6. Dia Datang

2.3K 254 6
                                    

Sendirian, Hermione mengamati pemandangan danau di samping rumahnya dengan perasaan tak menentu. Paket misterius itu menggerakkan Hermione untuk memikirkan siapa pelaku teror yang ditujukan untuk dirinya. Pagi ini, untungnya Draco tidak tahu menahu dengan apa yang sedang terjadi. Dengan cepat ia menyembunyikannya bersama Scorpius di gudang belakang. Bangkai kelinci putih di dalamnya segera ia kubur sebelum Draco bangun. Scorpius benar-benar ketakutan.

"Mummy, apakah dia mati?" tanya Scorpius pada bungkusan bangkai di tangan Hermione tadi pagi.

"Em—" Hermione berpikir keras dengan jawabannya. "Iya, sayang. Kelinci ini sudah mati."

Sebuah lubang kecil seukuran badan kelinci dibuat Hermione dengan cara sihir, tentu saja, siap dipenuhi oleh bangkai kelinci yang telah tertutup dengan kain putih. Ia dan Scorpius memperlakukan bangkai kelinci itu dengan cara yang baik. Apapun itu, kelinci yang mati tetaplah makhuk hidup yang pernah merasakan dunia. Tidak tahu harus memikirkan apa lagi, Hermione dan Scorpius berusaha tenang. Di dalam pikiran mereka hanya ada harapan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Hello!" Draco datang. Memeluk pinggul Hermione dan melingkarkannya di sana. Meraba lekuk tubuh ramping Hermione dari belakang dan merasakan beberapa tonjolan di sana, menekannya pelan. Draco menyeringai tepat di saat Hermione mengerang pelan.

Draco terkikik, "yes, sukses," bisiknya.

"Apanya yang sukses?" bisik Hermione.

"Jangan malu, biasanya seperti apa." Ujar Draco menggoda.

Badan Hermione diputar kasar. Kini mereka hanya saling berhadapan dan menatap satu sama lain. Tersenyum dan saling membalas ciuman. Satu persatu napas mereka habis. "Draco—lepas!" erang Hermione.

"Apa? Kemarilah!"

Hermione terdiam di tempatnya. Hanya ada keduanya malam ini di dalam kamar. Scorpius, seingat Hermione sudah ia antar ke kamarnya untuk tidur. Memang masih belum cukup malam untuk biasa Scorpius tidur malam ini, tapi entah mengapa Hermione menginginkan putranya untuk tidur lebih awal. Ia ingin menghabiskan sisa malam ini bersama sang suami. Hanya berdua. Tidur ataupun ingin membicarakan sesuatu.

"Draco, ada yang ingin aku bicarakan padamu." Hermione sepakat untuk memulainya.

"Apa itu, Love?"

Hermione diam. Ia menggenggam secarik kertas yang menyertai dengan paket terornya hari ini. "Jangan terkejut dan biarkan aku menjelaskannya terlebih dahulu." Tangannya bergetar. Pelan-pelan, Hermione mengeluarkan surat terornya pada Draco.

"Apa ini?"

"Bacalah."

Tidak ada suara dari mulut Draco ketika satu baris kalimat menyambut indera pengluhatannya. Wajah Draco kembali tegak dan memandang wajah ketakutan Hermione. Sementara, di luar rumah mereka tiba-tiba turun hujan, Hermione dan Draco tak berkutik meskipun hujan menjadi suasana paling romantis jika mereka sedang berdua. Hanya karena surat itu, baik Draco maupun Hermione tidak merasakan apapun yang romantis detik itu juga.

Draco mengembalikan surat itu pada Hermione lantas berkata, "walk away! It's over! Apa maksudnya?"

"Kau tak paham?" tanya Hermione. "Menurutmu? Ini apa, Drac—"

Draco hanya membungkam mulut istrinya lebih lembut dari sebelumnya. Lama, ia menikmati lumatan itu dengan rintik hujan yang terus terdengar semakin kencang dari celah jendela kamar. Ada panggilan dari Hermione menyebutkan namanya di sela erangannya namun Draco tak menghiraukan sama sekali. "Diamlah, Mione. Kau tak lihat di luar sedang apa?"

I Wont You to Need Me (Dramione)Where stories live. Discover now