Arian's feelings

135 18 0
                                    

Setelah acara pemakaman selesai, kini Arian dan Batari sedang membersihkan halaman rumah Arian yang berantakan.

Wajah Arian pucat, karna kekurangan tidur dan belum makan dari pagi tadi, tentu saja Batari sangat khawatir dengan keadaan sahabat nya tersebut.

Batari tau apa yang dirasakan Arian, karna dirinya juga pernah mengalaminya, Arian beruntung karna masih ada sosok Abel disisinya.

"Arian aku lapar." Ucap Batari sambil menyetopkan aksi menyapu nya.

Arian menatap Batari dengan kamat, "Ayo kita makan."

Mereka berdua memasuki rumah dan mengambil nasi beserta lauk-pauk yang disiapkan untuk tamu yang belum pulang.

"Kamu ambil dikit banget." Batari mengambil secentong nasi lalu diberikannya kepada Arian.

Arian tersenyum kecil ketika menyadari jika Batari sedang khawatir kepadanya.

"Makasih."

Dari kejauhan Hinaya dan Abel menatap interaksi mereka berdua, "Menurut kamu gimana bel?" Tanya Hinaya.

Abel menoleh dengan bingung, "Gimana apa?"

"Mereka berdua, menurut kamu cocok gak?"

Abel termenung sambil menatap Arian dan Batari satu persatu, "Aku takut Batari gak akan mau sama anak aku Nay.."

"Loh kenapa?" Tanya Hinaya heran.

"Arian sejak kecil hidup dengan kekurangan, dia dijauhin semua orang, ayahnya seorang pencuri, kini dia bahkan sudah tidak mempunyai ayah."

"Sedangkan Batari, dia anak yang baik, kaya, enggak cocok buat Arian."

Merasa tak suka karna sahabat nya merendahkan anak sendiri, Hinaya langsung menepuk pundak temannya tersebut, "Tapi Arian baik loh, dia anak yang jujur."

"Pasti dimasa depan akan sukses."

"Lagian Batari gak pilih-pilih pasang."

"Kamu mau jodohin Batari sama Arian?" Tanya Abel dan diangguki Hinaya.

"Gimana menurut kamu?"

"Aku gak berani nolak, bisa depet menantu kayak Batari udah jadi berkah buat keluarga kami."

"Kamu berlebihan banget sih bel, Batari gak se istimewa itu sampe jadi berkah buat kalian."

Tanpa mereka sadari, Batari dan Arian kini sedang berjalan mendekati mereka berdua, "Bunda lagi bahas apa?"

Hinaya tersentak kaget ketika orang yang mereka bicarakan sudah ada dihadapannya, "Lagi bahas perjodohan kalian berdua."

Arian bahkan tersedak air yang ia minum karna ucapan dari ibu sahabat nya, "Perjodohan?"

Baru saja Hinaya ingin menjawab, Batari sudah terlebih dahulu memotong ucapannya, "Bunda disaat berduka kayak gini jangan bahas perjodohan. Lagian aku sama Arian cuma sahabat, gak lebih, dan gak mungkin bersama."

Arian tertegun mendengar ucapan Batari yang seolah berkata jika gadis itu sama sekali tidak memiliki niat lain kepadanya.

Tanpa sadar, Arian merasa kecewa dengan kenyataan yang ada, laki-laki itu memalingkan wajahnya dari Batari.

Abel menyadari gelagat aneh dari putra nya, ternyata Arian menyukai Batari, "Bunda cuma mau berniat baik, kenapa kamu semarah ini?"

"Bun, hubungan aku sama Arian murni sebagai teman, gak lebih, jadi, jangan bahas ini lagi dimasa depan."

Batari berjalan meninggalkan rumah Arian, menuju rumahnya sendiri, entahlah mengapa hari ini perasaan nya sangat sensitif hanya karna kata perjodohan.

Ia dengan susah payah melupakan perasaannya kepada Arian, ibunya dengan seenak hati mengatakan perjodohan, bukannya usahanya akan sia-sia?

Misinya memang bukan ingin menjauhi Arian, tetapi memperbaiki persahabatan mereka, dan tidak akan membiarkan sebuah perasaan menghancurkannya.

Kesalahannya dulu dengan cara menyukai sahabat nya sendiri sudah cukup untuk menjadi pelajaran untuk gadis itu.

Batari tau,  jika diantara mereka memiliki perasaan lebih dari sahabat, maka persahabatan mereka akan hancur seperti kehidupan sebelumnya.

Didalam rumah Arian, Hinaya memandang Abel dan Arian dengan pandangan tak enak, "Maaf ya bel, Batari lagi sensitif."

"Sebenarnya dia gak gitu kok."

"Gakpapa nay, aku ngerti." Ucap Abel.

***

Kini Arian sedang termenung didalam kamarnya, ia memikirkan tentang perkataan Batari mengenai hubungan mereka.

"Kenapa gak mungkin?" Ucapnya.

"Kami berdua bukan saudara, atau kerabat, kenapa gak bisa bersama?" Tanya nya lagi.

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamar Arian diketok dari luar, Arian beranjak membuka kan pintu, ternyata itu ibunya.

Abel mengelus kepala putranya, "Kamu sedih?" Tanya Abel.

Arian mengernyit bingung, "Sedih?"

"Kamu menyukai tari kan?"

Deg

Tiba-tiba saja jantung Arian berdebar tak karuan, laki-laki itu menatap ibunya tak percaya.

"Mama tau dari mana?" Tanyanya.

"Mama tau perasaan anaknya, kamu menyukai Batari, tapi dia cuma anggap kamu sebagai sahabat nya."

Arian tau itu, karna kenyataan inilah yang membuat Arian semakin bersedih, "Sebenarnya mama juga suka sama Batari, mama pengen dia yang jadi menantu mama dimasa depan."

"Anaknya baik, walaupun agak tertutup, tapi dia gadis yang sangat jujur.."

"Mama juga suka tari?" Tanya Arian girang.

Mata Arian berbinar terang, Abel bisa melihat setitik harapan dimata anaknya tersebut, "Tapi untuk bersama Batari kamu harus setara dengannya."

"Setara?"

"Kamu harus berjuang keras untuk hidup kamu sendiri, bekerja keras, untuk memenuhi kebutuhan tari, dia anak orang kaya, gak mungkin mau hidup miskin bersama kita."

"Kamu harus sukses agar tari bisa bersama kamu."

TBC

Let's meet again [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang