Tetap up walau nggak rame.
.
.
.
.╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
CAREL
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝"Anjing! Gue telat! Kampret!"
Carel langsung beranjak bangun, membuang selimutnya asal kemudian merangkak turun dari ranjang. Cowok itu celingak-celinguk sebentar, menatap jam weker sebelum kembali membaringkan tubuhnya ke atas kasur. Matanya kemudian terpejam, sementara giginya di dalam sana saling bergemeretak.
"Ulah siapa, nih. Berani banget ubah jam weker gue. Anjing banget tuh orang. Awas aja sampe gue tahu pelakunya."
Carel dengan ogah-ogahan beranjak bangun lagi. Menuambar handuk yang tersampir, kemudian masuk ke kamar mandi. Setelah menyalakan shower, cowoo itu tetap diam. Mengamati pancuran air sebelum memberanikan diri menengadahkan tangan.
Airnya benar-benar dingin, hampir seperti air yang baru saja keluar dari kulkas. Carel sampai kembali menarik tangannya, memeluk kedua lengan dengan gigi gemeretak.
"Anjing! Mana dingin banget lagi. Ah, mending cuci muka, sikat gigi nggak usah mandi. Langsung berangkat aja. Nah, ini baru bagus."
Begitu selesai dengan acara sikat gigi dan cuci muka yang ia lakukan dengan sangat terpaksa, sebab air yang sangat dingin, Carel mengambil skateboard nya sebelum melangkah keluar.
"Kalo pake ini bisa aja. Gue tinggal lewat gang, cari jalan cepet."
Hanya dengan skateboard miliknya, Carel melaju ke sekolah. Melewati sebuah gang. Cukup sempit, motor saja tak akan bisa masuk ke sana. Pantas, jarang sekali ada orang lewat tempat ini, kecuali beberapa pedagang yang memang ingin menjual dagangan ke rumah-rumah yang ada di gang.
"Woi, bocil!"
Carel spontan menapakkan sebelah kaki, hingga skateboard nya bisa berhenti. Cowok itu menarik napas pelan. Waktu sudah mepet, walau sebenarnya ia tak peduli. Tapi di sini, masalahnya ia ini ingin agar bisa menjadi murid yang berbakti. Setidaknya, Carel tak ingin lagi membolos. Minimal, seminggu tiga atau empat kali berangkat siang itu lebih bagus, supaya Dhava bangga memiliki Adik seperti dirinya.
Carel berdecak. "Mau apa lo pada? Kalo mau ngerampok, gue enggak ada duit. Dompet ketinggalan, terus gue aja enggak bawa tas."
Pria bertubuh kekar, tidak memiliki rambut melangkah maju. Tatapan pria itu tertuju ke bawah. Dengan begitu, Carel langsung tahu apa yang dia incar. Padahal, jelas sekali sepatu milik Carel ini sudah kotor dan jarang dicuci. Tapi mata mereka cukup jeli untuk menangkap benda yang memang harganya mahal.
"Lo masih bisa kasih sepatu itu ke gue. Terus ...."
Carel spontan memasang wajah datar. "Lo nggak bisa ambil skateboard ini. Lo mau sepatu gue, 'kan?"
Carel dengan santai melepas sepatunya, kemudian melemparnya tepat menghantam wajah pria berkepala plontos itu. Wajah pria itu sampai langsung berubah suram, begitu sepatunya jatuh ke tanah. Sayang sekali, Carel tidak peduli. Cowok itu mulai sibuk mengamati jam di layar ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAREL
Teen FictionCarel Buana, remaja laki-laki yang hidup dalam kesendirian dari sejak kecil. Sang Ibu sudah meninggal, dan dia tak tahu tentang siapa sang Ayah. Kehidupan Carel tidak jauh-jauh dari hal 'toxic'. Tiap kali, dia harus berurusan dengan yang namanya sal...