Sepucuk Surat

4K 121 0
                                    

Abi meremas rambutnya gelisah. Dihisapnya nikotin yang dikemas dalam batangan rokok merk ternama. Abi bukan perokok. Namun kali ini dia benar-benar membutuhkannya. Puntung-puntung itu berserakan di sekelilingnya saat asbak tak mampu lagi menampungnya. Apalagi si empunya kamar seolah tidak peduli.
Ya, Abi stress. Bukan, ini bukan semacam stress pra-nikah yang kerap menghantui pasangan yang akan menikah. Abi stress karena Kanaya pergi. Gadis itu, calon istrinya pergi meninggalkannya. Padahal pernikahannya tinggal 2 hari lagi. Dan Mama Papa belum tahu akan hal ini. Mereka tidak tahu bahwa calon menantu kesayangannya minggat. Mereka tidak tahu kalau Kanaya menghilang bagai ditelan bumi. Entah bagaimana Abi memberitahu nantinya, yang jelas Abi marah, kecewa, dan luka.

Ketukan di pintu kamarnya tidak mampu menembus batas lamunan Abi. Saat Mama masuk dan terbarukan akibat kepulan asap rokok, barulah Abi tersadar.
"Ma, ada apa?" Abi bertanya takut-takut sambil mendekat
"Kamu apa-apaan, Bi!" lengking keheranan Mama menyakitkan telinga Abi. Namun Abi masih bertahan mencari alibi.
"Hm.. Abi cuma pengen ngerokok sebentar Ma." Mama mendekat, meraih Abi dalam pelukan lembut seorang ibu. Nalurinya mengatakan ada yang tidak beres, mungkin terkait stress menjelang pernikahan, begitu pikir Mamanya.
"Semua akan baik-baik saja. Kamu nggak perlu stress. Wong baru beberapa hari dipingit dari calon istri kok sudah stress begini. Kalian kan masih bisa telfon dan video call. Sabar ya, Bi. Sebentar lagi kamu bisa memiliki Naya seutuhnya." Mama mengelus punggung Abi penuh sayang. Memberikan kehangatan dan rasa nyaman yang dirindukan Abi.
Andai saja Mama tahu bahwa persoalannya bukan seremeh merindukan calon istri. Bukan sesepele stress akibat dipingit. Oh Ma, ingin rasanya Abi bercerita sekarang juga. Tapi Abi terlalu takut menyakiti Mama. Abi akan mencarinya dulu.
"Makasih, Ma." Abi melepaskan pelukannya. "Aku keluar sebentar cari angin, Ma!" Abi melangkah pergi. Mengambil kunci motornya lalu bergegas. Tujuannya satu, rumah Kanaya yang jaraknya cuma beberapa rumah dari rumahnya.

🌸🌸🌸

"Kamu menemukannya, Bi?" Sapaan itu langsung terdengar begitu Abi turun dari motor.
"Belum, Om. Abi udah muter-muter dari kemarin. Semua temen deketnya nggak ada yang tahu." Abi menjawab lesu. Suasana hening. Larut dan kalut dalam pikirannya masing-masing.
"Om harus kasih tahu orang tua kamu, Bi." Abimanyu hanya terpaku tanpa kuasa menjawab pernyataan Om Syamsudin.

Mereka berdua sama-sama cemas dan takut. Cemas karena Kanaya sudah pergi 2 hari dan belum ada kabarnya. Mereka sudah melapor ke polisi namun belum ada hasil juga. Selain itu, kedua lelaki ini juga takut untuk memberitahu kedua orangtua Abi. Beban Oom Syamsudin makin berat karena Papa Abi adalah karibnya sejak kecil.

"Mau kemana Oom?" Abi terhenyak kaget saat Oom Syamsudin mendadak berdiri dan berjalan keluar.
"Ketemu orang tuamu, Bi. Lebih cepat mereka tahu, maka lebih baik. Biar Oom yang jelaskan semuanya." Oom Syamsudin berkata mantap walau sorot matanya memancarkan kesedihan.
"Papa mau kemana?" Mendadak Mama Kanaya muncul dengan daster rumahan dan polos tanpa make up. Wajahnya kuyu dan pucat. Tidak ada senyum yang biasa menghiasi wajahnya.
"Ke rumah Abi. Papa mau jelaskan keadaannya, Mah."
"Mama ikut, Pah."
"Oke."
Mereka bertiga berjalan beriringan melewati kompleks perumahan yang sepi itu. Sepanjang jalan Papa Kanaya merangkul istrinya, berharap bisa menyalurkan cinta supaya istrinya kuat.
🌸🌸🌸
Dear Papa, Mama, dan Abi
Maaf kalau aku mengecewakan semuanya, terutama kamu Bi. Aku pergi karena aku belum siap menikah denganmu. Aku sayang kamu Bi. Tapi apakah ini cinta? Itu yang aku tidak tahu.
Jangan cari aku. Aku akan baik-baik aja.
Papa Mama Abi, maaf.

Kanaya S.

🌸🌸🌸

Tante Nirmala meletakkan surat yang ditinggalkan Kanaya lalu menangis dalam pelukan suaminya.
"Apa yang terjadi, Mas? Kenapa sama Kanaya? 3 hari lagi mereka mau nikah. Kenapa jadi begini?" Mama Abi tenggelam dalam tangis kecewanya.
"Maaf Mbakyu. Kami nggak bisa menjaga Kanaya." Mama Kanaya membuka suara. Dirinya pun kaget bulan main, dan dia telah nelalui fase dimana dia menjadi histeris dan luar biasa marah. Sekarang dia tahu bagaimana perasaan Nirmala, calon besannya.
"Kami sudah lapor polisi dan mencari ke semua teman, tapi belum ada kabar sama sekali." Papa Kanaya menambah informasi.
"Lalu gimana dengan tamu yang terlanjur kita undang?"Papa Abi balas bertanya sambil mengerutkan kening. Sebagai laki-laki dia mengedepankan logika sambil memikirkan apa yang mungkin dilakukan dengan undangan yang terlanjur tersebar, gedung yang sudah dibooking, dan catering yang terlanjur dipesan.
"Abi akan telfon semua undangan, Pa."
"Lalu alasan apa yang akan kamu katakan sama mereka?" Papa balas bertanya tanpa seorangpun bisa menjawab.
Semua diam dalam kebingungan yang menyesakkan.

Kanaya's WeddingWhere stories live. Discover now