Bagian 21

4.7K 404 2
                                    

Jam empat sore, saatnya Venus pulang. Namun, dia masih enggan meninggalkan kubikel-nya. Khawatir, jika Adrian benar-benar menunggu kepulangannya. 

Adrian benar-benar sulit untuk dikalahkan. Venus bahkan tak sadar, sejak kapan dia mulai berperang melawan Adrian, yang jelas Venus tidak akan mundur—perang ini akan dimenangkan Venus dengan cara apa pun.

″Hei, kok malah bengong.″

Suara Winda berhasil mengembalikan Venus ke alam sadarnya. ″Oh,″ ucapnya sembari memandang wajah Winda yang tampak bingung.

″Jangan cuma oh gitu.″

Venus berusaha terlihat sewajar mungkin. ″Kamu belum pulang?″

″Aku yang harusnya tanya ke kamu, ′kenapa kamu belum pulang juga?′ hah.″

″Dia tuh nungguin Romeo,″ sahut seseorang.

Winda mengerutkan kening. ″Bener? Apa yang dikatain Johan itu?″

Venus mulai mempertimbangkan pilihan untuk melempar layar monitor ke arah Johan. Untuk sehari saja, Venus ingin beristirahat dari rutinitas cinta-segitiga-yang-mungkin-juga-bukan-cinta-segitiga. Johan dan Winda mungkin akan menjadi pasangan paling sensasional; satunya hobi berkomentar pedas, yang lain memiliki rasa ingin tahu setingkat paparazi.

″Iya, aku pulang,″ katanya pada akhirnya.

Meski dengan perasaan enggan, Venus bangkit dan mengambil tasnya. Ponsel masih dalam kondisi mati suri, Venus merasa lebih aman jika alat komunikasi itu dimatikan. Jika saja bukan karena nomornya yang sudah terlanjur terkenal, mungkin Venus akan mempertimbangkan pilihan untuk ganti SIM card.

Langkah kaki Venus terasa dua kali lebih berat, bahkan dia tidak mendengarkan celoteh riang Winda mengenai produk kuteks terbaru. Satu-satunya yang dipikirkan Venus hanyalah cara menghindari Adrian, andai cara itu ada.

Venus dan Winda berjalan menuju lobi, keduanya langsung terperangah manakala menyadari sosok yang ingin dihindari malah muncul kembali. Pupus sudah harapan Venus.

Adrian tengah bercakap dengan salah seorang resepsionis, jelas pegawai perempuan itu tampak terpesona dengan lawan bicaranya. Menyebalkan, penampilan Adrian selalu membuat para wanita meneteskan air liur. Siapa yang rela memalingkan mata dari sosok seindah Adrian? Jawabnya: tidak ada. Venus bahkan harus mengerahkan seluruh kesadarannya untuk mengalihkan perhatiannya dari Adrian.

Dalam balutan jins biru dan kemeja kotak-kotak, Adrian sukses memberikan penampilan yang mengguncang. Winda bahkan terbengong mendapati mahluk Tuhan paling seksi itu muncul di lobi. ″Dear God, apa yang dilakukan manusia paling hot itu di sini?″

Venus ingin sekali menggampar Winda. Sebagai seorang sahabat, keberadaan Winda justru menambah beban pikiran Venus. ″Ugh, jangan lagi.″

Terlanjur basah. Venus tak bisa mengelak lagi. Pasalnya, Adrian sudah terlebih dahulu mengetahui keberadaan Venus. Dan, seperti dugaan Venus, pria itu mengehentikan perbicangannya dan memilih untuk langsung berjalan menghampiri Venus.

″Ven,″ kata Winda. ″Hanya fantasiku saja, atau dia sedang berjalan kemari?″

Yeah, I hope this is just your imagination,″ jawab Venus tak semangat.

Adrian berjalan dengan ketenangan yang luar biasa. Setiap langkah yang diambil memperlihatkan aura kepercayaan diri yang tidak bisa ditolak siapa pun—semua mata tak bisa mengalihkan pandangan dari Adrian. Terlihat jelas bahwa beberapa di antara wanita itu berharap mendapatkan kesempatan berbincang bersama Adrian. Sayang, Adrian memilih berdiri tepat di hadapan Venus yang memilih menampilkan wajah jutek.

Venus (END)Where stories live. Discover now