"How was it?"
Aku tersenyum ke arah Rex yang sedang melebarkan tangannya memintaku untuk menghampirinya yang sedang duduk di atas sofa. Usai acara pertemuan keluarga tadi, karena terlalu asik berbincang, tak sadar waktu sudah terlalu malam. Dengan tatapan hangatnya Januar memintaku untuk menginap, dan mengusulkan untuk pulang setelah sarapan pagi.
Aku tidak punya alasan untuk menolak. Karena rasanya setelah semua yang terjadi, setelah aku menyaksikan bagaimana orang tua itu tetap berdiri di samping aku sementara Lazuardi menatapku tak senang, aku segan untuk menolak.
"Fun?" Kataku.
Rex menggapai pinggangku, kemudian laki-laki itu membawa badanku untuk duduk di atas pangkuannya "Gak seperti yang kamu bayangin kan?"
Aku mengulum bibirku seraya tersipu. Seluruh wajahku terasa panas, jantungku berdebar dengan gila, sementara bulu halusku meremang dengan manja.
Sebetulnya bersentuhan dengan Rex bukan hal yang baru bagiku, bahkan dulu aku kerap kali memandikannya di dalam bathtub ketika aku masih menjadi perawatnya. Namun, kali ini dengan kami yang sedang dimabuk kepayang, rasanya berkali-kali lipat lebih mendebarkan. Rasanya sesuatu yang aneh seperti menjalar kesekujur tubuh, membuat setidaknya beberapa bagian tubuhku terasa lemas. Apalagi di tambah Rex yang sepertinya gemar sekali menempel, aku sedikit kewalahan menghadapi sikap laki-laki itu rasanya. Maksudku, bukannya aku tidak suka, namun bagaimana cara aku merespon sentuhannya itu?
Apakah aneh kalau aku membalas sentuhan Rex sebagaimana ia menyentuhku? Tidakkah aku malah akan tampak tidak tahu malu?
"Ruki terlalu berisik ya?" Tanya Rex, dan seperti biasa ibu jarinya bergerak membelai pinggangku. "Tidak banyak sepupu perempuan yang aku punya, but with just Ruki around, rasanya kayak ramai sekali,"
Aku menggeleng "Tapi Ruki seru. Jovie juga asik. Aku gak nyangka kalau Geralt bisa sejahat itu sama Jovie dulu."
Rex tertawa, badannya bergetar selagi matanya menyipit saat tertawa. Laki-lakiku ini tampak begitu bahagia ditengah-tengah keluarganya yang akhirnya bisa mengakuinya. Dan aku turut senang bisa melihat akhirnya Rex bisa bersanding dengan saudara-saudaranya yang lain tanpa merasa minder seperti dulu.
"Besok pagi-pagi kita sudah harus kembali ke Jakarta, I have meetings." Rex menarik napasnya lalu kepalanya ia sandarkan pada bahuku. "Kalau kamu capek, kamu bisa tinggal semalam lagi disini. Nanti aku suruh supirku untuk berjaga."
Dan menghadapi keluarga Widjaya sendirian?
"I'm fine," buru-buru aku menjawab.
Toh bangun pagi-pagi, sarapan, lantas siap-siap untuk menempuh ratusan kilometer untuk kembali ke Jakarta bukan perkara yang sulit.
Rex mengangguk. Kemudian tangannya terasa semakin erat merengkuhku, dan kepalanya terasa semakin dalam bergerak menuju ceruk leherku.
"Oh this is breathtaking," Gumam Rex.
"Rex..." Aku menegurnya, napasku sudah setengah habis dibuat mabuk olehnya.
Bukannya aku tidak mau, tapi tentu saja sentuhan-sentuhannya ini bisa bergerak menuju ke hal-hal yang tidak etis dilakukan di rumah kakeknya.
"Sebentar saja." kata Rex sembari menghirup leherku dalam-dalam.
Aku memejamkan mata merasa nyaman, namun juga merasa was-was di saat yang bersamaan. "Keluarga kamu banyak sekali yang juga menginap. Aku gak mau namaku semakin jelek kalau kita sampai terpergok melakukan sesuatu,"
"Emangnya kita lagi melakukan apa?"
Dan lagi, aku kembali tersipu dibuatnya.
Aku mendorong bahunya dengan sedikit salah tingkah kemudian bergerak untuk bangkit dari pangkuannya. Namun, belum sempat aku berdiri, badanku di tahan oleh sebelah tangannya yang semakin erat memeluk pinggangku.

YOU ARE READING
The Misshapen
Romance(COMPLETED) He's misshapen. His love is misshapen. We look grossly misshapen. But i love his misshapen...