Semua telah menundukkan kepala mereka, walaupun mereka tidak mengetahui apa sebabnya Sin-tiauw Tayhiap memerintahkan mereka untuk menunduk,
Kwee Siang dan Phang Kui In telah melirikan matanya, dia melihat seorang pendeta asing, seperti pendeta dari Mongolia tengah memasuki ruangan itu.
„Tiat To Hoat-ong.....!" bisik Siauw Liong Lie dengan suara yang perlahan.
Semua orang terkejut, termasuk Yo Him, Phang Kui In dan Kwee Siang, karena mereka justru telah mendengarnya bahwa musuh besar Sin-tiauw Tayhiap suami isteri adalah pendeta Mongolia itu.
Diam-diam Yo Him telah melirik juga, dilihatnya tubuh pendeta itu tinggi besar dan tegap dengan di atas kepalanya yang gundul itu terlihat sekumtum tugu yang terbuat dari emas murni. Dengan sikap yang angkuh pendeta itu telah memasuki ruangan makan itu, dia tidak mengacuhkan sekelilingnya, memilih sebuah meja dan duduk dengan berdiam diri.
Seorang pelayan telah menghampirinya.
„Ingin dahar apa, Taysu?" tanya pelayan itu.
„Plakkk!" tahu-tahu tangan pendeta itu telah menempeleng muka si pelayan. Keras sekali tamparan itu sampai kedua gigi di depan bagian atas telah copot karenanya.
Pelayan itu seperti disambar setan, dia telah memandang bengong kepada pendeta itu, sampai akhirnya dia baru meringis sambil memegangi pipinya yang sakit sekali.
„Kau...... kau......" suara pelayan itu tergagap mengandung kemarahan, karena tidak hujan tidak angin pendeta itu telah main pukul padanya.
„Kau..... kau..... apa?" bentak si pendeta. „Cepat sediakan makanan dan minuman, mengapa engkau harus banyak cerewet, bukankah setiap tamu yang masuk ke rumah makan ini untuk bersantap?"
Pelayan itu tampaknya mendongkol, takut dan marah menjadi satu, karena pendeta yang menjadi tamunya itu sangat galak sekali.
„Taysu...... tadi aku hanya menanyakan makanan apa yang menjadi selera Taysu.....," si pelayan berusaha menjelaskan. „Tetapi......"
„Ploook! Ploookk!" keras sekali muka pelayan itu ditempeleng lagi, malah kali ini lebih keras dari yang tadi, karena begitu ditempeleng bukan hanya tiga buah giginya yang rontok, tetapi tubuhnya telah terguling di lantai.
Pelayan itu menjerit kesakitan.
„Jika kau masih rewel, maka aku tidak akan mengampunimu......!" kata pendeta itu yang tidak lain adalah Tiat To Hoat-ong.
Pelayan itu tidak berani terlalu lama berada disitu, sambil menahan sakit dan berulang kali menyahuti:
"Ya! Ya! Ya!" dia cepat cepat pergi ke belakang ruangan, ke tempat masak untuk memesan beberapa masakan yang enak-enak untuk Tiat To Hoat-ong.
Waktu sayurnya sudah matang dan selesai disiapkan, pelayan yang melayani pendeta itu pelayan yang lainnya, sedangkan pelayan yang tadi ditempiling oleh Tiat To Hoat-ong, telah bersembunyi di belakang saja tidak berani keluar.
Pelayan yang kali ini melayani Tiat To Hoat-ong juga tidak berani terlalu banyak bicara, dia telah mempersiapkan makanan di meja si pendeta.
„Kau membisu seperti itu seperti orang gagu!" bentak Tiat To Hoat-ong dengan mendongkol.
„Tidak Taysu..... aku tidak gagu.....!"
„Apa kau bilang?" bentak si pendeta.
Muka pelayan itu seketika menjadi pucat pias karena hatinya jadi ciut waktu dibentak oleh si pendeta,
„Aku memberitahukan bahwa aku bukan seorang yang gagu, Taysu....."
„Tapi tadi, mengapa engkau berdiam diri saja seperti orang bisu?" bentak si pendeta itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rajawali Sakti dari Langit Selatan (Sin Tiauw Thian Lam)
General FictionLanjutan Kembalinya Pendekar Rajawali Yo Ko. Setelah Pendekar Pemanah Rajawali (Sia Tiauw Eng Hiong), lalu Kembalinya Pendekar Rajawali (Sin Tiauw Hiap Lu) maka kisah jago-jago luar biasa seperti Yo Ko dan yang lain-lain tertunda karena pembuatan Ki...