Drei

761 71 93
                                    

Rumah Sakit Faustekrankenhaus berdiri empat lantai di pinggiran kota. Sering disangka museum, bangunan bergaya romawi dengan pilar-pilar menjulang itu diapit oleh pusat perbelanjaan dan gedung kesenian. Sejak Perang Dunia Kedua, Faustekrankenhaus sudah berjasa melindungi perwira-perwira berpangkat tinggi yang melakukan misi pengintaian ke Polandia, sebelum akhirnya menjadi markas terdepan penyerangan menuju Warsawa. Gedung tua bercat merah tua itu telah jadi saksi medis mulai dari perihnya kaki digergaji tanpa anestesi hingga bedah syaraf mikro di tangan ahli bedah neuro ternama. Dokter-dokter peraih Nobel seperti Virchow dan Koch bahkan pernah bekerja di sana.

Keringat dan kerutan dahi bidan jadi titik fokus mata Diana hari ini. Ia kesulitan mengatur napas dalam pelukan rasa sakit persalinan. Kabut hitam terbungkus tawa mengepul dari tiga luka di kepala Kegelapan. Akumulasi hawa dan tawa busuk itu jelas menambah rusak suasana hati Diana yang sedang sibuk menderita. Tanda seru menjejali kepalanya yang sejak tadi berdenyut nyeri. Ia berharap saraf-saraf nosiseptornya dimatikan saja.

Dengan berat hati, Diana harus melebarkan selangkangan suci dan membuka jalan lahir bagi Sosok Kecil yang secara sepihak minta dinamai Oliver. Diana makin sering mengerang di tengah hiruk pikuk instruksi dari bidan. Perlahan, jari-jari gemuk pucat milik bidan bertato Tiger Moth itu menarik kepala dan memutar badan sang Bayi Keji hingga leluasa meluncur menuju hingar bingar di balik merahnya dinding rahim Diana. Tangisan bernada dasar E flat merongrong seisi ruangan persalinan, mengiringi tingkap-tingkap langit yang juga riuh menurunkan keping-keping saljunya. Petugas-petugas medis di koridor B menoleh dan mencari asal lengkingan serak itu, lalu cepat-cepat kembali ke urusan masing-masing. Suara yang terlalu suram untuk rumah sakit yang terkenal bernuansa ceria itu.

Seorang anak telah lahir, lambang kebinasaan tegak di atas bahunya, dan gelarnya ialah Kehancuran. Seisi ruangan persalinan tersenyum bahagia tanpa tahu hal mengerikan yang sedang tumbuh dalam genggaman mungil Sang Bayi. Sasana tarung tengah bersiap, Sang Bayi di sudut merah kontra Diana di sudut biru. Pertarungan baru saja akan dimulai.

Diana tak tahu harus pasang strategi macam apa. Bahkan dia tak punya strategi sama sekali. Sebab hal ini baru dialaminya pertama kali. Karena itu nalurinya tak cukup jeli. Apa anak semata wayang yang sewenang-wenang ini akan menyerang lebih dulu?

Diliputi keterpaksaan, tiap sudut logika dalam diri Diana belajar untuk menerima eksistensi makhluk di pelukannya. Jahitan demi jahitan perih di antara paha tak lagi punya esensi untuk dihiraukan. Makhluk bermata biru yang masih kemerahan kulitnya itu terlalu mengerikan untuk diabaikan, apalagi Diana tahu monster macam apa yang menjelma menjadi sang bayi. Sesaat, Diana terkejut melihat putih mata bayinya sekejap berubah hitam. Diana cepat-cepat menoleh meminta penjelasan ke arah Kegelapan yang hanya mengangkat bahu tanda tak peduli. Intuisi Diana digetarkan oleh aura mematikan dari anak itu. Akan jadi apa dia kelak? Sungguh Diana hanya bisa menebak-nebak.

"Bayi yang sangat tampan. Carilah nama yang baik untuknya," kata seorang perawat.

Ya, manusia manapun akan terpesona dengan wujud Sang Bayi-- tampak bersih tanpa dosa. Begitulah penilaian orang dewasa terhadap bayi pada umumnya. Tapi bagaimana dengan Oliver? Mungkinkah dia seperti kuburan pualam putih? Yang dari luar tampak bersih berkilauan, namun di dalamnya penuh tulang belulang kebusukan?

Bidan gemuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Hanya saja ia sedikit kaget saat menyadari tali pusar Oliver yang dipotongnya tiba-tiba saja menghilang. Kejadian itu membuat bidan itu merinding ketakutan. Ia membersihkan darah dari tubuh Diana, lalu cepat-cepat pergi. Namun, saat sang bidan sampai di ruang bidan dan hendak menceritakan pengalamannya, dia malah tidak bisa mengingatnya. Kegelapan ada di situ. Tiarap manis di meja bidan sambil bertopang dagu, lalu melayang pergi menembus tembok putih rumah sakit setelah selesai mengocok ingatan bidan tadi.

DEVOLVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang