Gracia menatap dirinya di pantulan cermin. Matanya terasa perih dan terlihat lelah karena kebanyakan menangis belakangan ini. Terlebih lagi semalam.

Semoga ke depannya dia tidak mengeluarkan air mata lagi. Kalimat kalimat Shani semalam sudah cukup menenangkan hatinya.

Melanjutkan aktivitas, Gracia pun keluar dari kamar mandi. Menuju ke dapur dan menangkap sosok sang pemilik apartemen tengah sibuk dengan mesin kopinya.

Mendekati gadis itu, Gracia berdiri di belakang lalu memeluknya. Yang dipeluk tersentak kaget tapi membiarkan posisi yang dipilih Gracia. Toh tidak merugikan.

"Ci, aku juga mau kopi" suara nyaris merengek masuk berlahan ke telinga. Mengundang tawa tertahan dari si gadis jangkung.

"Iya. Aku buatin juga" balas Shani lalu melepas dekapan dan memilih menarik Gracia untuk berdiri di hadapannya. Memeluknya; menghirup aroma tubuh gadis yang lebih pendek darinya itu tanpa terhalang apapun.

Berteman bertahun tahun tak menutup kemungkinan jika hubungan mereka dan cara mereka saling mengungkapkan rasa sayang jauh dari prediksi orang sekitar. Apalagi dengan adanya fakta jika love language keduanya sama sama Physical touch.

Yang dipeluk pun terlihat menikmati. Toh dia tidak risih juga. Mereka sudah biasa seperti ini. Hal yang tidak pernah ditampilkan di hadapan orang orang. Karena mereka tau, ini hanya untuk konsumsi pribadi saja.

"Ci," Gracia tiba tiba berbalik. Melingkarkan tangannya di pinggang Shani dan mendongak kecil menatap wajah karena tinggi yang berbeda.

"Hm?" bergumam kecil menjawab karena Shani mulai sibuk ke arah kopinya yang kedua. Meskipun sulit karena harus terhalang tubuh Gracia.

"Tadi pesan makan apa?"

"Um..Makanan ringan untuk aku dan makanan berat untuk kamu. Kayak biasanya" Shani melirik kecil gadis itu saat menjawab. "Kenapa? Mau sesuatu yang lain?" tanya Shani lagi. Karena dia tau betul bagaimana porsi makan seorang Gracia.

"Nggak kok"

"Trus kenapa?" heran yang tua
"Kamu mau ngomong sesuatu?"

"Um.." tak langsung menjawab, Gracia memilih memeluk.

After GraduationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang