18 | Diantar

296 48 76
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Setelah sepakat, Uuy dan Bana segera menyelesaikan karung terakhir yang harus diikat sebelum dibawa oleh pekerja lain. Ketika pekerjaan selesai, keduanya langsung mengarahkan Karel dan yang lainnya menuju ke rumah seorang perempuan bernama Desi. Harsa memutuskan ikut bersama mereka, karena merasa penasaran dengan cerita yang Bana dan Uuy sampaikan tadi. Ia benar-benar baru tahu, kalau ada seseorang yang berani memberikan sesajen pada kuntilanak di desanya sendiri. Dan yang lebih mengejutkan baginya adalah, ia sudah lama mengenal siapa orang tersebut.

"Kalau boleh tahu, Pak Uuy ... Pak Bana ... sejak kapan Bapak-bapak tahu soal yang tadi kalian ceritakan?" tanya Hasbi.

"Kami teh baru tahu satu minggu yang lalu, Pak. Belum terlalu lama," jawab Bana, mewakili Uuy.

"Enggak sangka juga kami teh, Pak, mau lihat yang begitu. Itu Ceu Desi teh kalau dilihat sekilas mah kayak yang polos sehari-harinya. Kayak yang normal-normal saja," ujar Uuy.

"Itu benar, Pak Rijad," Harsa ikut buka suara. "Ceu Desi teh enggak pernah kelihatan macam-macam. Sehari-hari dia cuma keluar rumah kalau mau kerja jemur cengkih sama Ibu-ibu dan beberapa anak gadis di desa kami. Setelah selesai kerja, dia akan langsung pulang. Saya dan Istri sama sekali enggak curiga, soal kenapa dia hanya ambil jam kerja sampai jam empat sore saja. Kami pikir, Ceu Desi teh mungkin enggak bisa terlalu kelelahan, makanya butuh istirahat lebih cepat daripada wanita-wanita lain di desa ini. Saya baru tahu, kalau ternyata alasannya pulang cepat adalah karena dia harus buru-buru menyiapkan sesajen untuk kuntilanak."

"Mau bagaimana lagi, Pak Harsa. Memang terkadang kita teh tidak bisa menebak-nebak mana manusia yang benar-benar polos dan yang hanya pura-pura polos. Kebanyakan, orang-orang seperti itu memang enggak bisa ditebak. Bahkan saat ini pun, kita enggak akan tahu kalau dia adalah orang yang pelihara kuntilanak andai saja Mang Uuy dan Mang Bana enggak pernah melihat sendiri faktanya," ujar Rijad.

"Dan kalau boleh saya ikut memberi tahu," Samsul buka suara, "kemungkinan besar perempuan yang memelihara kuntilanak itu sedang melakukan ritual pesugihan, yang mengharuskan dirinya memelihara kuntilanak sebagai syaratnya."

Harsa, Uuy, dan Bana langsung berhenti mendadak. Ketiganya menatap serius ke arah Samsul yang baru saja memberikan informasi mengejutkan pada mereka.

"Pesugihan? Maksudnya, pelihara kuntilanak begitu teh berarti Ceu Desi lagi berusaha cari kekayaan lewat jalur memuja setan?" Harsa ingin memastikan.

Semua orang ikut berhenti dan kini menatap ke arah Harsa tanpa berpaling.

"Benar, Pak Harsa. Biasanya orang yang memelihara kuntilanak sampai harus memberikan sesajen tepat waktu seperti itu adalah untuk menjalani ritual pesugihan. Hanya saja, yang perlu kami cari tahu sekarang adalah motivasi kuntilanak yang dipelihara oleh perempuan itu, sehingga sampai mengambil dan membantai ayam-ayam milik para peternak di desa sebelah," jawab Ruby.

"Entah itu adalah kebiasaan si kuntilanak yang memang suka membantai makhluk hidup, atau memang itu adalah perintah dari perempuan yang menjalani ritual pesugihan tersebut. Hanya ada dua kemungkinan yang pastinya akan kita ketahui nanti," tambah Iqbal, sambil memainkan celurit bulu ayam yang digenggamnya.

Harsa dan Bana langsung mengusap tengkuk masing-masing, akibat merasa merinding atas hal yang baru saja mereka dengar. Mereka kembali melanjutkan perjalanan itu. Keberadaan rumah Desi masih agak jauh dari hutan tempat mereka bertemu tadi. Mereka masih harus menyusuri jalan di pinggiran hutan, sebelum memasuki wilayah perbatasan desa.

Reva menatap Nadin yang kini ada di depannya bersama Iqbal. Revan juga ada bersama mereka, karena saat itu hanya Samsul, Ruby, dan Karel yang berada di depan bersama Hasbi dan Rijad.

"Menurutmu, apakah kita akan langsung berhadapan dengan perempuan bernama Desi yang mereka maksud malam ini?" tanya Reva.

"Semoga saja begitu, Va. Semakin cepat kita berhadapan dengannya, maka akan semakin cepat juga kita bisa menyelesaikan pekerjaan," jawab Nadin.

"Aku akan menghadapi kuntilanak yang dia pelihara itu. Aku enggak akan melepaskannya meski hanya sebentar," Iqbal berencana.

"Tapi usahakan jangan jauh-jauh dari Nadin, Bal. Meskipun kamu sangat ditakuti oleh kuntilanak, kamu tetap harus diberi perlindungan apabila berhadapan secara langsung. Jadi biarkan Nadin tetap ada di sisimu jika memang kamu akan menghadapi kuntilanak itu. Kami tidak mau terjadi apa-apa denganmu. Keselamatanmu adalah yang utama," pesan Revan.

Iqbal langsung berbalik dan berjalan mundur, agar dirinya bisa melihat Revan dengan sangat jelas. Senyum jahil terlihat di wajah pemuda itu, sehingga membuat Reva segera bersiap untuk mendengarkan hal-hal absurd yang mungkin akan Iqbal cetuskan.

"Duh, Revan so sweet banget," pujinya, dengan sengaja. "Zya pasti akan langsung malu-malu kumbang, kalau kamu menunjukkan perhatian padanya seperti yang kamu tunjukkan padaku barusan."

Reva--yang awalnya ingin mengomeli Iqbal--langsung berupaya menahan tawa, saat tahu kalau pemuda itu sengaja mengingatkan Revan pada Zyana. Wajah Revan pun memerah. Ia sadar, bahwa tidak akan ada gunanya sama sekali jika mencoba menyanggah ucapan Iqbal saat itu.

"Dengar itu baik-baik, Van. Sering-seringlah tunjukkan perhatianmu sama Zya. Biar dia semakin yakin, kalau kamu memang serius terhadapnya," tambah Nadin, ikut mendukung aksi Iqbal.

Reva menyikut lengan Revan, agar Kakaknya segera memberikan respon dan tidak hanya menahan-nahan senyum. Revan pun sadar bahwa Nadin dan Iqbal butuh diberi respon setelah Reva menyikut lengannya.

"Aku berencana mau membelikan Zya seekor kucing. Dia selalu saja harus menunggu giliran dengan Ai untuk bisa memeluk Bakpau. Jadi kupikir, akan lebih bagus kalau dia punya kucing sendiri. Tapi, aku tidak tahu harus membelikan kucing dengan warna seperti apa. Aku belum dapat jawaban darinya mengenai hal itu," aku Revan, jujur.

"Warna hitam!" saran Nadin dan Reva, kompak.

Iqbal tersenyum lebar saat mendengar saran kompak tersebut. Nadin dan Reva jelas tahu sekali soal warna yang Zyana sukai, sehingga bisa memberikan saran secepat itu.

"Beli saja kucing yang berjenis sama dengan Pangsit, tapi bulunya harus warna hitam," ujar Nadin.

"Ya. Zya suka sekali dengan warna hitam. Jadi dia pasti akan senang kalau kamu membelikan dia kucing berbulu hitam," dukung Reva, seraya menepuk-nepuk pundak Revan.

"Hitam, ya? Mm ... oke. Insya Allah aku akan coba cari kucing persia berwarna hitam saat pulang nanti," janji Revan, dengan wajah penuh senyuman.

Nadin langsung merangkul Reva, lalu mengajaknya jalan bersama mendahului Revan dan Iqbal.

"Mari menebak. Nama apa yang akan digunakan oleh Zya, saat dia punya kucing sendiri," ajak Nadin.

"Gulali?" tebak Reva.

"Mana ada gulali warnanya hitam, Va? Jangan mengada-ada, dong," balas Nadin, sambil mencubit gemas kedua pipi gadis itu.

"Ada! 'Kan bikin gulali itu tergantung bahan pewarna, Nad!" Reva berusaha membela diri.

* * *

KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang