19.

7.7K 669 40
                                    

Alu tidak tahan.

Tenggorokanku terasa panas ketika cairan merah Wine berumur dua puluh tahun itu berseluncur di dalam mulutku. Dan wajahku rasanya ikut terasa panas karena sedari tadi Rex yang baru hadir di meja makan rumah keluarganya itu tak berhenti menatap tajam ke arahku.

Tatapan terkejut, ada pula kesan marah dari rahangnnya yang entah mengapa sedikit mengeras. Itu semua terlihat jelas dari wajahnya begitu tadi mata kami tak sengaja bertabrakan.

Rexton. Dia ada di sini, di dekatku, menghirup satu udara yang sama denganku.

Aku menarik napasku, berusaha keras bernapas dengan normal sementara paru-paruku rasanya sudah sesak setengah mati. Di lain sisi, Astrid yang juga hadir malam ini yang sedang duduk manis disamping Rex, mengenakan gaun sederhana berwarna hitam yang terlihat kontras dengan rambut merahnya.

Dimana ada gula di situ pasti ada semut. Dimana ada Rex, disitu pasti ada Astrid.

Aku mendengus pelan ketika perkataan Dewi tadi pagi terlintas di kepalaku. Ingin sekali rasanya aku menertawakan diriku karena bisa-bisanya tadi aku sempat goyah dengan perkataan Ethan yang mengatakan kalau aku adalah milik Rex.

Sialan!

Kamu mikir apa sebetulnya Soraya? Rex dan kamu? Bahkan ribuan ikan dilautpun tak berani membayangkan itu.

Makan malam di awali dengan basa-basi antara Ethan dan juga ibunya Astoria yang tampak begitu elegan. Lazuardi Widjaya di sisi lain, mananyakan bisnis dari kedua anaknya yang sama-sama hadir malam ini.

Aku tidak terkejut sama sekali ketika melihat Lazuardi yang terkesan seperti tidak mau tahu dengan kabar anaknya, karena memang sejak awal nama laki-laki itu sudah jelek di mataku. Jadi mau ia berperilaki tidak terpuji sekalipun selarang juga, aku tidak akan kaget.

Dulu anaknya saja tidak dia akui. Maka hal apa lagi yang lebih buruk yang bisa ia lakukan?

"Dan pajak tahun ini?" Suara Lazuardi yang serak khas orang tua itu terdengar menggema di telingaku "Keluarga kita membayar sangat banyak untuk kampanye beberapa anggota parlemen di pemilihan tahun ini. Apa ada perubahan dalam perpajakan perusahaan?"

"It is," Ethan mengangguk. "Statistik laba kita bahkan terlihat begitu cantik di layar. Untung besar," Ethan tertawa renyah.

Aku mendecih pelan mendengarnya.

"Dan The chalmers?" Kali ini Lazuardi menoleh ke anaknya yang satu lagi. Yang akhirnya melepas pandangnya dariku untuk melirik ayahnya untuk sepersekian detik.

"The chalmers is fine," dan seperti dugaanku, bukanlah Rex yang menjawab pertanyaan ayahnya melainkan Astrid.

Lazuardi mengangguk-anggukan kepalanya kemudian ia melirikku sekilas. Ekspresinya sebetulnya biasa saja, namun tatapan matanya begitu tajam, dan kelam.

Mata kelam serupa dengan milik Ethan.

"Dan," Lazuardi Widjaya yang duduk di kepala meja berkata lagi kepada kedua anaknya "Have you two spoke to our attorney?"

Ethan tersenyum dengan profesional "Tentang rencana pembagian aset?"

"Rencana?" Lazuardi mengkerutkan alisnya. "Bukannya pertemuan terakhir dua bulan lalu sudah di pastikan pembagiannya?"

"He said, butuh persetujuan dari ketiga belah pihak untuk mengesahkan suratnya. From you, me, dan kebetulan Rex masih berhalangan hadir hingga hari ini dia baru memunculkan batang hidungnya, so.."

"Apologies for the absence. Belakangan, jadwal Rex sangat padat karena hampir satu bulan kami tinggal di Jepang untuk persiapan ekspansi The Chalmers," Astrid lagi-lagi, menjawab menggantikan Rex yang wajahnya masih saja terlihat keras.

Astrid terdengar seperti perempuan pintar yang elegan, macam wanita-wanita pada ajang kecantikan internasional. Wajar kalau Rex terpesona olehnya. Sementara aku, yang sedari tadi terdiam saja bagai kambing congek yang duduk manis dengan kudapan di depan wajah. Di buat begitu sadar diri dengan kenyataan strata kami yang begitu jauh.

Maksudku, sebenarnya aku disini itu untuk apa sih? Mempermalukan diri di depan orang-orang ini?

Aku menunduk, mainkan tanganku sendiri yang kupilin-pilin di bawah meja.

Lazuardi Widjaya menaikan kedua alisnya "Jadi..."

"Jadi, belum di sahkan, Papa. It's still on your name. Hotel-hotel itu, beberapa anak perusahaan Widjaya Corp, juga aset property dan sebagainya," Ethan menghela napasnya lalu memgambil gelas Winenya untuk ia minum. "But since we've all here today, mari kita sahkan saja,"

lagi, untuk yang kedua kalinya Lazuardi melirik ke arahku "Dan perempuan dari mana yang malam ini kamu bawa pulang hingga kamu biarkan dia mendengar pembicaraan keluarga kita ini, Ethan?"

"Perempuan kampungan dari mana yang kamu bawa pulang ini?" Astoria menimpali dengan wajah jijik.

Aku kan, maksudnya?

"Oh, sorry." Ethan mengelap mulutnya dengan serbet di pangkuannya kemudian berdeham.  "This is Ray, my date," Ethan menepuk pelan pahaku.

Mengisyaratkanku untuk menyapa ayahnya yang sedang menatap kemari dengan tampang sangat mengintimidasi itu. Aku memutar bola mataku samar, malas sebetulnya beramah tamah dengan mereka. Apalagi barusan ibu kandung Ethan dengan terang-terangan menghinaku.

Tapi aku harus bagaimana lagi?

Menatap ke arah Lazuardi Widjaya, aku berusaha menampilkan senyum profesionalku dan hendak memperkenalkan diri. Namun belum sempat sepatah kata keluar dari mulutku, seseorang menyelak giliranku.

"Your date?" Suara Rex yang akhirnya terdengar malam ini, mendahuluiku.

Ethan mendongakan kepalanya sedikit ke arah laki-laki itu. Dari ekspresinya aku bisa tahu kalau ada sedikit kilat kemengan ketika ia mendengan Rex bertanya mengenai hubungan kami malam ini. Matanya seolah seperti mengatakan Umpanku termakan juga.

Ethan tersenyum sumringah "Yes, My date,"

Rex mendengus pelan "And since when she become your date?"

"Since..." Jawab Ethan dengan enteng, sebelum kemudian ia mendekatkan badannya ke arahku lalu menyentuh leherku dengan belakang telunjuknya "i say so..."

Rex kemudian tanpa bisa di prediksi menggebrak meja makan dengan kedua tangannya. Membuat aku, Astrid di sebelah laki-laki itu, Lazuardi Widjaya di kepala meja, dan juga Astoria ibu Ethan di sebelah kanan. Lazuardi terkesiap kaget.

"Rex!" Astoria setengah berteriak.

"You don't get to date my people!" Geram Rex sembari menunjuk Ethan, yang pada detik itu juga langsung di tenangkan oleh Astrid yang duduk di sebelahnya.

"Your people?" Suara Lazuardi terdengar. Matanya bergantian menatap Rex dan Ethan.

"Oh, maaf om." Astrid buru-buru menjawab sebelum orang lain bisa menjawab pertanyaan Lazuardi bagai asisten yang tangkap "Soraya adalah karyawan the Chalmers yang baru-"

"Yang tidak sengaja aku temui di malam pesta Sabtu kemarin," Ethan menyelak lalu ia membawah tanganku ke atas meja untuk ia genggam "Ya kan Ray, baby?" Tanyanya kemudian tersenyum.

Aku yang sedari tadi napasnya di sudah rampas, kehabisan kata-kata dan tidak bisa menjawab perkataan Ethan. Satu-satunya hal yang dapat kulakukan adalah berusaha bernapas ditengah-tengah ketegangan ini.

Rex masih menatap Ethan dengan tatapan membunuhnya itu ketika tiba-tiba saja Ethan berkata "Yang tentu berencana aku nikahkan akhir tahun ini. Itu sebabnya dia hadir malam ini, dan kubiarkan mendengar pembicaraan internal kita."

Oh betapa aku ingin murka kepada laki-laki satu ini.

***

Today is my birthday!!!

Jadi, hari ini aku balal up 3 kali hehehe


The MisshapenWhere stories live. Discover now