Arsensha 20 - Apakah Berakhir?

34.1K 2.1K 94
                                    

nah, sesuai janjiku, aku bakalan tetap update cerita Arsensha, tapi bakalan lama updatenya. karena aku udah mulai kuliaaaaaaaah, dan mulai mengurusi real life ku, hehehe. Kayaknya ini ceritanya udah END, deh. Tapi ... hm, baca aja deh. wkwkwk

***

Ini adalah hari pertama aku menjadi mahasiswi. Semenjak aksi Arvin yang ngambekan, setelah itu Arvin sedikit merubah sikapnya. Dia juga lebih bisa pengertian. Wajar aja, karena setelah itu aku disibukkan dengan persiapan OSPEK-ku menjadi mahasiswa baru. Lagipula dia juga menjadi panitia OSPEK di jurusan dia.

Tapi pernah suatu saat Arvin mulai kambuh, maksudku kambuh dalam artia dia yang sering marah-marah dan cemburuan gak jelas gitu. Mungkin aku juga kaget begitu Arvin berubah lagi sikapnya seperti awal. Cuma gara-gara ternyata Rey itu kakak tingkat di fakultasku. Dengan kata lain, aku dan Rey berada di jurusan yang sama dan di gedung yang sama pula.

"Kamu sengaja kan pilih jurusan itu biar bisa bareng sama dia?" kata Arvin menuduhku. Kan aku juga gak tahu kalau Rey bakalan jadi tetanggaku dan jurusannya sama denganku, lagipula pertemua pertama dengan Rey saat di taman itu, aku benar-benar gak sengaja.

Pikiran Arvin terlalu jauh.

"Aku gak tau, Arv. Beneran deh. Siapa yang bakal nyangka kalau semuanya kebetulan gini?" kataku membela diri.

"Alasan aja," katanya lagi.

Nah, kan. Keras kepala banget jadi orang. Dibilang juga gak tahu malah gak percaya, orang bilang ini katanya salah, orang bilang itu katanya salah juga. Dimana-mana aku terus yang disalahin.

"Yau udah lah kalau kamu nggak percaya."

"Kamu mau kemana?"

"Ke kelas."

Aku sudah terlalu kesal dengan Arvin. Selalu aja membahas masalah yang sama.

Arvin langsung mengejarku dan mencekal pergelangan tanganku. "Lepas!" kataku.

"Nggak. Kamu harus pindah jurusan."

Gila apa ya dia? Aneh aja.

"Baru aja jadi mahasiswa baru, masa iya mau pindah jurusan. Nggak, ah," kataku. Aku mencoba melepaskan pegangan Arvin. Tapi dia terus memegangnya erat.

"Oh, gitu? Biar kamu lebih sering ketemuan sama Rey, kan?"

Dasar suka nuduh sembarangan."

"Kamu apaan sih? Ini di kampus, jangan cari masalah terus. Aku malas ya berntem sama kamu," kataku.

Ya, sekarang aku sama Arvin sedang berada di parkiran kampus. Untungnya kami berada di parkiran yang letaknya di antara gedungku dan Arvin.

"Oh, gitu? Benarkan dugaanku, kamu cepat-cepat mau ke kelas karena mau ketemu Rey?"

Arvin menatapku tajam, pegangannya semakin erat. Jangan sampai dia membuat tanganku semakin merah. ini sakit banget.

"Arvin udah ya. Aku malas. Lepas!" kataku. Aku menghempaskan tangan Arvin. Terserah dia mau ngapain, yang penting aku udah gak betah sama dia.

Dia terlalu keras kepala dan selalu mau dibenarkan. Padahal aku udah ngejelasin semuanya kalau aku sama Rey emang nggak ada apa-apa. Tapi, dia sama sekali nggak mau percaya.

"Nggak."

"Kamu dibilangin malah maksa gini ya? Terserah kamu mau nya apa deh. Aku udah capek."

"Jadi kamu udah bosan sama aku?"

"Bukan aku yang bilang," kataku.

"Terus mau kamu apa, ha?!" Arvin membentakku. Aku sama sekali nggak suka kalau Arvin udah seperti ini. Dia akan menjadi orang yang pemaksa dan pemarah.

🍋 ARSENSHA (END) 🍋 Where stories live. Discover now