01: Cowok Puding

250K 8.8K 467
                                    

"Abby suka gaunnya?" tanya seorang pria tiga-puluh tahunan yang berjongkok di depan Abby, memeluk pinggang gadis kecil yang berputar-putar mengelilinginya. Gadis itu mengenakan gaun manis berwarna merah muda yang baru dibelikan oleh pria itu. Ayahnya.

Abby mengangguk mantap, ia tersenyum lebar sambil memeluk leher ayahnya. "Suka banget!" begitu serunya. "Makasih ya, Pa..."

Andreas Hutama, ayahnya, menepuk-nepuk punggung anak perempuan satu-satunya itu dengan penuh sayang. "Apapun untuk putri kecil Papa."

Abby merenggangkan pelukannya lalu menunduk ragu. "Nanti Papa dateng, kan, ke acara sekolahnya Abby?"

Suara manja dan polosnya Abby membuat hati ayahnya terenyuh. Ia tersenyum sembari mengelus kedua pipi Abby. "Tentu aja, Papa kan mau ngeliat gimana akting Abby jadi Cinderella," Ayahnya menyentuh ujung dagu Abby dan mengangkatnya. "Pasti cantik banget."

Abby tertawa. Ia menunjukkan jari kelingkingnya. "Janji?"

Ayahnya mengaitkan jari kelingking miliknya sendiri lalu menempelkan ujung ibu jarinya dengan milik Abby. "Janji."

Abby memeluk ayahnya sekali lagi, kali ini lebih lama dari sebelumnya.

"Abby sayang," Dua buah tangan menarik Abby dari pelukan ayahnya. Abby menoleh ke belakang dan mendapati Hayashi Erika, ibu kandungnya, sedang menatap ke arahnya sambil tersenyum.

"Okaasan* akan pergi ke Kuala Lumpur selama seminggu. Abby jangan nakal ya, di rumah Otousan**." Ibunya mengusap puncak kepala Abby lembut.

 Abby menatap ibunya datar. "Hm."

Ibunya mengerutkan dahinya tapi cepat-cepat ia tersenyum kembali. "Abby mau dibawain oleh-oleh apa?"

Abby mengedikkan bahunya. "Nggak usah. Nggak perlu repot-repot. Mama pasti sibuk, Abby ngerti kok."

"Oh?" Wanita Jepang itu menghela napas panjang lalu berdiri. Kemudian, ia menatap pria yang lebih pendek tiga inci di depannya. "Saya akan bawa Abby lagi minggu depan setelah saya kembali dari KL."

Andreas tersenyum kecut. "Kamu berkata seolah-olah Abby itu barang yang bisa kamu pindahkan sesuka hati."

"Tentu dia bukan barang," Erika  menyipitkan matanya. "Dia anak saya. Saya yang melahirkan dia. Sudah seharusnya dia tinggal bersama ibunya."

Abby menggigit bibir bawahnya takut. Ia menatap kedua orangtuanya bergantian. Lagi-lagi mereka bertengkar...

"Peraturan macam apa itu?" tanya Andreas dengan nada defensif. "Kalau kamu lupa, dia juga anak saya. Anak kita. Saya juga ingin melihatnya tumbuh."

"Saya sedang tidak ingin berdebat, pembicaraan ini sampai disini saja." kata Erika. Wanita itu menatap Abby sebentar lalu mendelikkan matanya ke arah Andreas. "Saya tetap akan menjemput Abby minggu depan. Itu final-nya."

Andreas mengangkat sebelah alisnya. "Terserah kamu saja."

Erika kembali menatap lawan bicaranya dengan tajam.

"Baiklah, kita ganti kata terserahnya, kamu benci kata itu. Saya ulangi jawabannya: oke, saya akan berusaha mempercayakan Abby padamu kali ini. Puas?" Andreas mengulangi ucapannya yang disambut dehaman dari Erika.

"Abby, okaasan pergi dulu. Kamu baik-baik disini." kata Erika sambil mencium kening Abby saat mereka telah sampai di depan teras rumah. Hayashi Erika setelah itu berjalan ke arah mobil Mercedes-Benz E-Class miliknya yang terparkir di tepi jalan depan rumahnya tanpa mengucapkan salam perpisahan kepada suaminya.

"Abs, masuk yuk. Bentar lagi kayaknya bakalan hujan." tegur ayahnya yang melihat Abby masih terpaku di tempatnya sedari tadi.

Abby mendongak menatap ayahnya. "Abby mau ke rumah Dimas dulu, ngembaliin game-nya yang Abby sempat pinjem." ujar Abby sambil menunjukkan kaset game Powerpuff Girl di tangan kirinya lalu berlarian kecil menuju pagar yang setengah terbuka.

Cherry BlossomWhere stories live. Discover now