[21]Sembunyikah?

185K 8.3K 49
                                    

Selama 2 minggu aku harus menjalani perawatan di rumah sakit. Memang tubuhku sudah mulai membaik, tapi aku masih harus beradaptasi berjalan menggunakan satu kaki. Akhirnya, setelah beberapa hari, aku diizinkan pulang oleh dokter asal aku harus menggunakan kursi roda kemana-mana. Awalnya memang tanganku agak kaku menjalankan kursi roda, tapi lambat laun aku sudah mulai merasa nyaman. Yah, dinikmati sajalah. 

"Wuuhhuu, siapa tuh yang masuk-masuk pakai kursi roda? Lumpuh ya?" Pagi-pagi aku sudah disambut meriah oleh suara cempreng nenek lampir. Siapa lagi kalau bukan cabe-cabean kelas teri itu. Vanya. Aku hanya mendengus malas dan masuk ke kelas tanpa menghiraukannya. 

"Eh, Kena, lo lebih cocok pake kursi roda loh," celotehnya lagi yang hanya ku balas dengan senyuman tulus.  Sudah kebal lah aku denger dia ngomong tanpa otak kayak gitu. Ada yang lebih penting dari pada ngeladenin dia, aku harus mengejar pelajaran yang tertinggal selama 15 hari absen. Ya Tuhan! Pasti monster yang bernama PR akan menghantuiku lagi. Kyaa!!

Teman-temanku menyambut kedatanganku kembali dengan suka cita-kecuali Vanya-mereka membantuku mencatat tugas apa saja selama aku tidak masuk. Ah baik sekali. Beberapa di antara mereka ada yang mendesakku untuk bercerita tentang kecelakaan itu, ada yang meminta kejelasan hubunganku dengan Sena yang sampai saat ini tidak ku temui. Semenjak aku sadar dari kecelakaan itu, aku memang tidak lagi bertemu dengannya. Dia tidak pernah mengontakku, tidak lagi muncul di depanku secara tiba-tiba. Tidak ada tanda-tanda darinya. 

Bel berbunyi, tanda jam masuk sudah dimulai. Ketika pelajaran pun guru-guru turut senang atas kehadiranku, entah itu hanya sekadar basa-basi atau apalah. Yang jelas, aku mengikuti pelajaran dengan penuh konsenterasi, mengesampingkan rasa penasaranku atas keberadaan Sena. Akhirnya, bel istirahat berbunyi. Hatiku langsung berdebar tanpa diduga, rasa sesak kian menjalar perlahan. Mengapa? Ada apa?

"Lo mau ke kantin gak?" tanya Arin seraya bangkit dari kursinya. 

"Enggak, gue makan di taman belakang aja." Dalam hati aku berharap agar menemukan dia yang selama ini hilang keberadaannya. Arin menatapku ragu, lalu dia menyetujui permintaanku. Dia mendorong kursi rodaku keluar kelas, menuntunku menuju tempat yang sangat aku rindukan. 

"Lu tunggu sini, tar gue balik, ok?" Arin langsung beranjak pergi setelah membawaku ke sini-ke taman ini. Jantungku berdegup kencang, menanti kedatangan seseorang yang sedang menghilang. Ku edarkan kepala untuk melihat sekeliling, tidak ada siapa pun selain aku dan angin. Dengan mengumpulkan keberanian, aku mencoba menghubungi ponselnya. Jari-jariku menari di atas layar ponsel, lalu menempelkan ponsel itu ke telinga. Denyut jantungku lebih cepat, tenggorokanku begitu sulit untuk bernafas. 

Maaf nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif  ....

Mendengar itu aku menghembuskan nafas kecewa. Nomornya tidak aktif, dan aku juga tidak merasakan tanda-tanda kehadirannya. Dia kemana sih? 

Sampai Arin kembali ke sini pun sosoknya tak muncul juga. Bahkan sampai makanan yang ku bawa habis dia tidak kunjung datang. Kenapa? Kenapa rasanya sulit?

"Rin..." lirihku ketika Arin mendorongku menuju kelas karena bel telah berbunyi.

"Yaa?" 

"Kok Sena gak keliatan ya?" Aku memberanikan diri bertanya pada Arin. Rasa di hatiku mendesak untuk mencarinya. Tapi jawaban yang aku dapat hanya kedikkan bahu Arin yang seakan tak acuh. Arin kenapa ya? Setiap aku ngomong soal Sena dia seperti tidak peduli. Ah mungkin hanya perasaanku saja kali ya. Mungkin Arin memang tidak mengetahui kabar Sena sama sepertiku, berarti aku harus menanyakan ini ke Rio. 

***

Jam pelajaran hari ini full, jadi aku tidak bisa keluar kelas dan mengintip ke kelas Sena untuk mengecek keberadaannya. Alhasil, aku hanya bisa menunggu dia saat pulang sekolah di depan gerbang seperti yang sekarang aku lakukan. 

Setiap wajah siswa yang keluar kelas ku perhatikan dan tidak ada satu pun yang luput dari penglihatanku. Tapi mengapa sampai sekolah sepi aku tidak menemukan sosok Sena? Atau dia tidak masuk hari ini?

"Lu ngapain di sini?" suara seseorang dari belakang mengagetkanku.

"Rio?!! Sena mana?" tanyaku balik menghiraukan pertanyaannya. 

"......." 

"Mana?!" Suaraku naik satu oktaf. Pikiranku mulai di penuhi terkaan buruk yang mengakibatkan dadaku tersekat. 

"Dia.... gak masuk hari ini, jadi lebih baik elo balik sekarang," kata Rio sambil menepuk bahuku. Aku meneliti wajahnya, berusaha menemukan sebuah kejujuran yang mungkin saja tersembunyi di balik sana. Mengapa hatiku merasa tak yakin? Bukan itu jawaban yang aku mau.

"Serius?" tanyaku lirih. Memohon padanya agar memberitahu kebenaran kepadaku. 

"Iya, gue serius. Tuh, lo udah di jemput sama nyokap lo." tunjuk Rio ke arah wanita yang turun dari mobil. Aku menengok ke arahnya dan kami saling melempar senyum. Aku dan Rio mencium tangan Ibuku ketika dia sudah menghampiri kami. 

"Jemput Kena, Tante?" Rio basa basi.

"Iya nih. Tubuh kamu gimana Ken? Gak ada yang sakit kan?" Aku hanya menggeleng sambil tersenyum menjawab pertanyaannya. 

"Yaudah pulang yuk. Rio, Tante duluan ya. Atau kamu mau sekalian?" tawar Ibuku sambil memegang kursi roda di belakangku.

"Enggak tante, makasih. Rio bawa motor kok." 

"Oh yasudah. Hati-hati. Tante duluan," kata Ibuku sambil mendorong kursi rodaku setelah melambaikan tanga ke Rio. Aku masuk ke mobil dengan dibopong ayahku, sedangkan ibuku melipat kursi roda ke belakang mobil. Aku memandang nanar Rio yang masih berdiri di gerbang, kepalaku ikut bergerak ketika mobil mulai melaju menjauh dari sekolah. Seakan tidak rela karena masih ada sesuatu yang tertinggal di sana. 

"Kamu kenapa sayang?" tanya Ibuku yang menyadari gelagatku. Aku langsung duduk seperti biasa dengan kepala tertunduk.  

"Gak apa-apa kok, Ma," jawabku seraya mengangkat wajah sembari senyum-terpaksa. Sebisa mungkin ku tahan air mata karena jiwa yang mulai meronta. Rindu, khawatir, dan bingung bercampur jadi satu menjadi ramuan ampuh untuk melumpuhkan hatiku. Ku coba menghubunginya lagi tapi hasil yang aku dapat sama. Hanya suara operator wanita yang mengatakan nomor yang aku tuju tidak aktif. Sena kau dimana? Mengapa tiba-tiba menghilang tanpa jejak? Apakah kau sembunyi? 

------------------------------------------

To Be Continue..    

The Coldest Boyfriend[NASIONAL BEST SELLER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang