"Aku juga ingin menjadi seseorang yang bisa membuat Kak Lingling merasa cukup nyaman untuk menunjukkan sisi lain dirinya,"
Ice terpaku di tempatnya. Dia memandang lekat wajah Bam, mencoba untuk menemukan celah di sana namun berakhir dengan melihat ketulusan yang sangat pekat. Bam menyukai Lingling, itu sudah pasti. Tapi apakah Ice mau membantu Bam? Untuk menjadi teman, boleh saja. Untuk menjadi kekasih? Tidak, mana mungkin dia mengkhianati Orm.
Dan Ice tau benar apa yang sebenarnya Bam inginkan darinya.
"Maafkan aku, tapi aku rasa aku tidak bisa melakukan apapun untuk membantu mu. Kau harus melakukannya sendiri," ucap Ice, menarik perlahan tangannya dari genggaman gadis itu.
"Mendekati Lingling dan mendapatkan kepercayaannya bukanlah hal yang mudah, aku tau itu karena aku sudah melewati berbagai macam ujian untuk menjadi temannya. Tapi kalau kau terus berusaha dan sabar, suatu saat kau pasti bisa menemukan cara yang tepat untuk menjadi teman nya," Ice menekankan kata teman untuk melihat reaksi dari Bam.
"Begitu ya..." gumam Bam, tampak ada sepercik kekecawaan di suaranya. "Apakah Kakak tidak punya tips atau semacamnya?" tanyanya, belum menunjukkan tanda-tanda akan menyerah.
"Hmm. Kau harus memberi jarak, Lingling bukan tipe orang yang suka didekati dengan agresif. Kalau kau terus menempel padanya, dia justru akan merasa tidak nyaman," jawab Ice. Dia rasa itu adalah satu-satunya bantuan yang bisa dia sampaikan kepada Bam sambil mempertahankan posisinya di pihak Orm.
Bam pun mengangguk paham. Dia menyimpan baik-baik saran dari Ice itu di dalam hatinya.
Suara dering ponsel menyela pembicaraan mereka. Ice dengan cepat mengambil ponselnya yang terletak di atas meja dan melihat siapa yang menelepon. Dahinya seketika berkerut saat melihat nama Orm di sana.
"Orm? Kenapa?" tanya Ice segera setelah dia mengangkat panggilan itu.
"Hmm? Pulang? Sekarang? Bukankah-"
"Oh... oke, aku mengerti. Aku akan mengambil mobil ke parkiran, tunggulah di dekat gerbang,"
"Iya,"
Ice cepat-cepat membereskan barang-barangnya setelah mematikan panggilan. Dia bangkit berdiri lalu pamit kepada Bam yang terlihat kebingungan.
"Aku pergi dulu," ucapnya, tidak menunggu jawaban dari gadis itu dan langsung melangkah pergi.
Ice bergegas melangkahkan kakinya menuju ke tempat parkir. Setelah menemukan mobilnya, gadis itu segera menyalakan mesin dan melaju pergi menuju gerbang utama kampus, dimana Orm dan Lingling sudah menunggunya.
"Masuklah," ucap Ice seraya membuka kunci pintu.
Si Calon Dokter itu tidak bertanya apa-apa setelah melihat wajah Lingling yang membengkak dan jejak air mata mengering di pipinya.
"Ke rumah sakit?" tanya Ice lembut setelah mereka melaju meninggalkan area kampus.
"Aku pulang saja," ucap Lingling lemas.
"Kau sudah minum obat?" tanya Ice lagi.
"Belum. Nanti,"
"Baiklah,"
Sepanjang perjalanan menuju apartemen Lingling, ketiga gadis itu hanya diam saja. Orm ingin menawarkan agar Lingling berbaring dipangkuannya, namun dia teringat kalau tadi dia sempat duduk di bawah pohon sakura, saat ini di rok dan bajunya pasti ada sangat banyak serbuk bunga yang menempel.
Sebagai gantinya, Orm tidak sedetikpun melepaskan tangan Lingling dari dalam genggamannya. Dia mengelus lembut tangan Lingling yang terasa lebih panas dari biasanya itu, mencoba untuk memberikan ketenangan dan kekuatan.

YOU ARE READING
Agent 00K
FanfictionKehilangan satu paru-paru tidak akan menghentikan ku untuk mencintai mu dalam setiap hembusan napas ku Lingling Kwong