04: Berteman

139K 7.1K 296
                                    

Siang itu selepas pulang sekolah, Abby sudah dijemput oleh supir ayahnya―Pak Wiryo, di lapangan parkir. Dimas berjalan membuntutinya di belakang dengan langkah riang. Anak laki-laki berkulit kuning langsat itu baru saja mendapatkan nilai delapan puluh dua di ulangan Matematika-nya.

Abby mencibir sewaktu Dimas membanggakan nilai yang dia peroleh di depannya tadi. Kata anak perempuan itu, "Coba dari dulu Dimas rajin belajar, pasti dapet ranking satu terus di kelas."

Dimas hanya menanggapi omongan Abby dengan desahan kecil. Jarang-jarang dia bisa mengerjakan soal Matematika berdasarkan kemampuannya. Biasanya ketika ulangan harian sedang berlangsung, ia akan sibuk bertanya ke teman-teman di sekeliling daerah tempat duduknya, apakah mereka sudah selesai mencari jawabannya atau belum. Tapi kali ini berbeda, ia samasekali tidak bertanya apalagi menyontek. Itu berdasarkan pengakuan Dimas sendiri.

Bagi Abby, itu kemajuan yang sangat pesat.

"Abs, tadi gimana latihan dramanya?" tanya Dimas sambil memakai sabuk pengaman, kepalanya menoleh ke belakang berusaha melihat wajah Abby yang tertunduk larut dalam bacaannya. "Abs?"

Abby mengangkat wajahnya. "Kenapa, Dims?"

"Latihan dramanya seru nggak tadi?" ulang Dimas. Sebenarnya ia hanya basa-basi, yang ia paling sukai adalah mendengar cara Abby bercerita. Bagaimana antusiasme gadis itu maupun intonasi suaranya. Semuanya menarik bagi Dimas.

"Seru." jawab Abby singkat.

Dimas mengerinyit. Biasanya Abby akan berceloteh panjang lebar, tapi mengapa sekarang dia jadi pendiam begini?

"Kamu baca apaan sih?" tanya Dimas lagi.

"Naskah."

"Oh." Dimas membasahi bibirnya. "Nanti sore kamu bisa nemenin aku main basket nggak?"

"Nggak bisa, aku mesti ngapal naskah."

Dimas memanyunkan bibirnya. Nggak asik, Abby menjawab pertanyaannya singkat-singkat dan menghiraukannya!

***

Abby mengulang dialog terakhirnya berulang kali. Dari tadi ia mempraktekannya tapi tidak juga hafal-hafal di luar kepala. Sial gara-gara dia masih belum bisa menghafal dialog bagian terakhir, pasti Bu Natali―guru pembimbingnya dalam pementasan ini―akan kecewa padanya. Begitupun anak-anak yang lain. Dia kan termasuk pemeran utama disana. Dan persiapannya sudah lebih dari tiga bulan, terhitung semester kemarin.

"Jangan khawatir, aku selalu memaafkan kalian. Dan aku izinkan kalian tinggal di istana ini bersamaku dan Pangeran." 

Abby mencari asal suara tersebut yang ternyata berada di depan pagar rumahnya. Ia menatap anak laki-laki itu heran. Ngapain dia kesini?

Mario melangkahkan kakinya menuju teras dan duduk di samping Abby. "Lagi ngapain?"

"Ngapalin naskah drama buat pementasan," jawab Abby.

"Pementasan apa?"

"Cinderella," Abby menimbang-nimbang sebentar lalu berkata, "Nonton, ya?"

"Kapan?"

"Tiga hari lagi."

Mario mengangkat kedua alisnya. "Aku usahain deh."

"Oke,"

"Eh, kok di dalem kayaknya rame banget?" tanya Mario yang celingukan melihat ke dalam rumah Abby.

"Iya, Papa lagi sibuk ngurusin acara buat pesta ulang tahun Abby tiga hari lagi." Abby mengatupkan mulutnya lagi. Kalau tidak salah, sepertinya Mario juga berulang tahun di hari yang sama dengannya juga, bukan?

Ups.

"Tiga hari lagi, ya?" ulang Mario yang terlihat berpikir. "Jadi, pas hari pementasan dramanya dong?"

Abby mengangguk ringan.

"Aku diundang, nggak?"

Abby menatap Mario lucu. "Semuanya diundang kok! Jangan lupa bawa hadiah ya, hahaha."

Mario mengusap-usap puncak kepala Abby lembut. "Kalau aku inget."

Abby meraba bagian kepalanya yang ditepuk oleh anak itu. Ia bisa melihat senyuman tipis di wajahnya. Dan semakin lama Abby memperhatikannya, Abby baru menyadari atau lebih tepatnya mengakui kalau anak itu memang sungguh menarik.

"Rio, kamu sebenernya benci nggak sih sama aku?" tanya Abby tiba-tiba, membuat Mario kaget karena Abby bertanya seperti itu.

"Nggak kok."

"Tapi kok keliatannya..."

Mario mengangkat bahunya. "Aku suka kok sama kamu."

Mata Abby melebar. "Apa?"

"Uh - dalam artian nggak membenci kamu." tambah Mario gugup. Hening sejenak, ia berbicara lagi. "Mau jadi temen pertamaku disini?"

Abby menatap tangan Mario (yang diperban) yang terjulur dan tersenyum tipis sebelum menyambut uluran tangan yang hangat itu dengan hati-hati. "Mm-hmm."

Katanya tadi mesti ngapal naskah, Dimas menggertakan giginya dan pergi kembali ke rumahnya lagi.

Cherry BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang