#4 memories

802 144 3
                                    

Four minutes left.

Setiap tahunnya--Miranda, ketua team cheers di sekolah kami, akan mengadakan pesta besar malam tahun baru. Miranda secara pribadi mengundangku. Aku menyetujui hal itu tapi sebagai syaratnya aku boleh mengajak Blue bersamaku. Tahun lalu aku menolak tawaran Miranda, tapi tahun ini, entahlah. Ini adalah tahun terakhir kami di SMA dan tidak ada salahnya mencari pengalaman.

Awalnya Blue tampak tidak setuju sama sekali. Tapi aku terus memaksa dan menjajikan akan membelikannya CD album dari the 1975 jika dia setuju. Akhirnya dia pun setuju.

Malam itu kami mengendap-endap dari asrama dan pergi dengan taksi menuju alamat rumah yang telah di berikan oleh Miranda.

"Apa kau tahu, Miranda sudah menyimpan rasa kepadamu cukup lama." Ucap Blue tiba-tiba.

"What?" Tanyaku sambil menahan sedikit tawa. Aku tahu Miranda selalu melakukan banyak cara untuk menarik perhatianku, fakta itu tidak terlalu membuatku kaget. Tapi aku tidak mengerti maksud Blue dengan mengatakannya langsung kepadaku.

Blue memutar bola matanya dengan jengkel. Ketika Blue tidak menjawab aku kembali bertanya.

"Dari mana kau tahu hal itu?" Tanyaku.

"Well, dia tidak mau berhenti menceritakan semua tentangmu kepada teman-temannya saat jam pelajaran berlangsung. Telingaku hampir berdarah sangking berisiknya suara melengking Miranda dan kawan-kawannya." Jelas Blue dengan nada cuek.

"Tapi aku--maksudku, aku tidak menyukainya."

Aku menyukaimu.

Aku ingin menambahkan kalimat itu tapi aku tidak ingin merusak hubungan kami. Bagaimana jika Blue tidak merasakan hal yang sama? Semuanya akan menjadi terasa sangat canggung.

Aku tidak mengerti apa yang di lihat Miranda pada diriku. Dia bisa saja mendapatkan lelaki manapun yang dia inginkan. Dia cantik dan kaya, kenapa dia harus mengejar lelaki menyedihkan yang tidak memiliki asal-usul yang jelas seperti diriku?

Blue hendak mengatakan sesuatu tapi taksi segera berhenti menandakan bahwa kami telah sampai di tempat tujuan. Kami segera turun lalu aku mengeluarkan lembaran uang dan menyuruh lelaki tua itu untuk menyimpan kembaliannya saja.

Pesta itu benar-benar besar. Hampir seluruh anak SMA di sekolahku diundang.

Begitu kami masuk di rumah mewah tersebut. Aku tidak menyangka Miranda akan menyambutku dan langsung melemparkan dirinya kepadaku. Ketika aku mengatakan bahwa dia melemparkan dirinya kepadaku, maksudnya secara harfiah dia benar-benar melakukannya.

Dengan reflek aku melingkarkan lenganku di tubuhnya ketika dia hampir terjatuh.

"Aku senang kau datang kemari Harry.." Dari suaranya aku yakin bahwa Miranda jelas sedang dalam keadaan mabuk.

Aku melirik Blue di sampingku. Ekspresinya tampak begitu keras dan sulit untuk di baca. Sebelum aku sempat mengatakan apapun dia segera melenggang pergi meninggalkanku dengan Miranda yang masih menggelayut kepadaku.

"Dammit." Umpatku dengan pelan.

Aku berkelit dari Miranda dan segera berjalan dengan cepat untuk mencari keberadaan Blue.

Tiba-tiba, Jack, salah satu kawanku di sekolah muncul di hadapanku. Aku mencoba menahan diri agar tidak menonjok wajahnya saat itu juga.

"Hey mate!"

"Jack, aku tidak bisa berbicara sekarang." Ucapku dengan suara keras agar bisa mengalahkan suara musik yang berdentum.

"Calm down, apa yang membuatmu tampak gelisah? Apa Miranda baru saja menyatakan perasaannya?" Jack tertawa terbahak-bahak dengan leluconnya sendiri. Sementara aku, well, aku hanya memelototinya dengan marah.

Last 7 minutes✔️Where stories live. Discover now