[14]Hangat yang Tersembunyi (2)

196K 10.9K 159
                                    

"Bye semua!! Kalo jatoh missed call yaps!" suaraku menggelegar di depan rumah. Mereka menyalakan motor lalu melambaikan tangan ke arahku.

"Gue pulang! Makasih ye! Bye!" teriak mereka bersamaan.

"Njaneeyyoo!!" teriakku lagi. Melihat motor mereka menjauh, menunggu sepi yang lama kelamaan menghampiri. Malam ini—sunyi. 

***

"Lah ini hpnya Sena ketinggalan?" gumamku ketika sudah memasuki ruang belajar. Aku segera membuka laptop berusaha menghubunginya melalui twitter. Kulihat layar yang sudah menampilkan halaman twitterku. 

Me: Sena, hp lo ketinggalan nih. 

Beberapa menit aku menunggu ditemani rasa gusar. Tanganku tak henti-hentinya meng-klik tombol Refresh untuk memastikan balasan darinya. Mataku langsung membulat ketika DM-ku dibalas.

Sena: Iya, gue balik lagi ke rumah lu.

Eh eh eh ini sudah pukul 10 malam. Mengapa dia tidak mengambilnya besok saja? 

Detik-detik terasa begitu lama menantinya datang, jantungku tak karuan dan sesak akan rasa cemas. 10 menit berlalu, dia tak muncul juga. Aku pun mulai tak tenang mengahawatirkan keberadaannya. Aku terus membuka gorden untuk mengecek motor yang datang, beberapa kali dan hasilnya hanya pepohonan disertai hembusan angin. 

Aku langsung berdiri ketika telingaku mendengar suara motor yang menderu. Tersenyum, melihat motor yang berjalan ke arah rumahku. Motornya terhenti, dan pemilik motor itu turun seraya menatapku datar.

"Dasar teledor!" Gerutuku sambil menghampirinya.

"Iya lupa!" Balasnya sambil tersenyum tipis-seperti biasa.

Sunyi menghampiri. Hanya suara hembusan angin yang terasa begitu jelas menari-nari. Hawa dingin malam selepas hujan menusuk kulitku, membuatku ingin cepat-cepat masuk ke rumah dan tidur berselimutkan kain tebal.

"Yaudah ati-ati ya!" ujarku memecah keheningan. Aku menatapnya nanar, berusaha mencari jawaban atas apa yang telah dilakukannya kepada hatiku.

Dia menatapku dengan tatapan yang tidak ku mengerti. Aku pun membalas tatapannya, tepatnya memberanikan diri untuk melihat matanya yang hitam. Berserah jika mata hitam itu menenggelamkanku dalam pekatnya yang mematikan.

Tanpa ku sadari dia menarik tanganku dan memelukku kedalam dekapannya. Menghapus jarak diantara kami, membuat perutku terasa aneh dan tubuhku tidak ingin menolak. Kurasakan dadanya yang bidang dan membuat ku begitu nyaman.

Aku memejamkan mata, berdoa agar aku bisa menghentikan waktu. Berharap agar selamanya aku bisa seperti ini, menikmati kasih sayang dari orang yang selalu aku cinta. Hangat.

Tanganku bergerak untuk memeluknya kembali, mengusap kepalanya tanpa berkata bahwa aku sangat ingin seperti ini. Hatiku seakan luluh dan takkan membiarkannya membeku lagi. Punggung itu kini bukanlah sekadar fatamorgana, kini aku bisa menyentuhnya secara nyata, bukan sekadar imajinasiku. Terasa dekat, dan takkan menjauh.

Dia mempererat pelukannya, membuatku tenggelam lagi dalam beribu kehangatan yang nyata. Membuat sesak yang seakan terasa nikmat. Tidak ada lagi bayangan untuk tidur dikamar karna dinginnya malam, yang ada hanya bagaimana waktu berhenti agar aku bisa terus seperti ini. Mustahil. Yang aku bisa hanyalah menikmati setiap detik bersamanya. Bersama dia, si balok es yang begitu ku damba.

Aku menenggelamkan kepalaku di dalam pelukannya. Semerbak parfum yang selalu ia pakai memenuhi penciumanku, aroma yang begitu aku suka saat aku di dekatnya.

Tenang. Itulah yang kudapat. Seakan hati ini akan selalu ada yang menjaga. Seakan hati ini tidak takut lagi karna sudah mendapat jaminannya. Luka yang dulu sengaja ku gores untuk memperjuangkannya, seakan kini telah terobati olehnya juga. Hangatnya akan selalu menjaga sinar di hatiku.

Kami pun melepaskan pelukan yang begitu berarti. Entahlah baginya ini berarti atau tidak, tapi bagiku—ini lebih dari apapun. Kami saling tersenyum, menciptakan dunia kami sendiri, dunia yang hanya aku dan dia yang dapat memasukinya.

Dia menyalakan motornya, memecah keheningan diantara kami. Membuat sebagian hatiku tak rela kalau ini berlalu begitu cepat. Besok dan seterusnya, aku belum tentu menemukan kehangatan yang terasa langka.

Tangan besarnya mengelus wajahku. Aku hanya bisa memejamkan mata menikmatinya. Penenang dari rasa khawatir di hatiku yang seakan berkata bahwa dia akan selalu menyayangiku. Aku pun membuka mata dan dia mencubit pipiku pelan.

"Gue pulang dulu ya." Katanya sambil bersiap mengenderai motor. Aku pun mengangguk dan melambaikan tangan ke arahnya. Motor itu berjalan perlahan meninggalkanku dalam kesendirian, kuperhatikan punggungnya yang menjauh ditengah gelapnya malam. Menghilang di belokan jalan. Sepi. Hanya ada aku dan angin yang menjadi saksi bisu tentang apa yang telah kami lalui.

Aku tersenyum kepada diriku sendiri. Bersyukur pada Tuhan yang menurunkanku seseorang yang penuh dengan kejutan. Yang dulu selalu menuai luka, kini menjadi yang terhangat dan pelipur lara. Semuanya terjawab, sedingin apapun dia, pasti ada kehangatan yang jauh tersembunyi dalam sanubarinya. Begitu manis. Pasti aku nggak bisa tidur nih!

--------------------------------------------------

To be Continue....

The Coldest Boyfriend[NASIONAL BEST SELLER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang