4 | Dihindari

318 55 186
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Ayo, Neng. Lewat sini biar lebih cepat sampai di hutan," Rijad mengarahkan.

Ruby dan Reva segera berlari mengikuti langkah Rijad dan Hasbi. Mereka sangat panik saat itu, karena pada earbuds masing-masing hanya terdengar suara denging panjang yang berasal dari earbuds Karel dan Nadin. Keduanya bahkan tidak menjawab ketika dipanggil berulang kali. Sehingga menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka yang sedang menjalankan tugas masing-masing.

"Kita bertemu di hutan, guys! Aku dan Ruby sedang menuju ke hutan bersama Pak Hasbi dan Pak Rijad," ajak Reva.

"Kami memang berniat begitu, Va. Tapi ... langkah kami sedang dihadang saat ini," balas Samsul.

Di kandang ayam, Samsul kini sedang berusaha menjaga Iqbal dan Revan di balik punggungnya. Mereka ingin sekali keluar dari sana agar bisa menyusul Karel dan Nadin ke hutan. Namun sesuatu yang tidak terduga baru saja terjadi tepat di depan mata mereka.

"HI ... HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI!!!"

Samsul mencabut kedua samurai pendeknya dari balik punggung.

"Ya ... inilah jawaban atas perasaan tidak enak yang sejak tadi kurasakan. Ternyata benar, aku sudah sering menghadapi jenis makhluk halus yang sama dengan yang kita hadapi sekarang," ujar Iqbal.

"Dan Nadin tampaknya tahu, kalau makhluk halus yang kamu maksud adalah kuntilanak. Dia sempat akan menyebutnya sebelum Karel berteriak dan suara mereka menghilang," tanggap Revan.

"Hati-hati, guys. Sepertinya kuntilanak itu sudah sangat siap ingin menyerang kita," Samsul memberi peringatan.

Kuntilanak yang muncul di ambang pintu kandang ayam itu mendadak menyeringai begitu lebar. Mulutnya penuh taring dan darah, seakan baru saja mengunyah sesuatu. Pemandangan yang mereka lihat sangatlah mengerikan. Namun sebisa mungkin ketiga pemuda itu mencoba bertahan, sambil memperhatikan gerak-gerik kuntilanak tersebut.

"Komunikasi kita dengan Reva dan Ruby tampaknya sudah terputus sejak tadi. Entah apa yang terjadi di hutan, tapi sepertinya itu bukanlah pertanda baik soal keberadaan Karel dan Nadin," lapor Revan, yang baru saja selesai memeriksa ponselnya.

"Kalau begitu mari kita coba tangani kuntilanak itu. Sebisa mungkin, kita harus membuatnya pergi dari kandang ayam ini," usul Samsul.

Belum sempat Revan dan Iqbal menyetujui, kuntilanak yang sejak tadi berdiri di ambang pintu kandang ayam mendadak melayang dengan cepat ke arah mereka.

BRUAKKHHH!!!

Samsul dan Revan terlempar jauh ke belakang akibat serangannya. Ayam-ayam yang ada di dalam kandang tersebut langsung melompat dan berlarian tak tentu arah. Suara mereka begitu ramai, sehingga membuyarkan konsentrasi siapa pun yang ada di sana. Kedua pemuda yang terlempar itu sama sekali tidak bisa menangkis, sekalipun Samsul telah mengeluarkan energi yang cukup besar untuk melindungi dirinya dan kedua anggota tim yang ada di belakangnya. Hanya Iqbal yang tersisa di tengah-tengah kandang dan masih berdiri tegap tak tersentuh oleh kuntilanak itu. Hal itu membuat Iqbal terpaku selama beberapa saat, sebelum akhirnya tersadar ketika mendengar suara takbir dari mulut Samsul dan Revan.

"ALLAHU AKBAR!!!"

Iqbal berbalik dengan cepat. Ia melihat dengan jelas, bahwa kuntilanak itu telah siap untuk kembali menyerang Revan dan Samsul.

"HI ... HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI!!!"

Tangannya segera melepas celurit bulu ayam yang sejak tadi digenggamnya. Ia bergegas membuka ransel milik Revan, untuk mengeluarkan sebotol air mineral yang sudah didoakan. Buru-buru ia membuka tutup botolnya, lalu membaca doa dengan tenang.

"A'udzubillahi minasy-syaithanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. A'udzu biwajhillahil karim, wabikalimatillahit-tammati lati la yujawizuhunna barrun wa fajrun, min syarri ma yanzilu minas-sama'i, wa min syarri ma ya'ruju fiha, wa min syarri ma dzara'a fil ardhi, wa min syarri ma yakhruju minha, wa min syarri fitanil laili wan nahari, wamin syarri thawariqil laili, wamin syarri kulli tharinin illa thariqan yathruqu bi khairin, ya rahman."

Iqbal berlari secepat mungkin ke arah tempat kuntilanak itu berada. Ia hampir berhasil menyiram ke arah yang dituju. Namun sayang, kuntilanak itu mendadak menoleh ke arahnya dan terbang menjauh ke sudut atas kandang ayam.

"HI ... HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI!!!"

Iqbal mencoba mengejarnya lagi. Namun kuntilanak itu terus saja melarikan diri dari kejaran Iqbal, seakan Iqbal adalah manusia yang harus ia hindari. Revan dan Samsul berusaha bangkit dari lantai semen yang menjadi tempat mereka mendarat usai terkena serangan. Keduanya menyaksikan sejak tadi, bagaimana Iqbal mengejar kuntilanak itu terus-menerus. Hal tersebut membuat keduanya saling pandang dan terjebak perasaan bingung.

"Apakah hanya aku yang merasa atau kamu juga merasa?" tanya Revan.

"Ya ... ya ...! Sepertinya aku juga merasa seperti yang kamu rasa, Van. Iqbal sepertinya sangat ditakuti oleh kuntilanak itu, sehingga dia terus saja menghindar saat Iqbal mencoba mengejarnya," jawab Samsul.

Kuntilanak itu akhirnya terpojok. Iqbal masih mengejarnya dan tidak ada pertanda akan berhenti.

"Woy!!! Turun, enggak!!! Jangan cuma berani melayang-layang doang!!! Sini turun!!! Hadapi aku secara langsung!!!" tantang Iqbal, dengan wajah penuh kemarahan.

"HI ... HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI!!!"

Samsul dan Revan saling merapatkan diri, saat kuntilanak itu kembali tertawa. Keduanya seakan sedang memberikan kesempatan bagi Iqbal, untuk menaklukkan kuntilanak itu seorang diri.

"Dari semua setan yang pernah aku temui, baru kali ini aku sampai tidak tahan saat mendengar suaranya. Demi Allah," aku Samsul, berbisik.

"Iya, Sul. Sama. Suara tawanya terlalu melengking daripada suaramu yang lagi nyanyi lagu dangdut," balas Revan, sangat apa adanya.

Iqbal kini berupaya memanjat pada dinding kandang ayam. Ia benar-benar geram karena terus saja dihindari oleh kuntilanak yang sedang dikejarnya. Kuntilanak itu sendiri sebenarnya masih ingin menyerang Revan dan Samsul. Sayang, keinginannya menyerang harus terhalangi oleh keberadaan Iqbal. Membuatnya memutuskan untuk menghilang, sebelum Iqbal benar-benar sampai di atap melalui dinding yang dipanjatnya.

"Woy!!! Kok, ngilang??? Jangan kabur!!! Jangan jadi kuntilanak yang pengecut, dong!!!" amuk Iqbal.

Revan dan Samsul langsung bertepuk tangan dengan kompak. Kedua benar-benar mengapresiasi keberanian sekaligus kegilaan Iqbal ketika menghadapi kuntilanak paling agresif itu.

"Hebat, Bal! Luar biasa!" puji Samsul.

"Pertahankan rekor galakmu sama kuntilanak, Bal! Aku salut dengan kegalakanmu tadi!" tambah Revan.

Iqbal berbalik, meski dirinya masih berada di tengah dinding kandang ayam.

"Kenapa kalian cuma nonton dan bersorak? Bantuin aku, dong! Kalau tadi kalian membantu, kuntilanak itu enggak bakalan bisa kabur," omel Iqbal.

Revan dan Samsul langsung menunjukkan cengiran kuda, sambil menggaruk-garuk kepala mereka yang tidak gatal.

"Maaf, Bal. Kita berdua terlalu menikmati aksimu mengejar dan mengomeli kuntilanak tadi," ujar Revan, jujur.

"Iya, Bal. Entah kenapa kami tadi mendadak merasa, kalau kamu itu memang cocok menjadi pawang kuntilanak," tambah Samsul, melengkapi.

Iqbal langsung memutar kedua bola matanya, sambil mencoba untuk turun dari dinding kandang ayam yang dipanjatnya.

"Ini nih, yang sering diperingatkan Om Alwan saat bicara denganku dan Nadin. Akan selalu ada saatnya kalian berdua sering meniru kelakuan absurd Om Mika dan Om Rasyid pada waktu-waktu tertentu. Terutama saat sedang menghadapi makhluk halus," gerutunya.

* * *

KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang