19. Kehancuran Perguruan Kun-lun-pai

3K 54 0
                                    

Mereka bertiga merupakan tiga tokoh dari Kun-lun-pai dan nama mereka menggetarkan rimba persilatan dengan ilmu pedang Kun-lun-kiam-hoat yang telah sempurna. Munculnya ketiga tokoh Kun-lun-pai tersebut disambut oleh semua tamu dengan sorakan memuji akan kebesaran pemimpin Kun-lun-pai tersebut. Sedangkan Ma-liang Cinjin telah membungkukkan tubuhnya membalas hormat semua orang itu. Dengan perlahan-lahan dan sikap yang angker dan agung, tampak Ma-liang Cinjin bertiga telah menuju ke tempat yang disediakan untuk mereka, seperti sebuah mimbar berukuran tidak begitu besar.

Semua tamu kemudian berdiam diri untuk memberikan kesempatan kepada Ma-liang Cinjin memberikan kata-kata sambutannya.

„Sahabat-sahabat dari rimba persilatan!" berseru Ma-liang Cinjin dengan suaranya yang halus dan sabar, dia berkata sambil menyapu semua tamunya lalu dengan sorot mata yang lembut, namun memancarkan sinarnya yang tajam sekali, memperlihatkan bahwa lwekangnya telah sempurna. „Kami dari pihak Kun-lun-pai menyatakan terima kasih sebesar-besarnya kepada sahabat-sahabat yang telah mencapai lelah bersedia memenuhi undangan untuk ikut merayakan ulang tahun berdirinya Kun-lun-pai di tahun yang keempatratus ini! Sebagai pintu perguruan silat yang berusia tua, dan kebetulan di saat jatuhnya hari ulang tahun yang keempatratus ini, justru tengah dipimpin oleh Pinto, maka alangkah baiknya jika kita bertukar pikiran mengenai ilmu silat!"

Dan setelah berkata begitu tampak Ma-liang Cinjin telah memberi hormat lagi. „Dengan memberanikan diri kami bermaksud memperlihatkan kebodohan di depan sahabat-sahabat semoga tidak ditertawakan!" Dan setelah berkata begitu, tampak Ma-liang Cinjin mengibaskan tangannya, maka dua murid Kun-lun-pai telah melompat ke depan mimbar membungkukkan tubuhnya, memberi hormat kepada Ciangbunjin mereka.

„Kami Thio In dan Thio Bun ingin meminta petunjuk Couw-su," kata mereka serentak. Kedua imam murid Kun-lun-pai ini adalah keturunan tingkat kelima, dan itulah sebabnya dia memanggil Ma-liang Cinjin dengan sebutan Couw-su (kakek guru), karena guru mereka itu adalah Bung Hong Cinjin dari tingkat ketiga.

Ma-liang Cinjin telah tertawa kecil, ramah sekali sikapnya, diapun telah berkata sabar, „Nah, kini kalian perlihatkan kebodohan diantara sahabat-sahabat!" Dan sambil berkata begitu dia telah mengibaskan tangannya, memberikan isyarat agar kedua murid Kun-lun-pai itu mulai memperlihatkan kepandaian ilmu pedang masing-masing.

Kedua murid Kun-lun-pay itu, Thio In dan Thio Bun, telah merangkapkan tangannya untuk sekali lagi memberi hormat, kemudian dengan saling berhadapan mereka telah berdiri untuk memberi hormat kepada para tamu disusul dengan kata-kata mereka, „Kami yang bodoh ingin memperlihatkan keburukan kami, harap tidak ditertawakan oleh sahabat dan cianpwe!" Dan setelah berkata begitu. Thio In dan Thio Bun saling serang memperlihatkan ilmu pedang mereka.

Luar biasa ilmu pedang yang mereka perlihatkan, karena ilmu pedang itu berkelebat-kelebat dengan cepat sekali, dengan gerakan yang ringan dan juga gesit mengancam tempat-tempat berbahaya. Itulah suatu pertunjukan permainan ilmu pedang yang luar biasa indahnya, dan setiap serangan yang mereka lancarkan itu menimbulkan angin yang dahsyat sekali.

Tetapi ilmu silat yang diperlihatkan olen kedua murid Kun-lun-pay itu hanya indah di bagian luarnya saja karena mereka bersilat dengan cepat dan gesit, tetapi isinya masih kurang sempurna. Bagi jago-jago yang berkepandaian sedang-sedang saja memang ilmu pedang itu menimbulkan perasaan kagum, tetapi bagi jago-jago yang memiliki kepandaian sempurna, kepandaian kedua murid Kun-lun-pai tersebut masih jauh dari sempurna karena banyak bagian-bagiannya yang lemah. Sehingga telah membuat beberapa orang jago yang ikut menyaksikan ilmu pedang itu telah saling berbisik,

„Hanya sebegini saja ilmu pedang Kun-lun-pai!"

Tetapi bagi Tiang Hu dan Yo Him yang menyaksikan ilmu pedang itu, merupakan suatu kejadian yang luar biasa. Mereka melihat pedang berkelebat-kelebat dengan cepat dan tampaklah suatu pemandangan yang mendebarkan hati, karena gerakan pedang itu yang cepat sekali telah berkelebat-kelebat membuat pandangan mata mereka jadi kabur berkunang-kunang.

Rajawali Sakti dari Langit Selatan (Sin Tiauw Thian Lam)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang