8. Mengulang Satu Kenangan

11.6K 1.4K 116
                                    

Fakhri menyerahkan kunci motor pada Iqbaal dan berakhir dengan helaan napas. Ia memutuskan untuk mengakhiri hukuman Iqbaal setelah kejadian semalam. Omelan-omelan memuakkan dari (namakamu) sudah membuat kupingnya panas dan akhirnya menyerah.

"Daddy beneran ngasih kunci motornya?" tanya Iqbaal.

"Iya," Fakhri mengangguk. "Gara-gara kamu berantem semalem dan bikin Ina nangis nggak berenti-berenti, nih kuping Daddy udah kayak mau meledak dengerin omelan Mommy kamu."

"Kak Iqbaal nggak berantem Daddy, tapi di berantemin." Ina meralat sedikit kata-kata Fakhri yang menurutnya salah.

"Iya, terserah. Tapi ini yang terakhir. Kamu jangan ngikutin Daddy yang dulu sering berantem sama kakak kelas Daddy." Fakhri meraih tas Iqbaal dan memakaikannya dengan rapi. "Pokoknya, ini yang terakhir, Baal. Jangan sampe kamu ketahuan berantem lagi. Hukumannya, kamu bakal Daddy pindahin sekolah ke Bandung ikut eyang."

Iqbaal menekuk wajahnya. Ancaman macam apa itu? Senakal-nakalnya dia, berantem dia jarang bahkan hampir tidak pernah. Kecuali adu mulut. Dan kemarin juga dia melawan karna salah satu dari gerombolan itu menyakiti Ina.

"Udah, sekarang berangkat." Fakhri menepuk bahu Iqbaal, lalu tersenyum lembut yang kemudian diakhiri dengan usapan di kepala Iqbaal.

"Mommy?" tanya Iqbaal.

"Mommy belum bangun, paling capek gara-gara ngomelin Daddy semaleman."

Iqbaal mengangguk mengerti. "Ya udah, Assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

***

(Namakamu) menarik napas panjang dan menatap keluar jendela mobil. Hari ini cerah dengan langit bersih tanpa awan, hanya ada awan-awan tipis yang sesekali terlihat. Wajah (namakamu) datar, tidak seperti biasa yang selalu ceria dan tersenyum ketika duduk satu mobil dengan Ayahnya.

Sikapnya yang tidak biasa tentu menimbulkan pertanyaan di benak Ari. Sejak pulang tadi malam, (namakamu) memang lebih banyak diam dan langsung pergi ke kamar.

"Kamu kenapa? Berantem sama Daniel?" tanya Ari.

(Namakamu) menggeleng.

"Berantem pas pacaran itu wajar, kok, sayang. Itu namanya bumbu-bumbu cinta."

"Aku kan udah putus, Pah." (namakamu) berucap cepat. Tidak suka mendengar kata-kata Ayahnya yang terus menganggap kalau ia dan Daniel masih memiliki suatu hubungan.

"Terus kenapa kamu kayak gitu? Emang semalem kamu ketemu sama siapa?"

(Namakamu) kembali menarik napas dan membenarkan posisi duduknya. Lalu menjawab, "Iqbaal, Pah."

Ari mematung mendengar nama itu. Tanpa sadar, tangannya mencengkram stir mobil dengan kuat.  Iqbaal. Nama itu kembali ia dengar dan kali ini dari mulut putri kesayangannya. (Namakamu).

Iqbaal-(namakamu).

Perlahan, otaknya membongkar memori tentang dua nama itu. Dua nama yang tidak pernah ia lupakan sejak dulu. Dan Iqbaal, kenapa (namakamu) harus berteman dengan seseorang bernama Iqbaal?

"Dia siapa kamu?" tanya Ari, lembut tapi penuh penekanan.

"Temen, tapi lagi deket." jawab (namakamu) dengan sesekali memain-mainkan jemarinya.

"Dia yang bikin kamu mutusin Daniel?"

(Namakamu) menggeleng cepat. "Aku putus sama Daniel karna keputusan aku sendiri. Aku emang nggak nyaman sama Daniel."

Ari diam, mulai menepikan mobilnya di depan gerbang sekolah. Tatapannya terarah pada gedung sekolah yang dulu menyimpan sepenggal kisah antara dirinya dan Iqbaal, lebih tepatnya Fakhri, memperebutkan satu gadis bernama (namakamu). Sampai sekarang Ari masih mengingatnya. Bahkan saat Fakhri kembali ke Bandung dan saat itu juga (namakamu) menyatakan penolakan untuknya secara terang-terangan di depan semua orang.

Bubi & Pluto [Completed]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant