06

5 4 1
                                    

"Ugh..! Agkh!! Orang gila!" Umpat Harrison.

Lelaki itu tidak menggubrisnya, Ia semakin menekan injakannya. Siap menghancurkan tulang kaki lelaki itu kapanpun Ia mau. Perlahan Ia membungkuk, menyetarakan persamaan keduanya.

"Apa susahnya menjawab, Harrison?"

Harrison menatapnya penuh benci, Ia menatap lelaki itu dari bawah hingga atas. Mengamatinya sejenak, keringat dingin kembali bercucuran.

"Kau.."

Tatapannya lurus begitu dalam tepat kearah lubang topeng itu, begitu gelap hingga tidak bisa melihat sedikitpun bayangan sosok dibalik topeng. Kedua tangannya mengepal, memutar otak harus bagaimana selanjutnya.

".. Axton?"

Kilatan petir menyala, memberikan penerangan di gelapnya cuaca saat itu. Harrison bergidik ngeri saat melihat sosok bertopeng itu terkena sekilas cahaya dari petir, membuat kesan yang semakin seram.

"Kau.. Axton kan?! Aku tidak salah lagi!"

Harrison sekilas tersenyum yakin, lebih kearah senyum menyebalkan. Menatap serius kearah topeng tersebut, "Kau mengincar ku selama ini ya? Sial, apalagi yang kau inginkan?!" Teriaknya dengan lantang.

Jarinya menunjuk tepat kearah lelaki bertopeng itu, Ia semakin menguatkan tekad. "Aku sudah membacanya." Ia berbicara dengan lirih, terkesan takut untuk melanjutkan ucapannya.

Sosok bertopeng itu memiringkan kepala, membiarkan Harrison melanjutkan ucapannya.

"Tentang tragedi Axton. Kau, kau adalah anak dari pelaku itukan! Kau adalah Kenly Ax—"

BUGH!!

Harrison seketika terkapar di tempat, Ia meringis kesakitan sembari memegangi hidungnya yang mulai mengeluarkan darah. Matanya sekilas melirik kearah pria bertopeng itu yang mengangkat kakinya.

Jarinya bergetar menyentuh hidungnya yang mulai mengeluarkan cairan merah pekat, nafas Harrison sekilas tercekat melihat darah di jarinya.

Tetapi, persetan dengan phobianya yang takut darah, pria dihadapannya lebih mengerikan. Ia bisa dibunuh kapan saja, jika Ia lengah sedikit pun.

"Tebakan yang lucu, Harrison." Ia meraih kerah baju Harrison, menariknya hingga punggung lelaki itu terangkat dari lantai.

Lelaki bertopeng itu menunduk, menipiskan jarak antar keduanya. Cengkraman di kerah baju Harrison mengerat, tangannya mengguncang kerah itu hingga membuat lelaki dibawahnya menatap ngeri.

"Kau tidak mengingatku?" Tanya lelaki bertopeng itu.

Harrison menggertak kan gigi, kedua tangannya menjambak rambut hitam legam itu. Jari-jarinya tampak meraba sekitar helaian rambut itu, tatapannya menatap tajam bolongan topeng tersebut.

"Siapa kau?" Tanya Harrison untuk kesekian kalinya.

Jari-jari Harrison tampak mencoba melepas kaitan topeng itu, Ia masih menunggu jawaban dari pria bertopeng itu. Giginya menggertak, Ia seketika melepaskan kaitan itu dari tangannya dan memukul kencang topeng itu, "Siapa kau ku tanya sekali lagi??!!!" Teriaknya.

Topeng itu mengenai wajah lelaki tersebut, membuat cengkraman pada kerah Harrison terlepas. Punggungnya membentur keras lantai, begitu pula kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari membuka mata untuk melihat situasi.

Lelaki bertopeng itu memegangi topengnya, agar tetap pada posisi yang sama. Ia kembali mengaitkan tali yang terpasang dibelakang kepalanya, di sisi lain Harrison beranjak dari posisinya sembari memegangi kepalanya.

Ia langsung berlari, mengepalkan tangannya dan melayangkan tinjuan kearah topeng kaku tersebut. Tetapi, kali ini berhasil ditangkis. Lelaki bertopeng itu membalikkan keadaan dengan meninju perut Harrison.

Lelaki itu memegangi perutnya, sekarang tinju mengenai pipinya. Harrison benar-benar tidak berpikir bahwa Ia akan mudah lengah, dan membiarkan lelaki bertopeng itu menghajar dirinya tanpa ada perlawanan darinya.

Harrison ambruk, punggungnya menyender pada meja tempat Ia menggunakan laptopnya.

"Kau masih tidak ingat juga?"

FEAR : Smilling Key Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang