26 | Kalah

282 49 90
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Jangan mengalihkan perhatianmu dari kami, perempuan laknat! Fokus saja pada pertarungan ini, atau aku akan memberimu cap sebagai pengecut kelas teri!" seru Reva.

"Oh ... faktanya dia memang pengecut, bukan?" ejek Ruby. "Kalau dia bukan pengecut, mana mungkin dia akan menyuruh kuntilanak peliharaannya mengambil sendiri ayam-ayam para peternak di desa sebelah. Seharusnya dia yang mengambil ayam-ayam itu agar bisa ditumbalkan pada kuntilanak peliharaannya. Tapi karena dia pengecut dan takut ketahuan oleh warga desa sebelah, maka dari itulah dia lebih memilih menyuruh kuntilanak itu mengambil sendiri tumbalnya."

Desi kembali terdiam. Ia tidak menduga kalau ada seseorang yang bisa menebak niatannya dengan mudah, seperti yang baru saja Ruby lakukan. Ia selalu berpikir ingin menjalani hidup yang praktis dan jauh dari risiko. Sehingga menyuruh kuntilanak peliharaannya untuk mengambil sendiri tumbal segar dari kandang ayam para peternak di desa sebelah menjadi jalan yang ia pilih. Sayangnya, ternyata ada orang-orang yang bisa menghalangi kuntilanak peliharaannya agar tidak berhasil mengambil tumbal segar tersebut. Bahkan, orang-orang itu juga bisa menebak setiap hal yang dilakukan oleh Desi, padahal mereka sama sekali tidak mengenalnya.

"Jangan sebut aku pengecut, anak kecil!!! Aku bukan pengecut!!! Aku hanya ingin menjalani hidup dengan mudah dan tidak perlu mendapat hambatan!!! Apakah itu salah bagi kalian, hah???" hardik Desi.

"Ingin hidup dengan mudah dan tidak ada hambatan, lalu melakukan pesugihan agar cepat kaya tanpa perlu bekerja keras? Wah ... pikiranmu melebihi pikiran gen z dan gen alpha, ya, rupanya. Padahal kalau dilihat-lihat, usiamu sepertinya termasuk bagian dari gen milenial, loh. Ck-ck-ck! Waktu Allah membagikan sifat rajin, kamu pasti memilih absen dan bermalas-malasan," sindir Reva.

"Uh ... menyala jiwa rajinku!" tambah Ruby, ikut menyindir secara terang-terangan.

"Diam!!! Tutup mulut kalian!!!" amuk Desi.

Hasbi masih mengamati dari bagian luar jendela rumah. Ia tidak pergi ke mana-mana sejak tadi, karena lebih tertarik mengamati keadaan yang sedang terjadi di dalam rumah milik Desi. Revan dan Samsul muncul tak lama kemudian. Membuat Reva dan Ruby merasa sedikit lega, setelah mendapat kepastian bahwa ruang ritual di rumah itu benar-benar sudah dihancurkan.

"Pekerjaan kami sudah selesai," lapor Samsul.

"Ya. Ruang ritualnya dan juga ritual pesugihan yang sedang dia jalani sudah benar-benar kami hancurkan sampai tuntas," tambah Revan.

Desi berbalik ke belakang saat mendengar suara kedua pemuda itu. Kedua matanya membola, saat tahu bahwa Reva dan Ruby tidak hanya berdua saja saat memasuki rumahnya. Tatapan penuh amarahnya kembali tertuju pada Reva dan Ruby, setelah memastikan bahwa ia sedang tidak salah dengar ketika Samsul dan Revan bersuara.

"Kurang ajar!!! Jadi kedua pemuda itu juga ikut masuk ke rumahku, hah??? Kalian masuk secara terpisah ke dalam rumahku, agar kalian bisa memancingku dengan pertarungan dan tetap di sini sampai mereka menghancurkan hasil kerja kerasku??? Kalian sengaja menjebak aku, hah???" murka Desi.

"Ya ... faktanya, sih, begitu. Rencana terbaik untuk membuat kamu meninggalkan ruang ritual sudah jelas adalah dengan mengajakmu bertarung. Kenapa? Kamu marah?" ejek Ruby, seraya tersenyum santai.

"Enggak usah marah-marah. Katanya kamu mau hidup santai dan enggak capek. Marah-marah itu capek, loh. Hemat-hemat saja tenagamu, biar bisa berjalan menuju penjara saat diseret oleh Polisi dari sini," saran Reva, sangat enteng

"Sialan!!! Kalian benar-benar harus aku beri pelajaran malam ini juga!!!"

Desi kembali menyerang ke arah Ruby dan Reva. Samsul dengan sigap menyabetkan samurai pendeknya ke arah kaki perempuan itu, sehingga Ruby dapat menangkap tubuhnya yang limbung dan menjeratnya sekuat mungkin menggunakan tali yang ia pegang.

"ARRRGGGHHH!!! SAKIT!!!" teriak Desi, saat kakinya terkena tebasan samurai pendek milik Samsul.

Ruby tidak peduli dengan teriakan itu. Ia memilih langsung membuatnya terikat dari arah belakang, sehingga Desi kini kesulitan menggerakkan tubuhnya.

"Lepaskan aku, anak kecil!!! Lepaskan!!!"

Desi berusaha memberontak. Perempuan itu berusaha keras melepaskan diri dari tali yang menjerat tubuhnya. Sayangnya, Reva dengan cepat menyabet kedua punggung tangan Desi dengan pedang jarum miliknya, sehingga kedua tangan perempuan itu kini juga berdarah-darah seperti punggung dan kakinya.

"ARRRGGGHHH!!! SAKIT!!! HENTIKAN!!!" teriaknya lagi dengan lebih keras.

Revan menendang perut perempuan itu, agar tidak bisa lagi berteriak. Memberikan rasa sakit di perut jauh lebih efektif untuk membungkam mulut seseorang. Setelah Desi terdiam akibat menahan sakit, Ruby pun segera memutar tubuh hingga punggungnya kini benar-benar melekat di punggung Desi. Kedua besi di ujung tali yang sejak tadi ia pegang erat-erat, langsung ia angkat ke arah pundak kanan seperti biasa. Samsul dan Revan segera memberikan ruang untuk Ruby, karena tahu bahwa gadis itu akan melakukan pekerjaannya yang paling penting. Ketika tubuh Desi telah tertopang pada punggung Ruby, barulah ia mengangkat tubuh perempuan itu lebih tinggi dan membantingnya ke arah depan dengan keras.

BRUAKKHHH!!!

"ARRRGGGGHHHHHH!!!"

Teriakan terakhir Desi bisa terdengar sampai ke jalanan. Semua orang mendengar teriakan itu dan mendadak tahu bahwa Desi saat ini sedang sekarat. Desi merasakan tulang-tulangnya baru saja patah di beberapa bagian. Revan dan Samsul meringis sangat kompak, sementara Reva hanya tersenyum sinis ketika akhirnya Desi sudah tidak berdaya lagi. Revan dan Samsul menyadari, betapa ngilu rasanya jika tulang-tulang di tubuh seseorang mendadak patah dalam satu waktu bersamaan seperti itu.

"Lihat itu, Sul. Jangan pernah kamu main-main sama perasaannya Ruby. Dia enggak akan mengadu sama Om Alwan kalau kamu mempermainkan perasaannya, tapi akan langsung membantingmu hingga patah-patah tulang," bisik Revan, memberi peringatan.

"Mana mungkin juga aku mau mempermainkan perasaan Dek Ruby-ku yang imut dan menggemaskan itu? Kamu pikir aku ini sudah enggak waras, hah?" balas Samsul, ikut berbisik.

Hasbi keluar dari tempatnya bersembunyi, lalu masuk ke rumah itu sambil mengarahkan pistolnya kepada Desi yang masih terkapar di lantai.

"Apakah keadaan rumah ini sudah aman sekarang? Sudah bisa dimasuki oleh orang lain, selain kalian?" tanya Hasbi.

"Insya Allah keadaan rumah ini sudah aman, Pak. Hanya saja, di bagian belakang rumah yang belum aman," jawab Reva.

"Ya. Kami belum dapat laporan dari Karel, Nadin, dan Iqbal soal pertarungan mereka dengan kuntilanak peliharaan perempuan gila ini, Pak Hasbi," tambah Ruby, sambil menggulung tali miliknya agar kembali rapi.

"Kalau begitu, saya akan arahkan beberapa orang anak buah saya yang sudah ada di perjalanan menuju ke sini. Perempuan ini akan segera kami amankan dan dibawa ke kantor," ujar Hasbi.

"Kalau dia tidak bisa jalan gara-gara patah tulang, langsung saja seret, Pak. Tidak usah diangkat pakai tandu. Nanti Bapak terlalu repot," saran Samsul, seraya tersenyum penuh keikhlasan.

* * *

KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang