Chapter 8

15.1K 630 40
                                    

          "SIAPA kau sebenarnya?"

"Aku? Pengawalmu. Ada apa kalian melihatku dengan tatapan seperti itu?" tanya Jace yang terlihat santai.

"Kau pembohong, Jace!" tukasku.

"Jangan memasang tampang santaimu itu di depan kami, Jace," ucap Vibri seraya menyodorkan ponselnya ke depan wajah Jace.

"Itukah maksudmu?" tanyaku kecewa.

"Maksud apa?"

"Kau! Putra Steve Walter!" tukasku yang membuatnya terdiam. Matanya melebar ketika melihat artikel yang disodorkan Vibri.

Sebenarnya Vibri tidak tahu apa-apa tentang hubungan kami. Mungkin Vibri hanya syok karena Jace berbohong padaku, sebagai sahabat tentu ia akan merasa kesal.

Jace berdeham. Aku masih memutar kepalaku untuk mengolah semua kenyataan ini. Jadi, sebenarnya Jace adalah tunanganku? Dan. Pertunangan kami telah dibatalkan. Ada sedikit penyesalan yang muncul di hatiku karena pertunangan kami telah dibatalkan.

Apa? Tidak mungkin. Aku tidak mungkin menyukai Jace, aku akan selalu menyukai Chris sampai kapan pun. Dewi batinku berkata yang sebaliknya. Entahlah. Dipertemukan dengan Jace dan Chris membuatku dilema.

"Baiklah. Aku memang putra Steve Walter. Dan aku adalah calon tunanganmu, Amanda," ucap Jace tegas. Nadanya kini sangat berwibawa. Apa mungkin pemikiranku berubah ketika aku telah mengetahui bahwa sebenarnya ia bukanlah pengawalku?

Aku mengeleng. "Tidak, Jace. Pertunangan kita telah dibatalkan."

"Kenapa kau begitu santai, Amanda? Tidakkah kau menghargai usahaku selama ini? Aku yang selalu baik, sabar, dan menghargaimu meski pun kau tidak membalas semua itu!" Jace kehilangan kendali, ini kali pertama aku melihatnya emosi.

Tapi, aku sudah tidak bisa menyalahkannya lagi karena sekarang ia bukanlah pengawalku. Melainkan seorang putra dari Steve Walter dan mantan calon tunanganku.

Mantan. Ingat itu Amanda, Jace adalah mantan calon tunanganmu.

Aku terdiam. Sebenarnya perkataan Jace benar. Apa yang kurang darinya? Tampan, baik, perhatian, dan sabar. Tetapi aku tetap tidak bisa melupakan Chris dari ingatanku meski pun Jace berusaha membuatku melupakan Chris.

"Maafkan aku," ucapku penuh penyesalan.

Jace menghela napas keras. "Aku sudah muak dengan perkataan maaf, Amanda. Entah apa yang perlu dimaafkan. Kau tahu bukan bahwa aku pernah berkata aku akan selalu memaafkanmu."

"Jadi sekarang apa yang kau inginkan?" tanyaku pasrah.

Jace terdiam sejenak. Ia mencoba mengendalikan emosinya. "Aku menginginkanmu, Amanda."

Aku terkejut. Bagaimana bisa Jace dengan mudahnya berkata kalau ia menginginkanku? "Tidak bisa, Jace. Kau tahu kan kalau aku mencintai Ch-"

"Iya, aku tahu. Chris bajingan itu," potong Jace ketus.

"Jangan mengatainya bajingan, Jace," tukasku.

Jace tertawa miris. "Kau akan menyesal, Amanda."

Aku yang sedari tadi melupakan keberadaan Vibri, mengalihkan pandanganku dari Jace dan menatap Vibri yang kini tengah menganga lebar.

"Vibri, kau baik-baik saja?" tanyaku khawatir.

"Sama sekali tidak baik, Amanda. Kurasa kalian harus menjelaskan semua ini kepadaku. Aku tidak perduli dengan gengsi kalian. Yang aku inginkan adalah sebuah penjelasan."

Jace mengangkat sebelah alisnya. "Kau ingin aku menjelaskan semuanya? Mulai dari bagian mana? Aku telah membuat banyak kisah bersama Amanda."

Vibri tersenyum kecut. "Dari awal pertemuan kalian. Aku benar-benar ingin mendengar semuanya."

When I See You AgainWhere stories live. Discover now