#5 memories

785 141 3
                                    

Three minutes left.

"Ayolah Harry!" Blue tertawa ketika melihatku berjalan dengan langkah gontai tepat di belakangnya. Aku sangat kelelahan karena sedari tadi harus mendaki. Sementara Blue--dia tampak bersemangat dan tampak tidak kehabisan tenaga sama sekali.

Lagi pula ini permintaannya, mau tak mau aku tidak bisa menolak ketika melihat mata biru itu menatapku dengan tatapan memelas yang sangat sulit ditolak. Dia pasti menggunakan semacam sihir karena aku hanya bisa mengangguk dan ikut bersamanya mendaki puncak bukit sialan ini.

Begitu kami sampai diatas, semuanya serasa terbayar habis. Pemandangan dari sini sangat luar biasa. Pemandangan kota tampak bagaikan kerlipan bintang, kemacetan di bawah sana bahkan terlihat indah dari atas sini. Ironis memang.

Langit tampak lebih luar biasa dibandingkan pemandangan perkotaan. Rasanya seolah-olah Tuhan menaburkan berlian di langit begitu saja.

Aku menggenggam tangannya di dalam genggamanku dan mengajaknya untuk duduk di atas hamparan rumput. Blue menyandarkan kepalanya di bahuku sementara aku melingkarkan lenganku di pinggangnya dari belakang.

Rasa sakit di kepalaku tak kunjung hilang sedari tadi. Aku mencoba mengabaikannya dan menutup mataku untuk menikmati momen ini.

Kami kemari untuk menyaksikan meteor merah yang dikabarkan akan tampak di langit London malam ini. Peristiwa yang terjadi hanya sekali seumur hidup. Tentu saja, Blue tidak ingin melewatkannya. Walaupun aku tidak ingin mengakuinya dihadapan Blue, tapi kenyataannya, aku pun sangat ingin menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut sekali seumur hidupku.

Aku membuka mataku dan menengok kesamping hanya untuk mendapati bahwa Blue juga tengah menatapku. Aku tersenyum ketika menatapnya.

Aku bisa merasakan biru matanya menarikku tepat kearahnya. Dengan perlahan tapi pasti, aku mencondongkan tubuhku untuk mempertemukan bibir kami. Bibirnya adalah candu bagiku, aku tidak akan pernah bisa menolaknya.

Seperti biasa, Blue akan menaruh lengannya di leherku ketika aku menciumnya. Aku menyukai bagaimana dia bermain dengan rambutku setiap kali kami berciuman.

Aku ingin mengatakan isi hatiku selama ini kepadanya. Aku ingin memberitahunya bahwa aku telah mencintainya.

Aku mencintainya dengan cara seorang bocah lelaki menemukan cinta pertamanya, sejak pertama kali aku menyambutnya hari itu di panti, sejak pertama kali aku memandang mata birunya. Aku mencintainya dengan cara seorang remaja lelaki mencintainya, ketika dia menunjukkanku konstelasi bintang-bintang dan ketika dia memelukku di atas hamparan rerumputan. Aku mencintainya dengan cara seorang lelaki dewasa mencintainya, aku mencintainya ketika aku mendapati bahwa dia lah satu-satunya orang yang dapat melengkapiku seperti sepotong puzzle.

Tanpanya, aku bukanlah apa-apa. Aku hanyalah lelaki yang tidak memiliki maksud dan juga tujuan-- lelaki yang selalu merasa terbuang hanya karena ibu kandungnya sendiri bahkan tidak menginginkannya.

Tapi bersama Blue; aku merasa memiliki tujuan. Aku merasa berguna karena diinginkan, dan dengannya, aku menemukan tempat yang bisa ku sebut rumah.

Aku mencintainya setiap saat, dengan setiap fiber dan sel terkecil di dalam diriku, dan dengan segala hal yang menjadikanku diriku hingga detik ini. Dan aku akan jatuh cinta lagi dan lagi hanya dengan menatap wajahnya.

"Blue.." Aku melepaskan diri, sementara Blue hanya menatapku dengan tatapan bingung.

"Aku ingin memberitahumu sesuatu." Ujarku.

"Okay." Jawabnya singkat sementara dia menatapku dengan tatapan tenangnya.

Pipinya tampak merona sementara bibirnya--bibirnya tampak lebih merah dari warna normal seharusnya akibat ciuman kami barusan. Aku menahan diri agar tidak kembali menciumnya detik itu juga.

"Aku ingin mengatakan padamu, bahwa aku--" Aku menghembuskan nafas panjang dan menguatkan tekadku untuk mengatakannya.

"Aku mencintaimu, Blue."

Blue menatapku dengan mata birunya yang membelalak tak percaya.

"Aku tahu kau mungkin berpikir bahwa semua ini terlalu cepat. Tapi tidak untukku, aku mencintaimu sudah sejak lama, aku hanya tidak menyadarinya langsung. Aku mengingatmu hari itu, Blue. Hari ketika kau melangkah untuk pertama kalinya memasuki panti dan menjadi bagian dari hidupku, dan tanpa kau sadari, kau juga telah melangkah kedalam hatiku. Hari itu adalah hari dimana kau merubah segalanya di dalam hidupku. Aku bahagia karena aku menemukanmu."

Ada air mata di mata Blue ketika dia menatapku sambil tersenyum. Air mata bahagia.

"Aku tidak menyangka kau akan mengatakannya, Harry." Ucapnya.

Dia melingkarkan lengannya di leherku sehingga dahi kami saling bersentuhan. Nafasnya begitu hangat di wajahku, dan dia beraroma seperti coklat.

"Aku mencintaimu, Harry."

Begitu kata itu keluar dari mulutnya. Aku tidak bisa menahan senyuman lebar yang tersungging diwajahku. Kali ini Blue lah yang mencondongkan tubuhnya lebih awal. Tapi dia berhenti ketika sebuah cahaya kemerahan memantul di langit malam.

Kami menengok dan menatap langit secara bersamaan. Pancuran cahaya meteor menggores langit malam dengan cahaya oranye, kuning, dan merah. Pemandangan di hadapanku begitu indah dan benar-benar membuatku kehilangan nafas hanya dengan menatap keindahannya. Ini hanya terjadi sekali seumur hidup, aku mengingatkan diriku.

Tapi aku tidak begitu peduli selain menengok kesamping untuk menatap ekspresi Blue. Dan yang kudapat merupakan pemandangan yang lebih indah lagi karena menyaksikan meteor itu melalui pantulan matanya. Mata yang membuatku jatuh cinta.

Aku memejamkan mataku ketika rasa sakit kembali menjalar. Kupikir sakit kepalaku sudah menghilang, rasa sakit ini benar-benar merusak momen. Kepalaku rasanya seperti ditikam dari dalam. Aku merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari hidungku dan mengalir menuruni daguku.

Aku mengecap darah begitu semuanya menjadi kabur dan tiba-tiba, aku terhisap ke dalam kegelapan.

Last 7 minutes✔️Where stories live. Discover now