08

1.7K 157 9
                                    

...

Februari 2013

Jihoon kembali melakukan hal yang sama. Hal yang selalu dilakukannya setiap ia teringat pada hyung-nya. Tapi kali ini berbeda. Jihoon harus berusaha keras mengumpulkan seluruh energi yang ia miliki untuk bangun dari ranjang hangatnya.
Melepas seluruh selang menakutkan yang menjadi teman setianya. Menyeret tubuh kurusnya yang telah melemah ke kursi roda.
Dengan usaha keras kedua tangannya, ia menjalankan kursi rodo itu.

Dan bagi seseorang yang sedang sakit seperti Jihoon saat ini, itu bukanlah hal yang mudah. Butuh usaha keras untuk menjalankan kursi roda sendiri.

Dengan semangatnya yang telah berkobar, akhirnya diapun sampai ke kamar hyung-nya. Senyumnya berbinar saat mendapati hyung-nya yang masih tertidur pulas. Jihoon pun semakin bersemangat.

Ia kembali menjalankan kursi roda itu hingga ke samping ranjang tempat hyung nya tertidur. Senyum Jihoon mengembang.

Ia merasa senang karena telah sampai di tempat tujuannya. Dibukanya sebuah kotak kecil yang berisi dua boneka berwarna putih. Dihiasi dua baris kata. "Hyung, saranghae".
Jihoon segera menutupnya kembali. Dan kini ia tengah mengambil nafas pemanasan untuk memulai kalimatnya.

"Hyungi, bangunlah. Kini aku telah menggambar dengan baik. Kau pasti menyukainya. Bangunlah hyung." Jihoon menarik-narik lengan baju Seungcheol.

"Yaa...! Jihoon-ah, apa yang kau lakukan? Apa kau tidak bosan melakukan hal tak berguna ini setiap hari? Lagipula berapa umurmu? Apa kau tak bisa melakukan hal lain? Kenapa kau selalu menggambar? Pergilah.." umpat Seungcheol pada Jihoon yang kini tengah menatapnya dengan wajah polos.

"Hyungi, aku hanya ingin memberikan ini untukmu. Ya, aku memang terlalu kekanak-kanakan, bahkan aku lupa aku bukanlah anak-anak lagi. Aku tak berguna, aku menyusahkanmu, aku menyusahkan eomma dan appa. Aku menyusahkan kalian. Aku benar-benar tak berguna. Tapi hyung, kumohon terimalah ini." dengan mata berkaca-kaca Jihoon meninggalkan Seungcheol yang sama sekali tak menghiraukannya.

"Apa ini, aish...sudah kubilang pergilah dari kamarku. Apa kau tuli?" ucap Seungcheol dengan volume suara yang tinggi.

Dengan susah payah, Jihoon kembali menjalankan kursi rodanya dengan kedua tangan kurusnya menuju kamar.

Bruukkk

Tiba-tiba Jihoon terjatuh dari kursi rodanya. Tubuhnya yang lemah membuatnya kesulitan untuk bangkit. Seungcheol yang mengetahui hal itu hanya berteriak memanggil ibunya.

"Eomma... "

Teriakan Seongcheol mengagetkan Ny.Lee yang tengah menyiapkan sarapan di dapur. Dengan terburu-buru Ny.Lee menghampiri Seungcheol.

Betapa terkejutnya Ny.Lee saat ia mendapati Jihoon tengah tergeletak di lantai.

"Aigo..! Jihoon-ah, apa yang terjadi. Kenapa kau bisa terjatuh disini?" dengan sekuat tenaga Ny.Lee membantu anaknya kembali duduk ke kursi roda.

Matanya seketika tertuju pada Seungcheol yang tengah mematung memandangi mereka.

"Seungcheol-ah. Tak bisakah kau sekali saja memperlakukan dia sebagai adikmu. Sampai kapan kau akan seperti ini?" ucap Ny.Lee dengan nada kesalnya.

"Adik? Kau bilang dia adikku? Dia yang telah merebut semuanya dariku. Haruskah aku menganggapnya sebagai adik? Tidak akan. Sampai kapanpun..!!" Seungcheol meluahkan seluruh amarahnya.

"Kakak macam apa kau Seungcheol-ah. Tidak bisakah kau lihat adikmu? Dimana hatimu? Lihatlah pucat wajahnya. Lihatlah biru bibirnya. Dia tak seberuntung dirimu. Dan cobalah untuk menyayanginya dan menerimanya di hidupmu." Ny.Lee mencoba menyadarkan anaknya.

"Tidak... tidak akan... aku membencinya... " Seungcheol berjalan keluar dan pergi bersama motornya.

Kini, hanya rasa benci yang menyelimuti otaknya. "Semua ini tak akan pernah terjadi jika bocah itu tak lahir. Aku membencinya... ! AKU MEMBENCINYA..!! AKU MEMBINCIMU LEE JIHOON....!!!!"



...

Last Snow || SeventeenWhere stories live. Discover now