Liburan(5)

854 134 16
                                    

"Dengan kematian para pelaku, Faye bisa kembali dalam keadaan baik-baik saja, kan?"

Ice terdiam, memandang wajah sahabatnya yang terlihat sangat santai. "Kau benar," ucapnya, menghela napas panjang. "Memang ada sesuatu yang harus dibayar untuk itu."

Keheningan menyelimuti ruangan. Lingling tampak sedang tenggelam di dalam pikirannya. Sebenarnya Ice ingin menanyakan apa yang sedang terjadi di dalam kepala sahabatnya itu, tapi dia mengurungkan niat. Dia sudah terlalu lelah hari ini, dan perutnya juga sangat lapar.

Namun masih ada satu hal lagi yang ingin dia bahas dengan Lingling.

"Aku sudah mendengar tentang berita pemberhentian mu dari Departemen Forensik," ucap Ice mengangkat topik yang sudah mengganggu pikirannya sejak beberapa hari yang lalu.

"Yah, begitulah," ucap Lingling seraya menyandarkan punggungnyake sofa.

"Kau baik-baik saja, teman? Kau berjuang sangat keras untuk mendapat posisi itu," Ice tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Dia adalah salah satu orang yang menjadi saksi betapa banyak waktu dan tenaga yang harus Lingling korbankan demi bisa bekerja di salah satu departemen kepolisian itu.

Pandangan Lingling berubah dingin. Ice mengenali sorot mata itu. Itu adalah pemandangan yang sering dia lihat dulu di awal pertemanannya dengan Lingling. Itu adalah pertanda bahwa Lingling sedang menutup hatinya.

"Tidak ada yang bisa ku lakukan tentang itu. Mereka sudah mengeluarkan keputusan," ucap Lingling, suaranya terdengar tenang. "Aku juga merasa kalau aku pantas mendapat hukuman itu. Setelah semua yang terjadi."

"Kita masih bisa mengajukan banding. Kepala Kepolisan dan Kepala Departemen mungkin akan mempertimbangkan kembali keputusan mereka," ucap Ice sedikit mendesak.

Namun Lingling tidak memberikan reaksi apapun. Dia hanya memandang kosong ke arah dinding di hadapannya. Kekasih Orm itu terlihat seolah sedang mengisolasi dirinya dari dunia luar.

Ice menghela napas berat. Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk membahas hal ini dengan Lingling. Mungkin Lingling akan bersedia membuka dirinya saat mereka berkumpul kembali bersama Faye nanti. Untuk saat ini, Ice tidak mau terlalu menekan sahabatnya itu.

"Aku lapar sekali," ucap Ice seraya bangkit dari duduknya."Ayo kembali ke luar. Orm pasti sudah menunggu kita."

Pandangan Lingling kembali fokus. Dia mengangguk pelan, lalu mengikuti Ice keluar dari kamar.

Saat mereka kembali bergabung dengan yang lainnya, aroma alkohol langsung menyapa indera penciuman Lingling. Nene, dengan wajah yang sudah memerah, mengajak Ice duduk bersamanya. Rekan Lingling itu menyerahkan sepiring daging yang sudah dibakar, dan menuangkan sake ke dalam sebuah gelas yang kosong untuk Ice.

"Makanlah, Kak. Aku sudah memanggangnya dengan sepenuh hati," ucap Nene.

"Terimakasih," Ice menerima kebaikan Nene itu dengan agak canggung. Keramahan yang ditujukan kepadanya justru membuatnya merasa tidak nyaman.

Lingling memilih untuk kembali duduk di samping kekasihnya. Dia melihat sebotol wine yang isinya hanya tersisa setengah di dekat Orm, gelas gadis itu juga terisi penuh dengan cairan berwarna keunguan.

"Kau minum semuanya sendirian?" tanya Lingling.

Orm mengangkat kepalanya yang terasa berat, memandang tunangannya yang sedang memandang dengan khawatir. Senyuman merekah di wajahnya, napasnya menebarkan aroma wine yang pekat.

"Kakak sudah kembali?" tanya Orm seraya mengulurkan tangan, mengelus wajah Lingling dengan lembut. Dia ingin memastikan bahwa sosok yang duduk di sebelahnya saat ini adalah kekasihnya, bukan ilusi yang dibawa oleh alkohol yang mengalir di dalam darahnya.

Agent 00KWhere stories live. Discover now