COMPLEMENT - 45

4.2K 383 20
                                    

Haloo👋👋

Salam Merdeka🇮🇩

Selamat HUT RI yang ke-79🇮🇩🇮🇩❤️🤍

Happy Reading 😊

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa 🌟❣️

.

.

.








Deretan rumah yang salah satunya ditempati oleh Arash dan Zea tersebut merupakan calon rumah yang nantinya akan ditinggali oleh pegawai pemerintah yang berpindah tugas ke IKN. Sehubungan dengan pembangunan yang memang belum seratus persen rampung itu, aliran air yang ada di sana juga belum sepenuhnya lancar. Seperti yang saat ini sedang terjadi. Shower air pada kamar mandi yang ada di rumah itu tidak bisa menyala. Sedangkan Zea belum juga mandi dari pagi tadi. Gadis itu sudah beberapa kali menghubungi Arash, menanyakan kapan pria itu akan kembali. Sang surya yang ada di ufuk barat pun mulai menenggelamkan diri. Sinar-sinarnya tidak lagi menyinari bumi. Sebentar lagi bisa dipastikan adzan magrib akan dikumandangkan. Gadis pemilik suara emas itu sudah merasa tidak nyaman dengan tubuhnya, terasa lengket dan ingin segera mandi.

Zea ingin keluar dari rumah itu dan mencari keberadaan Didit—karyawan Arash yang siang tadi membawakan makanan dan camilan untuknya—guna meminta bantuan. Namun, Zea tidak berani untuk keluar dari sana. Gadis itu tidak mengenal siapa pun di sana. Kemungkinan besar Didit juga sudah beristirahat selepas waktu kerjanya usai. Mau mencari Fredy pun percuma karena laki-laki itu sedang bersama dengan Arash.

Lelah karena nomor Arash masih belum aktif juga, Zea memutuskan untuk keluar kamar dan turun ke bawah. Tidak ada pilihan lain karena sekarang dirinya juga ingin buang air kecil. Dan toilet yang ada di rumah itu pun tidak bisa digunakannya. Dengan terpaksa Zea akan keluar dari sana. Ketika tangannya baru saja memegang handel pintu dan akan membukanya, tiba-tiba saja ponsel miliknya berdering. Ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenalnya. Tanpa pikir panjang, Zea langsung menerima panggilan itu.

"Halo, Arunda."

"Akhirnya lo telepon gue juga. Lo di mana sih? Dari tadi gue telepon enggak bisa. Kran airnya enggak bisa, Ar. Gue belum bebersih seharian ini," sahut Zea cepat setelah mendengar suara Arash yang menyapanya.

"Maaf, Arunda. Sekitar lima menit lagi aku sampai sana. Kamu tunggu dulu ya."

"Hem, jangan lama! Lengket semua ini badan gue."

"Iya, Arunda."

Setelah menyelesaikan panggilan telepon dengan Arash yang ternyata meminjam ponsel Fredy untuk menghubunginya tersebut, Zea pun mengurungkan niat awalnya. Gadis itu beralih duduk di sofa tunggal panjang yang ada di ruang tamu. Menunggu kedatangan Arash yang katanya tidak lama lagi.

Sesuai dengan janji Arash, pria itu sampai di hadapan Zea tidak lama setelah panggilan teleponnya. Arash datang membawa dua paper bag yang katanya berisi makanan untuk makan malam mereka berdua. Pria itu juga meminta maaf padanya karena ponselnya lowbat sehingga tidak bisa dihubungi. Dia juga menjelaskan penyebab mengapa dirinya harus kembali ke rumah tersebut lebih sore dari janjinya tadi siang pada Zea.

***

"Ar, yang tadi itu ... "

Arash yang berjalan di samping Zea langsung paham apa yang dimaksud gadis itu.

"Pak Arifin Cahyadi 'kan?" Arash menganggukkan kepalanya. Tangannya terulur untuk memegangi lengan Zea ketika gadis itu hampir saja jatuh akibat tersandung. Ketika berjalan keluar dari rusun, keduanya melihat seorang pria dan wanita muda yang keluar dari salah satu rusun dengan berpelukan mesra. Zea juga melihat dengan jelas pria yang merupakan politisi ternama yang kini memiliki jabatan dalam kabinet itu mencium bibir si perempuan.

COMPLEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang