Dipaksa Ellie

1.1K 124 30
                                    

Cuaca panas siang ini membuat Niall merasa sangat gerah. Dan sungguh bodoh dirinya memakai pakaian panjang dan tebal. Entah dedemit jenis apa yang merasuki otaknya sehingga menggunakan pakaian panjang dan tebal pada cuaca panas.

Bagus sih, pake baju panjang pas lagi panas. Tapi, emangnya itu engga aneh?

"Nasib jomblo. Kemana-mana sendirian." Gumam Niall pada diri sendiri.

Saat ini, Niall sedang mengitari jalanan sendirian menggunakan kedua kakinya. Yah, Niall mah apa atuh, di saat orang di jalanan pada ngapel, Niall justru meratapi nasibnya. Atau lebih tepatnya memikirkan nasibnya.

Ellie datang kembali ke kehidupan Niall. Emang sih, seharusnya masa lalu ditempatkan pada tempat yang tidak akan pernah terulang dan tidak seharusnya melihat ke belakang.

Tapi, kalo yang ini pasti bakalan mikir dua kali.

Di saat melihat indahnya dunia jalanan yang sumpek, getaran pada sakunya mulai terasa. Niall mengambil ponselnya dan melihat caller IDnya.

Ellie is calling..

Lah, si suek. Baru juga dipikirin udah kayak setan muncul. Mantan kan setan. Setan kan mantan. Berarti, Ellie itu mantan Niall yang menjelma jadi setan, ya?

Dan Niall semakin bingung untuk memilih. Ada dua pilihan saat ini. Mengangkat telepon, atau me-rejectnya. Duh ileh, udah kayak lagu aja direject.

'Angkat deh.'

"Halo?"

Suara Niall tertahan seketika saat mendengar apa yang diucapkan Ellie.

"Harus banget sekarang? Duh, maaf ya. Artis sibuk gabisa. Oh--sekarang udah mau jam 1. Niall baru inget, nih. Jam 1 kan Niall mau ada ngedate sama... Dijah." Ucapannya terasa menggantung diakhir saat mengucapkan kata 'Dijah'

Tidak ada nama lain yang menyangkut di kepalanya selain Dijah. Jadi, apa boleh buat?

"Kalo Niall gamau gimana?" Ucap Niall pada Ellie di telepon. Niall terlihat sangat tidak ingin berbicara pada Ellie.

Dan tanpa jawaban apapun, Niall segera menutup telepon dari Ellie. Dengan wajah bagaikan orang marah dieffect Snapchat yang berwarna merah, Niall berjalan dengan kesal.

Rupanya, Ellie memaksanya, dan mengancam Niall untuk bertemu dengannya saat ini.
**

"Wah, Niall. Dateng juga akhirnya. Aku kira kamu ngga bakal dateng, loh."

Niall hanya terdiam menahan amarahnya yang tertahan.

"Mau ngapain? Mau minta maaf? Udah telat. Gih, sono pergi. Ngapain sih Ellie kesini?"

Dasar anak tidak tau sopan santun. Dateng ke tempat café elit, dibayarin makan, pas dateng malah marah-marah.

"Niall gausah kayak cewe gitu dong dikit-dikit baper. Nih, minum dulu cappucinonya." Ujar Ellie ramah menawarkan pada Niall.

Niall melihat bulir-bulir dingin yang terlihat pada luar gelas cappucino tersebut. Yang ada di otaknya saat ini adalah 'dasar mantan sialan. tau aja Niall haus. tapi mau ngambil gengsi.'

"Udah, gausah gengsi. Nih, minum. Udah Ellie bayar kok."

Seperti Mama Lauren, Ellie bisa mengetahui apa yang ada dipikiran Niall hanya dengan menebak. "Dih, siapa yang gengsi? Cewek kali gengsi."

Dan dengan itu, Niall menghempaskan tubuhnya di kursi empuk yang ada dihadapannya saat ini. Niall segera menaruh tas di sampingnya, beserta ponsel di atas meja.

Ellie hanya melihat Niall dengan tatapan kesal. "Kenapa sih, Niall gabisa baik ke Ellie? Sekali aja?"

"Bodo ler. Pikir aja sono pake otak lo. Eh, lupa. Otaknya kecil ya jadi gabisa mikir. Kalo gitu, pake perut aja ya. Perut lo kan gede banyak lemak tuh. Coba pikir ya. Oh, satu lagi. Lain kali, kalo mau ketemu Niall jangan di café gini ya? Ga level."

Ucapan panjang lebar Niall berhasil membuat Ellie bungkam dan membuka mulutnya berbentuk 'O'

Hingga tidak terasa setetes iler mengalir dari mulut Ellie. Merasa sadar, Ellie segera mengelapnya.

"Dasar Niall gatau diri. Emang dia kira, dia bisa pergi gitu aja? Awas, liat aja ntar! Tunggu pembalasan Adinda, wahai Kakanda!"

Ellie mendengus kesal. Ia melihat Niall berjalan keluar dari café. Dan hal ini semakin membuat Ellie berpikir. Ia hanya ingin memperbaiki hubungan lamanya dengan Niall. Membuat semuanya kembali seperti semula. Walaupun Ellie tahu, Niall tidak akan pernah mau.

Sambil memikirkan caranya, Ellie melihat ke arah meja makannya. Dengan cepat, sebuah ide melintas di kepalanya.

'Dasar Niall bodoh. Hp nya ketinggalan.'
**

Setelah keluar dari café tersebut dan berjalan tergesa-gesa, Niall segera menyetop taksi untuk mengantarkannya pulang kembali.

Menurutnya, hari ini sangat membuang waktu. Hari minggu yang sangat berharga ia sia-siakan demi setan sialan.

"Bang, taksi. Anterin sampe rumah gapake lama. Gapedes pake sayur. Cepetan. Niall mau tidur." Ucap Niall melantur.

Sang supir taksi hanya memasang tampang bingung, dan segera menyetujui ucapan Niall untuk mengantarkan sampai di rumah.

"Dah. Makasih ya bang. Nih, duitnya. Kembalian ambil aja. Anggep sedekah ya?" Ujar Niall yang membuatnya terlihat menjadi orang yang bloon.

Dan sang supir taksi hanya mengangguk. "M-makasih ya, Tuan. Semoga Tuan bisa tersenyum karena daritadi mukanya kusut kayak kresek daging kurban."

Niall hanya mengangguk dan menutup pintu taksi. Dan Niall pun berjalan memasuki kediamannya.

Menghempaskan badannya di kasur, Niall berasa di surga dunia yang tiada taranya.

"Haduh, kasur bebep. Abang kangen sama Kinting." Ucap Niall sinting berbicara pada kasurnya sendiri.

Yak. Kinting. Sebuah plesetan dari kata 'Sinting' karena Niall suka berbicara sinting pada kasurnya.

Di saat ia ingin memejamkan mata, Niall kembali teringat sesuatu.

"Hp Niall kemana ya?"
**

WUSHUWSHHWUUUUUSSH
cie baru update cie
digantungin gak kalian???
ngerasain kan rasanya digantung:( GAKLE WOOOO CANDAA WUSSHHH

yak maaf pendek soalnya chapter ini cuma khusus bagian Ellie sama Niall. Ntar dilanjut lagi kok.

thank you for 3k votes!! ini cerita absurd bgt alay pula bahasanya tp alhamdulilah pada suka. (ngga yakin juga sih pada suka) dasar sotoy.

gue abis selesai uts heheheh udh 3 bulan inactive wattpad hehee abis ini mau active lg hehehebehebe post ff baru hehehehe

dah ah bacot gue. dont forget to votes yoo!:)x

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 09, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Niall Si Tukang SenamWhere stories live. Discover now