14. Bencana tak terduga

1.2K 94 7
                                    

Pria bertubuh kekar itu duduk bersandar di kursi putarnya, dibalik sebuah meja kerjanya dengan plakat bertuliskan - CEO Ryōmen Sukuna -

Sambil bersenandung kecil, Sukuna memutar-mutar kursi yang didudukinya. Jemarinya memainkan sebuah stylush pen berkelir emas. Sementara itu, dihadapannya ada sebuah iPad yang menampilkan halaman sebuah berita.

Sebuah panggilan juga sedang terhubung ke telepon pribadinya.

"Bagaimana? Kau suka dengan artikel yang ku buat?"

Suara dari telepon itu terdengar. Sukuna sengaja mengeraskan suara speaker karena malas mengangkat telepon. Toh, hanya ada dirinya sendiri disini.

"Itu bagus. Hmm, orang bodoh pun akan merasa takut membaca berita seperti itu," ujar Sukuna. Ia menggeser layar iPad nya menggunakan stylush.

"Tapi, aku tak mengerti. Biasanya kau bersikap Bodo amat saat hubunganmu dengan Sayuki terganggu. Bukannya kau malah senang kalau hubungan kalian hancur?"

"Hahaha, kau jujur sekali. Itu benar. Aku tak pernah menyukai Sayuki. Hanya saja, orang yang menjadi penyebab hubunganku dengan Sayuki renggang, dia sangat menarik," kata Sukuna.

Ceklek....

Pintu ruangannya terbuka. Suguru terlihat melangkah cepat ke arahnya sambil membawa sebuah berkas. Kedua mata pria itu menatap tajam dengan alis saling bertaut. Sepertinya, ia bersiap menghantam Sukuna.

"Uh-oh, ada apa ini? Aku matikan teleponnya. Nanti ku hubungi lagi."

Klik...

Sukuna memutuskan panggilan.

"Memasuki ruanganku tanpa mengetuk pintu? Dimana sopan santunmu?" tanya Sukuna sambil melipat kedua lengannya.

"Sopan santun apanya? Aku tak peduli. Sekarang, jelaskan apa ini?"
Suguru menghempaskan berkas ke atas meja Sukuna sambil setengah menggebrak mejanya.

Sukuna memicingkan mata. Menatap berkas itu, "Ah, itu dokumen perjanjian proyek pembelian gedung," jawabnya santai.

Suguru menggeram pelan. Kenapa ia harus bekerja pada boss seperti ini?

"Apa? Kenapa kau terlihat marah?" tanya Sukuna heran. Ia masih duduk santai sambil memainkan stylush yang dipegangnya.

"Dengarkan aku, Tuan Sukuna!" Suguru merebut stylush itu. Meminta Sukuna agar fokus sebentar.

"Aku tak peduli siapa orang yang kau ajak berhubungan seks, atau siapa orang yang kau sukai. Tapi, bukankah kali ini kau keterlaluan? Kau berencana membatalkan kontrak dengan Sayuki Watanabe?? Kau tau, berapa kerugian yang ditanggung perusahaan? Kita harus membayar biaya denda," tegas Suguru.

"Ah, ayolah. Kan, sudah kubilang, soal denda pelanggaran kontrak, aku yang akan membayarnya. Dengan uang pribadiku. Lagipula, sepertinya Watanabe memohon agar kontrak ini tetap berlanjut," sergah Sukuna sambil mengangkat alis.

Suguru mengurut keningnya yang mendadak sakit. Walaupun menjengkelkan, ucapan Sukuna barusan memang benar. Beberapa hari terakhir, ada banyak telepon dari perusahaan Watanabe. Seluruhnya berisi tentang permohonan agar kontrak kerja sama mereka tidak dibatalkan.

Yeah, entah pesona apa yang dimiliki seorang Ryōmen Sukuna itu.

"Lalu, jelaskan soal gedung yang kau beli itu," kata Suguru melipat kedua lengannya.

"Oh, ini gedung tua yang menjadi tempat kos, bukan?" tanya Sukuna seperti baru ingat sesuatu.

"Yeah, itu... Hmm aku membelinya karena ingin," jawabnya kemudian.

Srett...

Suguru mencengkram kerah leher Sukuna.

"Kau melakukannya karena pria itu, kan? Kemana akal sehatmu?" tanya Suguru geram.

"Mau bagaimana lagi? Daripada kau memarahiku dan tak ada hal yang akan berubah, lebih baik kau bantu aku membawa pria itu kesini," kata Sukuna menyeringai lebar.

"Lupakan. Aku tidak akan membantumu membawa peliharaan lagi. Kau akan membuatnya menjadi peliharaan mu seperti orang-orang sebelumnya, kan?"

Sukuna tersenyum tipis. Peliharaan ya? Sepertinya menarik?



________________________________

Cring . . . .

Suara pintu bus yang berdesing terdengar nyaring. Megumi bersama beberapa penumpang melangkah turun menuju halte terdekat.
Langkah kaki Megumi terlihat gontai, ia lesu dan tak bersemangat.

Setelah pembicaraannya bersama pria Jaksa tadi, dirinya digugat atas kasus penipuan dan pemalsuan identitas. Bukan main. Hal itu masuk ke pidana ganda yang menyebabkan pelaku bisa masuk penjara.

"Ah, sialan!" umpat Megumi sambil menendang angin. Beberapa orang yang berlalu lalang disekitarnya menatapnya aneh lantas menghindar. Menganggap Megumi orang aneh.

"Sial, bagaimana ini? Sukuna sialan itu," geram Megumi sambil meremas jemarinya sendiri.

Ia pun memutuskan untuk kembali ke apartemen sederhananya (anggap aja kayak kosan).

"Konnichiwa," sapa Megumi ramah. Ibu pemilik kos tampak berjalan keluar membawa beberapa tumpuk kardus. Sebuah mobil box dan pick up terparkir di depan halaman kos nya.

"Ore? Apa anda akan berpergian jauh?" tanya Megumi heran. Beberapa pekerja tampak berlalu lalang membawa berbagai macam perabot dari dalam bangunan dan memasukkan ke dalam mobil pick up itu.

"Oh, kau. Syukurlah kita sempat bertemu," ibu kos itu meletakkan kardus yang dibawanya.

"Jadi begini, kau tau kan, tempat kos milikku ini berada di dekat kawasan industri. Yeah, perhatikan sekelilingmu, satu persatu bangunan tua mulai dibongkar untuk dijadikan proyek bangunan baru," jelas ibu kos itu.

Megumi mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Memang benar, di daerah ini, mungkin ini satu-satunya kos yang masih tersisa. Dan satu-satunya penghuni adalah Megumi sendiri. Sebenarnya ada beberapa pria di kamar sebelah, tapi entah sejak kapan pria itu pindah. Mungkin kembali ke kampung halamannya.

"Maksudnya?" tanya Megumi.

"Maafkan aku, Nak. Aku tahu, kau menyukai tinggal disini karena biaya sewanya murah. Tapi, aku sama sekali tak dapat penghasilan lain karena hanya kau satu-satunya penyewa yang tersisa," jelas ibu kos.

Megumi masih diam. Berusaha menerka apa yang sedang terjadi.

"Jadi, seorang pengusaha ingin membeli tempat ini dan menawarnya dengan harga mahal. Jadi, maafkan aku. Kau bisa mencari tempat tinggal yang lebih baik dari ini, bukan?"

Megumi terbelalak. Apa? Siapa yang membeli tempat ini?

"Na-nani? Tapi bagaimana dengan—"

"Yah, aku akan mengembalikan biaya uang sewa yang sudah kau bayar beberapa bulan ke depan. Kau masih muda dan punya banyak uang, aku yakin kau akan menemukan tempat yang lebih baik," ibu kos memotong kalimat Megumi.

"Tapi, tetap saja...”

Megumi menghela nafas panjang. Ya sudahlah. Mau bagaimana lagi. Toh, ini bukan miliknya. Dia hanya penyewa. Pemilik sebenarnya berhak melakukan apapun pada tempat ini.

"Terima kasih sudah mau mengerti. Kau masih punya waktu sampai besok untuk mengemasi barang-barangmu. Oh ya, apa kau butuh bantuanku? Aku akan membantu mencarikan tempat tinggal yang bagus. Kebetulan, aku kenal dengan banyak orang pemilik kos disini," tawar ibu kos.

"Daijobu desu. Terima kasih atas perhatian anda selama ini," tolak Megumi dengan sopan. Ia membungkuk lantas berjalan masuk menuju kamarnya.

Yeah, ia akan langsung memberesi semua barangnya dan pergi dari tempat ini secepat mungkin. 


________________

To be continued . . .

Jangan lupa apa?

Jangan lupa komen :)

Cinderella 🔞 || Sukufushi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang