Bagian 3

7.9K 723 10
                                    

″Senior,″ tanya Venus, ″minus berapa?″

Di perpustakaan, Venus yang seharusnya mulai menyelesaikan PR-nya mulai melakukan interogasi kepada rekannya yang duduk di seberang meja. Sialnya, cowok yang diajak bicara lebih tertarik menyelesaikan bacaan yang ada di tangannya, mengabaikan kehadiran Venus.

Venus tak kuasa memperlihatkan wajahnya yang memberengut. ″Senior.″

Cowok berkacamata itu akhirnya mendongakkan kepala. ″Berisik.″

″Minus berapa?″ tanya Venus mengabaikan perengutan penghuni perpustakaan.

″Apa kamu nggak tahu? Ini bukan kacamata minus.″

″Aha,″ seru Venus. ″Pasti plus, kan?″
Kerutan berbentuk V muncul di dahi Senior. ″Kamu nggak ada acara lain?″

″Bosan,″ katanya. ″Di kelas nggak ada yang menarik. Ada saran?″

″Kamu bakar aja, bangku ma kursi di kelas.″

″Memangnya boleh?″ tanya Venus, penasaran.

Senior menganggukkan kepala. ″Boleh, tapi tanggung sendiri risikonya.″

Venus mendengus kesal, merasa dipermainkan.

″Em, Senior. Nama aslimu siapa, sih?″

Meski Venus sudah cukup lama berbincang dengan pemuda berkacamata tersebut, namun masih saja, Venus belum mengetahui nama asli pemuda yang dipanggilnya sebagai Senior tersebut.

″Kamu pengin tahu?″

Venus menganggukkan kepala. Semangat.

Cowok itu memberikan isyarat dengan jari telunjuknya agar Venus mendekat.

Tanpa rasa curiga, Venus mencondongkan tubuh ke dekat Senior.

Lalu, ketika Senior berbisik di telinga Venus, dia bisa merasakan embusan napas hangat yang menerpa kulitnya.
″Namaku,″ katanya, ″Donal Bebek.″

″Monyet.″

***

Hujan sukses mengguyur Jakarta. Padahal beberapa menit yang lalu cuaca panas menyengat. Kini, bulir-bulir air berjatuhan dari langit. Venus berdiri di depan toko roti langganannya sambil menatap lesu jalanan yang basah. Entah mengapa, kenangan di perpustakaan kembali membayang di benak Venus.

Aroma basah berhasil meruntuhkan pertahanan Venus; membuatnya merasa tak berdaya.

Bosan dengan pemandangan hujan, Venus mengalihkan pandangan pada kegiatan di dalam toko. Beberapa orang terlihat sibuk bercakap, bercanda dengan teman, dan pemandangan yang membuat Venus masam: sepasang anak SMA yang tengah bercengkerama. Venus langsung merasa menciut.

Cinta ya?

Venus menatap langit yang memperlihatkan gumpalan awan hitam. Lalu, dia merasa kesepian. Ayolah, seorang Venus tiba-tiba melankonis? Apa kata teman-teman sekantornya nanti? Cepat-cepat Venus menepis bayangan kelabu yang menghampirinya.

Senior, aku merindukanmu.

Dia tidak bisa menyangkal rasa kesepian yang dirasakannya.

Perasaan yang apabila diabaikan, maka rasa itu semakin menggumpal dan menelan seluruh ketenangan jiwa sang pemilik. Sangkal, sangkal, dan sangkal. Sisi gelap yang coba Venus hilangkan darinya itu ada dan nyata. Begitu nyata dan Venus telah menjadikan sisi gelap hatinya sebagai jati dirinya di masa kini.

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang