Chapter 12: [Who is She?]

5.2K 578 19
                                    


✖✖✖

Prilly Point Of View

Tiga hari yang terlewat itu,adalah hal baru yang masih membekas dihati gua. Kita bersama,jalinan kasih sayang ada diantara kita. Gua selalu nyaman berada ditengah-tengah mereka semua. Acara Pensi hari inilah yang membuat gua bisa menghabiskan banyak waktu bareng mereka. Terlebih bersama Ali. Nggak gua sangka dia jago nyanyi,dia pinter improvisasi, dan gua kagum sama dia,karena dia juga bakat dengan semua alat musik.

Setiap pulang sekolah,hari gua selalu gua habisin diaula SMA CITRA BANGSA. Kita latihan bareng buat memeriahkan pensi hari ini. Tapi lawakan merekapun nggak pernah tertinggal.
Itulah yang buat gua selalu nyaman,berada disamping mereka. Gua selalu ngerasa beban yang gua pikul hilang gitu aja. Dan gua harap kebahagian itu selalu gua dapetin setiap gua ada ditengah-tengah mereka.

Formasi kita lengkap,karena Rio pun udah kembali. Dia udah sembuh dan kita pun merindukan sosok Rio. Gua nggak tau,gua ini bagian dari sahabat atau nggak. Tapi yang pasti gua nggak pengen jauh dari mereka.

Jiwa gua udah melekat di Citra Bangsa,dan seperti janji gua. Sebelum langkah gua pergi ninggalin indonesia,Citra Bangsa dan juga Tunas Bangsa pasti bersatu. Kalimat itu udah meluncur dari mulut gua dan gua nggak akan pernah narik kalimat itu.

Senyum Prilly tak pernah lepas,sejak kakinya sampai di Citra Bangsa. Baginya hari ini adalah keindahan. Acara Pentas Seni yang diumumkan Rama tiga hari yang lalu,akan terlaksana pagi ini. Prilly antusias dengan acara itu. Dan pemilihan lagu yang Aliandra lakukan,rupanya sangat cocok dengan genre Prilly.

Sekolah sudah nampak ramai,anggota osis pun nampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Dan panggung untuk acara pensi pun sudah tertata rapi ditengah-tengah lapangan basket.

Sesaat ia menghentikan langkahnya,dan menatap setiap objek yang menyita pandangannya. Baru kali ini Prilly melihat kedamaian di Citra Bangsa. Karena sebelumnya yang ia lihat,adalah kekalutan,sunyi,dan penuh ketegangan.

Sudah saatnya,perubahan itu ada. Karena semua tidak akan pernah berubah jika kita tak ada niat untuk berubah.
Dan seperti Citra Bangsa. Tradisi tawuran itu tak akan pernah hilang. Jika keduanya sama-sama tak berniat untuk berdampingan.

Permusuhan itu akan terus berlangsung,sampai semua siswanya habis menjadi korban. Sampai langit tak biru lagi, angin tak berhembus lagi, dan helaan nafaspun berkurang seiring berjalannya masa.

Karena itulah,tradisi tawuran itu harus disudahi. Dan tekad Prilly tak akan pernah berubah. Jika dia memang harus mati untuk mendamaikan kedua SMA Elit itu. Ia bahkan sudah siap untuk itu semua.

Tentang identitasnya pun. Prilly siap jika seluruh siswa-siswi Citra Bangsa mengetahui kebohongannya. Ia akan menerima semua resiko itu. Karena dari awal itulah pilihan dia.

Mati secara perlahan dalam jurang kedustaan.

Sesaat arah mata Prilly beralih kearah seorang gadis yang tengah berdiri didepan mading sekolah. Dia sendirian,dan pandangannya terfokus dengan isi mading yang beberapa hari lalu sudah diperbaharui.

Dan hari ini,bukan pertama kali Prilly melihat gadis itu. Sudah beberapa kali Prilly melihatnya,dan disetiap pertemuan , gadis itu selalu sendiri. Tatapannya nampak sendu dan menyimpan sebuah hal yang lain.

Rambutnya yang sebahu selalu digerainya. Tak pernah disentuh dengan hiasan apapun. Wajahnya resik dan pipinya cubby. Baju seragamnya selalu rapi dan tangan kanannya selalu membawa sebuah novel dengan judul yang sama.

Belati TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang