Bagian 26

4.3K 408 5
                                    

″Sebagai seorang ibu, aku mohon, tolong dampingi putraku di saat-saat kritis ini. Hanya dialah satu-satunya tumpuan hidup kami.″

Air mata membasahi wajah Risma yang terus mengiba di depan Venus. Antara bingung, terkejut, dan tak tahu-menahu mengenai maksud dari permintaan Risma, Venus hanya bisa mengucapkan kalimat penenang yang tampaknya tidak berhasil mengenyahkan kekalutan Risma; wanita itu tak kunjung menghentikan tangisnya.

″Saya tahu,″ lanjut Risma. ″Kamu pasti bingung dengan permintaan ini; memintamu datang ke rumah sakit. Namun, dengan teramat sangat. Tolong, berikan Adrian semangat hidup. Berikan dia sebuah alasan untuk tetap bertahan di dunia ini. Saya tak kuat melihat dia terus terbaring di dalam sana. Bahkan, dalam keadaan tak sadarkan diri, dia masih menyebut namamu. Mungkin, jika kamu bersedia memaafkannya, maka, dia akan segera bangun dan kembali seperti semula. Tolong....″

Setelah itu, yang ada hanyalah isakan tangis seorang ibu yang mengkhawatirkan keselamatan putranya.

***

Terjawablah semua teka-teki ketidakhadiran Adrian beberapa hari ini. Masih jelas di ingatan Venus, Adrian berujar bahwa dia tidak akan menyerah untuk mendapatkan Venus; tak peduli Venus bersedia menerima kehadirannya ataupun tidak. Mirisnya, kini Venus duduk di samping ranjang Adrian. Pemuda itu masih tak sadarkan diri; menggunakan selang oksigen, cairan infus dan darah mengalir ke dalam tubuhnya, dan kepala Adrian dibalut rapi. Melihatnya seperti itu—lemah dan tak berdaya—membuat Venus berpikir bahwa kepingan yang membentuk kepala Adrian akan tercerai-berai jika tidak disatukan dengan bandage.

Benar-benar pemandangan yang janggal.

Sesekali Venus mendengar namanya disebut. Adrian, dalam keadaan seperti ini pun, dia masih menyempatkan diri untuk mengingat Venus. Miris, kemarahan itu lenyap dan berganti dengan perasaan iba.
Tentu saja, ucapan Risma masih terngiang di kepala Venus. ″Dia membutuhkanmu. Maafkanlah putraku.″ Memaafkan. Benarkah itu yang dibutuhkan oleh Adrian? Beberapa kali Venus mencoba menelaah dirinya sendiri; membandingkan kehidupannya yang kini dengan masa-masa ketika dia masih bersama Adrian. Keegoisan ini; perasaan yang menyatakan bahwa Adrian itu adalah seorang penjahat, sepertinya itu akan menjadi hal tersulit yang pernah Venus lakukan dalam hidupnya.

Semua manusia harus mengakhiri konflik yang mereka ciptakan, baik itu dengan orangtua, sahabat, orang lain, atau dirinya sendiri. Semua cerita akan mencapai sebuah akhir, dan kebencian Venus harus segera diakhiri. Bagaimanapun caranya. Dia tidak boleh menghukum dirinya sendiri. Terus membenci kejadia di masa lalu tidak akan membawa kebaikan di kehidupannya yang sekarang.

Itulah yang disadari Venus. Terutama di saat ini; ketika dia melihat Adrian terbaring lemah. Bukan ini yang kuinginkan. Tidak seperti ini.

Terlebih lagi, keadaan Adrian belum menunjukkan akan membaik. Ini adalah kali kelima Venus menjenguk mantan pacarnya. Kadang, Romeo menemani Venus berkunjung ke rumah sakit. Dia tidak pernah menanyakan hal-hal terkait sikap bungkam Venus setiap kali mengunjungi Adrian. Ketika mereka hanya berdua saja, Romeo seperti akan mengungkapkan sesuatu. Sayang, kata-kata itu tidak pernah tersampaikan dan hanya menjadi sebuah rahasia.

Venus hanya duduk diam, mengamati kedua mata jenaka yang kini terlelap. Kenangan-kenangan masa lalu kembali menyeruak; Hana yang berujar mengenai impiannya menjadi seorang pelukis, Senior yang selalu mengeluhkan sikap Venus, kebersamaan bersama Adrian, dan dusta yang akhirnya terungkap.

Kembali, Venus berusaha memejamkan kedua matanya; membendung emosi yang ada di batinnya. Kekecewaan ini—rasa pengkhianatan yang lama dipendamnya—harus segera diselesaikan. Venus harus segera mengakhiri drama cinta antara dirinya, Adrian, dan Hana. Tidak seperti ini. Cinta bukanlah untuk menyakiti dan dikenang sebagai kekecewaan. Karena, hal yang seperti itu bukanlah cinta.

Venus (END)Where stories live. Discover now