Chapter 61

143 25 7
                                    

Rasa-rasanya aku mau namatin ini cerita. Tapi gimana, ya. Alur nya nih masih belum bisa dibuat cepet tamat. Jadi bingung, mau cepet tamatin apa lanjut :)

.
.
.
.

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
CAREL
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════

"Anjir. Leher gue. Jiken emang anjing!"

Sambil memegangi bagian belakang leher, Carel beranjak bangun. Duduk di tepi ranjang. Mengamati sekitar. Gelap gulita sebab tak ada sedikit pun celah untuk membawa cahaya dari luar masuk kemari.

Ada aroma tidak asing di ruangan ini, cukup tahu Carel dengan aroma parfum ini. Untuk memastikan, Carel kembali mengamati sekitar, mengedarkan pandang. Matanya menyipit dan akhirnya ia tahu, ada seseorang duduk di sebuah sofa.

Sofa panjang dengan meja kaca di hadapannya. Untuk warna, sedikit tidak terlihat. Tapi seratus persen yakin, jika warnanya merah maroon. Orang di sana masih duduk dengan kaki menyilang.

Dengan hati-hati, Carel beranjak dari tepi ranjang. Sekitarnya benar-benar gelap, walau masih ada sedikit cahaya yang masuk melewati lubang-lubang kecil. Tapi tetap tak bisa menerangi ruangan luas ini.

"Lo-"

Suara Carel langsung hilang bak tertelan cahaya dari lampu di langit-langit atap yang mendadak menyala. Hanya dengan tepukan tangan sebanyak dua kali, lampu di kamar ini langsung menyala. Dan pelakunya adalah orang yang Carel kenal. Orang yang sekarang sudah berdiri di hadapan Carel.

"Gimana? Nyenyak tidurnya? Atau perlu pindah kamar aja? Atau ada yang kurang, hm?"

Carel rasanya ingin menonjok orang yang ada di hadapannya ini. Orang ini benar-benar berbeda sekarang. Senyumnya bahkan mulai sedikit menakutkan, walau tetap saja tak membuat nyali Carel menciut. Ternyata benar, aroma parfum ini miliknya. Padahal, Carel sudah lama tak bertemu dengannya, tapi ia masih hafal dengan parfumnya.

Carel mengusap-usap belakang leher. "Aneh banget. Kok bisa lo yang di sini?"

"Huh? Kenapa? Lo ga kangen sama gue? Gue aja kangen sama lo."

Gila.

Carel benar-benar merinding sekarang. Dengan tidak sadar saja, ia membawa kakinya melangkah mundur. Sibuk juga tangannya mengusap lengan yang mendadak merinding.

Aura Renka benar-benar aneh. Orang ini tersenyum seperti psikopat, bertingkah lembut seakan Carel adalah perempuan rapuh yang harus dilindungi. Carel juga tidak bisa membaca maksud dari tatapan teduh yang diberikan Renka sekarang ini.

Langkah kaki Renka bergerak lebih dekat. Jarak di antara mereka berdua nyaris dekat, tapi tak bertahan lama sebab Carel sudah lebih dulu menjaga jarak. Berdiri dengan jarak tiga langkah sekarang, sampai Renka dibuat tertawa.

"Kenapa? Gue kangen. Pengen peluk lo. Gue ... juga pengen berterimakasih. Karena lo udah wakilin dendam gue. Lo udah buat wanita itu masuk penjara."

Carel berdecak. "Udah? Gitu doang, 'kan? Sekarang cepet kasih tahu, kita ada di mana sekarang. Terus, mana Jiken?"

Wajah Renka yang sebelumnya cerah sekarang nampak datar. "Kenapa nyariin dia?"

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang