7 | Energi Negatif Yang Tenang

396 55 129
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Iqbal memakan lapis surabaya yang tadi pagi Nadin bawakan untuknya dari rumah. Keduanya kini sedang duduk berhadapan di bawah tenda penjual mie ayam yang mangkal di depan penginapan. Samsul, Ruby, dan Reva sedang menunggu Revan yang tadi pergi menyusul Karel ke kamarnya. Hanya Nadin yang saat itu menikmati mie ayam, karena perutnya mendadak terasa keroncongan setelah membersihkan diri.

"Yakin, dua mangkuk mie ayam itu sudah cukup memenuhi perutmu?" tanya Iqbal. "Tambah lagi saja, My Princess, kalau memang masih lapar."

"Yakin, My Prince. Aku yakin seribu persen kalau perutku sekarang sudah kenyang. Lagian, aku ini bukan Bakso atau Bakmi yang makannya sering sekali enggak mau putus," jawab Nadin, berusaha meyakinkan Iqbal.

"Serius? Tuh, di sebelah ada penjual gorengan. Siapa tahu kamu mau beli juga, buat jaga-jaga kalau kelaparan mendadak lagi," saran Iqbal.

Nadin menatap gerobak penjual gorengan di samping tenda penjual mie ayam yang mereka kunjungi tersebut. Ia berpikir sebentar, lalu kembali menatap ke arah Iqbal yang masih menantikan jawabannya.

"Boleh, deh. Cirengnya empat, tahu isi empat, ubi goreng empat. Tolong pesankan, ya, My Prince," pinta Nadin, dengan wajah berbinar-binar.

"Lah? Tadi katanya sudah kenyang. Kok, minta bungkus gorengan sampai dua belas biji?" kaget Iqbal.

"Ya, 'kan buat jaga-jaga. Siapa tahu nanti aku memang akan kelaparan mendadak lagi seperti barusan," balas Nadin, seraya tersenyum manis seimut Bakso yang sedang manja pada Bakmi.

Iqbal pun terkekeh usai mendengar jawaban Nadin. Pemuda itu bangkit dari kursinya dan bergegas menuju gerobak penjual gorengan. Saat ia kembali ke penjual mie ayam, Nadin telah membayar pesanannya dan siap untuk pergi dari sana. Keduanya berjalan bersama menuju pintu depan penginapan, lalu berpapasan dengan yang lain sebelum mereka sampai di tujuan.

"Wah ... gorengan, nih. Boleh, dong, bagi satu," celetuk Samsul.

"Jangan!" sahut Iqbal dengan cepat.

Samsul langsung merengut sebal sambil menatap sengit ke arah Iqbal.

"Ini gorengan cuma ada dua belas biji. Empat, buat Nadin. Empat, buat Bundanya Bakso. Empat, buat calon Bunda mertuanya Bakmi. Sudah pas. Enggak bisa dibagi-bagi lagi," jelas Iqbal.

"Yang artinya, semua gorengan itu hanya untuk Nadin. Bundanya Bakso dan calon Bunda mertuanya Bakmi, 'kan, Nadin juga orangnya!" omel Reva, sambil berkacak pinggang di depan Iqbal.

Iqbal pun langsung tersenyum malu-malu seperti biasa. Sementara Reva kini sedang menahan diri, agar tidak perlu menjambak sehelai rambut pun di kepala Iqbal.

"Sudah ... sudah ...! Jangan bertengkar hanya gara-gara gorengan. Ayo, sebaiknya kita segera kembali ke kandang ayam dan ke hutan. Masih banyak yang harus kita telusuri dari kedua tempat itu," ajak Karel, setelah melerai.

Mereka pun segera meninggalkan penginapan. Gorengan yang tadi dibeli oleh Iqbal telah disimpan oleh Nadin dalam ranselnya. Iqbal mengeluarkan topi miliknya, lalu memakaikannya ke kepala Nadin agar tak perlu tersengat sinar matahari sore yang cukup panas. Hal itu membuat Revan maupun Samsul yang ada di belakang mereka langsung melotot dengan kompak.

"Payungin sekalian, Bal! Payungin!" sindir Revan.

"Bungkus, Bal! Bungkus, biar enggak kusam kulitnya Nadin," tambah Samsul.

"Meow!" Pangsit tak mau ketinggalan.

Iqbal pun menoleh ke belakang sambil tertawa pelan, hingga kedua bahunya sedikit terguncang.

"Kalian kenapa, sih? Sampai Pangsit pun juga ikut-ikutan ngomel sama aku. Salahku apa? 'Kan aku barusan cuma ngasih pakai topi doang ke Nadin," heran Iqbal.

"Ya, makanya jangan bikin gebrakan-gebrakan spektakuler melulu, dong, Bal!" sahut Reva. "Kamu enggak mau diomelin. Tapi pas kita lengah sedikit, kamu langsung berbucin ria sama Nadin. Mana kamu enggak mau kena omel, coba?"

"Sabar, guys. Cuma topi, kok, yang Iqbal pakaikan di kepalaku. Kalau dia mendadak memakaikan cincin di jari manisku, itu tandanya aku bakalan nikah duluan sama dia daripada kalian yang belum menikah," ujar Nadin, sangat enteng.

"Coba saja kalau dia berani mendadak menyodorkan cincin ke hadapanmu tanpa aba-aba. Bakalan aku kurung dia di kandang ayam sehari semalam," ancam Samsul, yang tidak mau keduluan menikah oleh Iqbal.

Mereka tiba di rumah Rijad tak lama kemudian. Hasbi tampak sudah menunggu kedatangan mereka bersama Rijad dan Emi di halaman rumah tersebut. Karena waktu hampir memasuki waktu senja, mereka akhirnya segera pergi bersama menuju kandang ayam para peternak di desa itu untuk kembali memeriksa kandang-kandang lain yang belum sempat dikunjungi oleh Samsul, Iqbal, dan Revan.

"Pemilik kandang yang tadi dikunjungi pertama sudah cerita pada saya soal yang terjadi. Mereka mengatakan, bahwa sempat terdengar suara tawa kuntilanak saat ketiga rekan kalian sedang memeriksa kandang tersebut. Dan karena hal itulah, mereka sama sekali tidak berani datang ke sana meskipun mendengar suara keributan ayam-ayam dan juga suara orang-orang yang Terbanting ke dinding," jelas Rijad.

"Pemiliknya juga mengatakan, bahwa mereka mendengar bagaimana Nak Iqbal memaki-maki kuntilanak itu setelah terjadi keributan. Tapi tetap saja, mereka tidak berani datang ke sana akibat merasa takut," tambah Hasbi.

"Tidak apa-apa, Pak. Wajar apabila pemilik kandang ayam itu takut untuk datang, terutama saat mereka sudah mendengar suara tawa kuntilanak yang kami hadapi. Tidak akan bagus situasinya, jika pemilik kandang ayam langsung datang saat mendengar keributan tadi. Saya dan salah satu rekan saya pun terkena serangannya. Hanya satu di antara kami bertiga yang tidak kena serangan, tapi itu pun dia sulit untuk mengatasi kuntilanak tersebut seorang diri," tanggap Samsul.

"Justru memang sebaiknya para pemilik kandang ayam menjauh sementara waktu, Pak. Kami belum tahu sampai sejauh apa keagresifan kuntilanak itu terhadap manusia yang mencoba menghalangi tindakannya mencuri ayam-ayam untuk dibantai. Kami tidak ingin ada korban, jadi alangkah lebih baik apabila Pak RT bisa membantu untuk memberi pengertian pada pemilik kandang ayam," pinta Karel.

"Stop!" Nadin mendadak menghentikan langkah yang lain.

Semua mendadak waspada pada keadaan sekitar. Nadin mendekat pada salah satu kandang ayam yang ada di depannya.

"Ada energi negatif di sekitaran kandang ayam yang ini. Tapi entah kenapa ayam-ayam di dalam sama sekali tidak berisik. Padahal seharusnya ayam-ayam akan berisik apabila ada makhluk halus di sekitarnya," jelas Nadin.

"Apakah menurutmu kuntilanak itu ada di dalam kandang saat ini, Nad?" tanya Ruby, bersiap dengan segala kemungkinan.

"Mari kita pastikan saja secara langsung," saran Karel.

Reva segera berbalik untuk bicara pada Hasbi dan Rijad.

"Pak Hasbi dan Pak Rijad sebaiknya segera menyingkir dari sini. Tolong lakukan saja yang tadi diminta oleh salah satu anggota tim kami," pintanya.

"Baik, Neng. Insya Allah kami akan usahakan segera berkoordinasi dengan para pemilik kandang ayam," janji Rijad.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang