"Menurutmu, apakah aku akan membiarkan seseorang membobol API ku hanya karena mereka menginginkannya?"
Bam terdiam. Kata-kata Lingling perlahan terurai dalam pikirannya, tetapi maknanya tetap terasa samar. Sementara itu, gadis yang lebih tua menenggak habis tehnya dan menuangkan sisa isi botol ke dalam gelas.
"Begitu ya..." lirih Bam seraya menghapus air matanya. "Sejak awal, aku memang tidak memiliki kesempatanvv ya?"
"Bolehkah aku meminum teh di gelas Kakak? Tenggorokanku terasa kering," ucap Bam sambil memandang Lingling.
Lingling mengangguk tanpa berkata apa-apa, menyerahkan gelas yang ada di dalam genggamannya kepada Bam. Gadis yang lebih muda itu pun langsung meminum habis isi gelas dalam satu tarikan napas.
"Biar aku yang mencuci gelasnya, Kak," ucap Bam seraya membawa gelas mereka ke wastafel.
Keheningan memeluk mereka berdua. Suara air yang mengalir kaluar dari keran berusaha untuk mengusir keheningan itu, mengisi celah-celah udara di sekitar dapur.
"Bam," panggil Lingling pelan saat mendengar keran air dimatikan.
"Iya, Kak?" jawab Bam tanpa menoleh, membiarkan punggungnya tetap berhadapan dengan punggung Lingling. Matanya memandang keluar dari jendela di hadapannya, mencoba untuk tetap tenang meskipun suara Lingling kembali memanggil gemuruh masuk ke dalam hatinya.
"Maafkan aku," suara Lingling terdengar begitu tulus. "Aku sudah melukai hatimu dengan keberadaanku."
"Kak Ling..."
"Aku-"
Ucapan Lingling terhenti saat dia merasakan ada sepasang tangan yang memeluknya dari belakang. Kepala yang bersandar di punggungnya terasa sangat berat dan pasrah.
"Hentikan, Kak. Tidak ada yang melakukan kesalahan di antara kita. Jangan membuatku semakin tersiksa dengan mendengar permintaan maaf dari Kakak," ucap Bam, tangisnya pecah di sela kalimat.
"Kita kembali seperti hari-hari sebelumnya saja, Kak. Anggap saja Kakak tidak pernah mendengar ocehanku tadi,"
"Lalu..." Bam menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan isakannya. "Bolehkah kita tetap seperti ini sebentar saja?"
Lingling hanya mengangguk pelan, membiarkan keheningan kembali mengambil alih.
Kedua gadis yang sedang berada di dapur itu tidak menyadari bahwa ada sepasang telinga yang sedaritadi mendengar pembicaraan mereka dari balik dinding yang membatasi dapur dengan ruang makan.
"Orm, apa yang-"
Orm buru-buru menutup mulut Nene, memberi isyarat agar gadis itu tidak membuat keributan. Dahi Nene berkerut, menuntut penjelasan. Namun saat dia mengintip ke arah dapur, dia akhirnya paham mengapa Orm menahannya.
Orm dan Nene menyandarkan punggung mereka di dinding, ikut mendengarkan keheningan bersama Lingling dan Bam. Tapi, saat mereka mendengar ada suara langkah yang mendekat, Nene cepat-cepat menarik Orm keluar menuju taman depan.
"Kau baik-baik saja?" tanya Nene sambil mempersilahkan Orm duduk di salah satu bangku yang ada di sana.
"Aku baik-baik saja, Kak," jawab Orm tersenyum.
"Kau yakin? Kau tidak merasa cemburu?"
Orm menggeleng, "Aku mendengar semuanya dari awal, Kak. Aku mengerti kenapa Kak Bam memeluk Kak Lingling."
"Huh?" Nene masih tampak bingung.
"Kalau aku ada di sana, mungkin aku yang akan memeluk Kak Bam lebih dulu. Lalu aku akan menyuruh Kak Lingling untuk ikut berpelukan bersama kami," ucap Orm sambil terkekeh kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Agent 00K
Fiksi PenggemarKehilangan satu paru-paru tidak akan menghentikan ku untuk mencintai mu dalam setiap hembusan napas ku Lingling Kwong