Bab 4

73 7 0
                                    

Hari itu, hari dimana aku bertemu dengan lelaki yang membuat aku merasa canggung saat berada di dekatnya dan membuat aku selalu merasa ada yang berbeda, Aldi, cowo itu kenapa kemarin dingin sekali padaku? Ada apa denganku? Kenapa saat dinner keluarga, ia bersikap sopan dan terlihat sangat friendly tetapi kemarin, beda seratus delapan puluh derajat.

Apa mungkin karena aku jelek? Sepertinya aku berpenampilan sewajarnya, make up tipis dan baju yang tidak bisa dibilang seperti gembel.

Moodku turun seketika mengingatnya. Wujud aslinya semakin lama semakin terlihat, nanti apabila aku ketemu dengan Aldi lagi pasti ia akan lebih lebih dingin dibanding kemarin.

By the way, sekarang aku sedang ada cara ulang tahun yang aku bilang kemarin.

Dimulai pukul 8 malem tadi..

Sekarang Aku berada di ruanganku, suara dengungan musik yang keras sangat terdengar.

Berkali-kali aku menghembuskan nafas berat mendengar suara keras itu yang mengganggu ketenangan. Semoga acara diluar berjalan sesuai rencana.

Merasa bosan didalam ruang kerja, aku beranjak dari kursi dan pergi berjalan menuju acara itu.

Agak takut keluar, tapi ku berani-berani kan untuk sekedar mengecek apakah sajian yang diberikan sesuai atau tidak.

Saat ku buka pintu dan baru satu langkah dari pintu tiba-tiba ada seseorang yang menabrak ku dari arah kiri,

Kepalaku terbentur oleh dada lelaki itu, aku nyaris terjatuh. Jika ia tidak cepat menarik tanganku, bisa-bisa aku terjatuh ke lantai. Aku terbawa kehadapannya, sangat dekat untuk ukuran seseorang untuk berbicara.

Dari jarak yang sedekat ini, aku bisa merasakan aroma parfum yang sangat nyaman.

"Lo engga papa?" Suara itu membuat kepalaku menghadap tepat 5cm berjarak.

Aku menatap lekat mata itu dan sangat nyaman dilihat, tatapannya lembut membuatku ingin terus melihatnya.

Lelaki itu terlihat bingung, alisnya berkerut. Mungkin karena ia menyadari bahwa aku aneh menatapnya.

Saatku melihat seluruh wajahnya, mulai dari pipi dan jawline yang sangat jelas, dahinya yang sangat mulus, dan bibirnya tipis tetapi untuk ukuran cowo gentle, perfect.

Aku menjauhkan badanku dengan cowo itu, aku kenal dirinya, meskipun hanya dua kali bertemu, aku mengenalinya. Aldi, dia disini, di Cafe ku. Untuk apa dia disini? Menghadiri acara ulang tahun?

"Aldi? Lo ngapain disini?" Tanyaku gugup setelah aku mendorong tubuhku menjauh dari tubuhnya yang bidang.

Awalnya ia juga kaget dengan kehadiran ku disini, sangat jelas terlihat dari raut wajah yang ia tampilkan tetapi beberapa detik kemudian ia menampilkan wajah dinginnya.

"Ngadirin acara ultah Temen gue," kata Aldi dengan mencuri-curi pandangannya ke arah lain, seakan enggan berbicara denganku.

Aku ber-oh, ia menghadiri acara ultah temannya yang bawel itu.

"Ini Cafe gue," ucapku, ia melihatku. Kaget.

Ia hanya ber-oh. Hanya itu.

"Yaudah gue balik ke acara." Katanya pergi meninggalkanku.

---

Acara ulang tahun itu sudah selesai, tetapi orang yang berulang tahun belum pulang. Ia bersama Aldi, akrab, dan mereka hanya berdua.

Aku berada di depan kasir, sedikit memerhatikan mereka berdua yang sedang mengobrol, entah mereka membicarakan apa.

"Gimana acaranya, Sit?" Kataku kepada Sita yang sibuk membereskan piring-piring kotor di meja dekatku duduk.

"Lancar, Bos." Ia mengacungkan jempolnya.

Aku lega mendengarnya, acara dan dekorasi sukses.

Tiba-tiba ponselku yang berada di kantong celana bergetar.

Ada sebuah pesan singkat, aku langsung membaca, nama yang tertata disana, mama.

Besok malem kita bertemu dengan keluarga Om Ferdi lagi. Hari ini kamu beli dress yang cantik ya. Mama tunggu di rumah.

From Mama

Padahal baru sembilan hari yang lalu aku bertemu dengan keluarga Om Ferdi. Berarti aku akan ketemu dengan Aldi, lagi? Ya Tuhan, aku berpikir setelah pertemuan di cafeku, aku takkan bertemu dengannya.

"Bos," kata Sita mencolok bahuku, menyadarkanku. Ia memberi kode dengan menggerakkan dagunya kearah seseorang yang berada di depanku. Aku menoleh.

Wanita itu tersenyum melihatku. Mungkin ia Berkali-kali memanggilku tetapi aku tidak menyahut karena sedang memilikirkan orang yang sekarang berada disamping nya.

"Iya?" Aku langsung berdiri dari dudukku, bersikap sopan kepada pelanggan. Aldi menatapku dengan dingin.

"Gue mau minta maaf soal waktu itu marah-marah dan bawel banget sama lu." Tania, cewe itu dilihat dari dekat sangat cantik, berbeda mungkin denganku.

"Engga papa ko." Aku tersenyum tulus, ternyata ia tidak seperti yang aku pikirkan.

"Oiya, uangnya udah gue transfer. Acara sukses, dekornya gue suka, dan makananya enak banget. Dan lu harus lebih banyak belajar dari Aldi, ia ahli dalam bidang itu." Katanya tersenyum sambil menujuk Aldi.

Aku hanya tersenyum, iya, Aldi memang lebih mahir dalam urusan masak-memasak.

Belajar masak dengannya sudah kuurungkan karena Sikap dinginnya sudah terpancarkan bahwa ia tidak mau berteman denganku.

"Kalau gitu, gue pulang ya." Katanya menjabat tanganku.

"Terima kasih sudah menjadi pelanggan kami." Kataku tersenyum sopan.

"Gue balik ya." Aldi angkat bicara. Agak kaget ia bersikap mengenaliku, aku pikir ia akan langsung pergi tanpa berkata apapun.

"Tunggu, kalian udah kenal?" Kata Tania menunjuk ku dan Aldi.

"Cuman kenal doang ko." Omongannya tepat, tetapi kenapa hatiku agak sakit ya. Kenapa ia tidak bilang bahwa aku ini temannya atau apalah.

Wanita itu ber-oh, lalu mereka pergi.

ONE THING(END)Where stories live. Discover now