Bab 8

64 5 0
                                    

Sampailah kami di Tangkuban perahu. Aku masih tak bisa mikir hal logis apa yang membuat Aldi mau ikut liburan denganku.

Apakah karena orang tua Aldi yang memaksanya untuk ikut?
Atau Karena Aldi engga mau berdebat dengan orang tua nya?
Atau Aldi sedang sumpek dengan pekerjaannya?
Atau ada hal lain?

Aku sudah melupakan kejadian yang membuatku ngambek.

Kami sedang menikmati pemandangan yang sangat menyejukkan, angin sejuk mengarah wajahku sampai kedalaman otak dan pikiranku.

Setelah sampai, tercium aroma belerang yang sangat menyengat di hidung, sehingga kami membeli masker untuk menutupi aroma tersebut.

Aku berjalan beriringan dengan Aldi, tidak tau kenapa hal-hal yang Aldi lakukan di Bandung sangat amat jauh dengan apa yang di lakukan nya dulu padaku.

Aldi tetep cowo dingin tetapi ia perhatian, aku terkadang memperhatikan bersikap dinginnya, cara menatapnya, dan apapun itu.

"Al, gue mau beli kacamata, silau banget," aku berjalan melewati Aldi.

Tina? Ia sedari tadi hanya mengekori aku dan aldi saja.

Aku berhenti sepuluh langkah dan memilih kacamata yang cocok dengan seleraku.

"Yang ini bagus engga Al?" Kataku mengambil kacamata berwarna coklat.

"Coba yang ini deh lin, kayaknya lebih bagus," kata Aldi memberikan kacamata berwarna hitam elegan, aku suka, seleranya bagus juga.

"Boleh deh, kayaknya hampir mirip ya sama kacamata lu itu," kataku menunjuk kacamata yang Aldi bawa dari rumah.

"Oh iya ya?" Katanya seperti berbicara sendiri sembari bercermin memperhatikan kaca matanya.

Aku mengangguk.

"Berapa harganya?" Saat ku ingin mengeluarkan uang, tiba-tiba Aldi kembali mendorong dompetku.

"Gue aja yang bayar," kata Aldi dan lalu bergegas mengeluarkan dompetnya.

"Dari tadi, bukan, dari Kemaren lu Bayarin gue mulu, padahal gue udah bilang gue aja yang bayar, kan gue jadi engga enak sama lu, kayak punya utang," kataku.

Aldi hanya terkekeh pelan, lalu mengambil kacamata dari tanganku lalu memakaikan aku kacamata kemudian ia mengambil jemari tangan ku dan berjalan sambil bergandengan.

Aku tidak enak hati dengan Tina yang seperti kambing congeh melihatku dengan Aldi, rasanya seperti Aldi ingin membalas dendam dengan Tina yang pernah melakukan hal sama waktu lampau.

"Tau engga?" Kata Aldi.

"Apa?"

"Itu tuh itu," Aldi menunjuk entah Kemana.

"Apaan? Mana si?" Kataku dengan serius.

"Itu awan," katanya.

Aku tertawa, "udah tau Aldi," kataku.

"Coba liat yang itu deh," kata Aldi yang menunjuk lagi ke arah timur.

Aku menengok sekilas,

"Engga mau liat, udah tau itu bukit, udah engga usah di kasih tau," kataku dan melihat kearahnya dengan terkekeh.

Aku dan Aldi membicarakan hal hal yang tidak penting dan mengabaikan Tina yang sedari tadi hanya diam dan sesekali menengok ke arah aku dan Aldi.

Setelah sadar bahwa ada keberadaan Tina, aku menjadi sedikit berjarak dengan Aldi.

Seharian kami berjalan jalan keliling Tangkuban perahu dan bekali-kali aku mengabaikan Tina tanpa sengaja.

Setelah senang berkeliling, kami akhirnya menepi di tukang baso gotong yang terlihat enak dan menghangatkan.

Kami makan barengan.

"Berapa bang?" Kataku.

"Gue aja yang bayar," kata Aldi

"Plis, gue aja yang bayar ya." Kataku dengan nada memohon.

Aldi menatap ku menyimak, akhirnya ia mengalah dan aku senang bisa menbayar.

---

Setelah bersenang-senang dan perut pun kenyang. Kami kembali ke hotel untuk beristirahat.

Sesampai di kamar, aku langsung membanting badanku ke kasur.

"Ahhh, kenyangnya." Kataku dengan sedikit logat upin&ipin.

Tak lama aku memejamkan mataku karena katuk yang sedari ku tahan.

ONE THING(END)Where stories live. Discover now