Bab 7

93.1K 5.7K 264
                                    

Tenang aja, cerita ini aku usahain bgts biar tamat di wattpad. Emang dr semua cerita aku, aku tamatin dlu di wattpad kn baru aku bukukan, itupun kalo ada yg minat 😂😂

Yaudah happy reading aja ya ☺😊 wajib vote sblm membaca ~~

****

Melvin's POV

Rapat sialan! Seharusnya dari awal ada peraturan tidak diperbolehkan perempuan masuk ke dalam ruangan rapat ini. Walaupun notabene-nya dia hanya duduk di paling sudut ruangan tapi masih saja membuatku risih.

Bagaimana tidak!? Kalau setiap saat dia terus menodongkan handphone-nya ke arahku sambil diam-diam membidik foto. Itu salah satu tindak asusila, menurutku. Rasanya aku ingin sekali menyuruhnya keluar tapi aku masih punya sopan santun karena wanita itu adalah sekretaris CEO disini, Peter Petrelli. Astaga, untung saja penderitaan ini berakhir.

"Terima kasih Mr. Melvin atas kerja samanya. Kami sangat bangga bisa bekerjasama dengan perusahaan Franklin." ucap Peter Petrelli, rekan kerjaku di Perusahaan Petrelli ini. Dia seumuran denganku, wajahnya juga tampan dan sifatnya yang bertanggung jawab. Itulah kenapa aku senang bekerja sama dengan orang yang memiliki etos kerja seperti dia.

"Oke, terima kasih kembali." Aku pun membalas jabatan tangannya dan mengangguk hormat. Jhon, sekretarisku bicara tentang rapat selanjutnya di kota Drammen. Setelah berbasa basi, akhirnya aku dan Jhon pun pergi dari ruangan itu.

"Bos. Ini ada titipan dari sekretaris Mr. Peter," kata Jhon hendak memberikan secarik kertas padaku. Aku tahu itu adalah surat atau pesan singkat dari wanita tadi tetapi aku tidak berniat menerimanya.

"Kau buang saja."

"Ahh baiklah," jawab Jhon maklum. Toh, ini bukan pertama kalinya aku mendapat surat dari wanita setelah keluar dari kantor-kantor rekan bisnis kami.

Nah sehabis ini aku harus lebih menyiapkan jiwa dan ragaku untuk menghadapi CEO wanita genit yang berumur 40 tahun tetapi masih single itu. Yang benar saja, seharusnya ini pekerjaan Kelvin!! Dasar Wolf gila!

"Tadi ada telepon dari Madam Lisa, Sir. Katanya kenapa anda lama sekali sampai kesana," ucap Jhon selagi dia membawa mobil menuju Ambassadeur Hotel, tempat meeting kami selanjutnya.

"Kau jawab apa?" tanyaku.

"Saya menjawab, kita lagi di perjalanan. Begitu saja sir."

Aku berdecak, "Coba kau jawab saja kita tidak jadi pergi. Aku kewalahan setiap rapat dengan perusahaan Lackey. Kau tahu kan?" tanyaku lagi.

Jhon tertawa pelan, ya tentu saja tahu. Ini juga bukan pertama atau kedua kalinya aku rapat di sana. Lagi-lagi, harus mewakilkan Kelvin.

Jhon diam saja dan melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata. Sedangkan aku hanya mengotak-atik ipad yang sedang kupegang ini. Kira-kira apa yang sedang dilakukan gadisku sekarang ya? Keyla. Hmmm..

Bodohnya aku. Seharusnya aku meminta nomor handphone Keyla semalam, paling tidak id media sosialnya, jadi aku bisa berteleponan ria atau video call dengannya saat bosan begini. Melihat wajah cantik dan cerianya itu pasti bisa membuatku lebih semangat kerja. Ahh, aku merindukan kekasihku. Huhuu..

Apa Keyla baik-baik saja dirumah?

Tiba-tiba aku terlonjak kaget karena gadget tipis keluaran terbaru milikku ini bergetar hebat di dalam saku jas-ku. Cepat-cepat aku merogoh benda itu dan melihat siapa yang menelponku ini. Mungkin saja Keyla yang menelpon memakai telepon rumah.

Tetapi harapanku sia-sia. Ternyata yang menelpon adalah seorang pria yang gagah dan otoriter pastinya. Siapa lagi kalau bukan Papa. Hemm..

Aku pun mengangkat telepon itu dan langsung menempelkannya di telingaku, "Halo Papa sayang."

My Bad Girl (Melvin D. Franklin)Where stories live. Discover now