Bagian 28

4.5K 460 3
                                    

Di persidangan, Romeo berhasil memenangkan kasus tersebut. Anak pemilik kilang minyak tersebut terbukti bersalah. Alan Winaryo Susanto. Pemuda dua puluh lima tahun itu telah menyabotase panggung yang digunakan Adrian. Alasan di balik perbuatannya adalahkarena rasa iri. Adrian mendapatkan peran penting di beberapa majalah besar, dan Alan tidak terima dengan porsi yang didapatnya dalam modeling. Setelah dirunut-runut, ternyata Adrian dan Alan merupakan jebolan dari almamater yang sama. Sejak di bangku kuliah, Alan memang sudah tidak menyukai Adrian. Salah satu gadis yang Alan sukai lebih tertarik kepada Adrian. Dan, kebencian itu terakumulasi hingga puncaknya dia memutuskan untuk melakukan sabotase.

Di restoran, tak henti-hentinya Hartawan memberikan sanjungan kepada Romeo; berterima kasih atas segala jerih payahnya.

″Pak,″ ucap Romeo merendah, ″tanpa bantuan Johan, saya tidak akan berhasil.″

″Jadi, dia juga turut serta menyukseskan persidanganmu.″

Tentu saja. Johan harus rela berpura-pura menjadi OB yang tengah magang di kantor manajemen Alan. Romeo ingat benar bagaimana kesalnya Johan setelah dia menghabiskan waktu tiga hari di sana.

″Ya,″ aku Romeo, ″Johan sangat berperan dalam kasus ini.″

″Saya kira, dia hanya suka merayu wanita saja.″

Untuk yang satu itu. Romeo setuju.

″Lalu,″ lanjut Hartawan. ″Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?″

Romeo bingung. Tidak mengerti.

″Venus,″ jelas Hartawan. ″Saya memang sudah tidak muda lagi, namun itu bukan berarti saya tidak bisa menangkap sesuatu di antara kalian berdua.″

Pada saat ini, Romeo memilih diam dan mendengarkan komentar Hartawan.

″Tenang saja, Nak. Saya tidak berniat merecoki hubungan di antara kalian. Dari awal Venus bekerja di firma, saya sudah bisa menangkap ada sesuatu yang lain dari caramu menatapnya. Seolah, kamu sudah lama menunggu momen kedatangannya. Yang ingin saya tekankan adalah, kejarlah.″

Romeo makin tidak bisa memahami arah pembicaraan ini. Kejarlah?
Hartawan terkekeh, melihat raut bingung Romeo. ″Apakah kamu berpikir saya terlalu tua untuk berbicara mengenai roman?″

Romeo menggeleng. ″Bukan begitu, hanya saja....″

″Romeo, lebih baik membiarkan segalanya berjalan sesuai alurnya. Apa pun itu.″

Tiba-tiba saja, acara santap bersama ini berubah ke arah lain.

Beberapa detik yang rasanya seperti bermenit-menit lamanya, Romeo hanya bisa menatap lurus pria yang duduk di seberang mejanya. Bingung.
″Pak, saya....″

″Jangan sungkan seperti itu,″ potong Hartawan. ″Kamu sudah saya anggap seperti anak saya sendiri. Hidup sudah cukup sulit, tidak perlu saya ikut campur urusan anak muda.″ Sejenak, Hartawan menampilkan senyum masygul. Sebagai sebuah tanda bahwa dia memang tidak berniat membela siapa pun. ″Romeo, di dunia ini ada banyak hal yang harus diperjuangkan hingga titik darah penghabisan. Dan, salah satu dari hal tersebut adalah cinta. Kamu tidak akan pernah tahu, kapan kesempatan itu akan datang. Cinta sejati itu hanya datang sekali seumur hidup. Jika kamu sudah menemukan sosok yang layak, maka jangan ragu untuk memperjuangkannya.″

Hartawan mengaduk kopi dan mulai melanjutkan, ″Jangan biarkan penyesalan menguasaimu. Menemukan cinta itu mudah, namun untuk mendapatkan dan mempertahankannya, itu lain cerita. Romeo, perjuangkan.″

Romeo, entah mengapa, pada akhirnya dia tersenyum.

Memperjuangkan cinta? Siapa takut.

***

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang