13. Firasat (a)

7.8K 1.3K 77
                                    

"Setau saya, Iqbaal nggak pernah pingsan. Kenapa dia punya lubang di jantung? Bukannya, kalo orang punya penyakit itu dia sering pingsan atau ngeluh dadanya sakit? Tapi, Iqbaal biasa aja, dia sehat." Fakhri menatap dokter Rizal dengan alis bertaut. Ia masih belum bisa percaya dengan pernyataan yang mengatakan kalau di jantung Iqbaal terdapat lubang yang sama persis seperti dirinya dulu.

"Pernah ada laporan dari sekolah? Atau temannya memberitahu keadaan Iqbaal di sekolah?" tanya dokter Rizal.

Fakhri menggeleng yakin. Selama ini memang tidak pernah ada laporan apapun tentang Iqbaal, kecuali saat Iqbaal ketahuan membawa dalaman wanita pesanan temannya. Hanya itu saja.

"Lubang di jantung Iqbaal sudah ada sejak dia lahir." ucap dokter Rizal.

"Tapi, Iqbaal sehat, dok. Dari kecil dia aktif, dia nakal, dia baik-baik aja. Cuma setiap dia sakit memang lama sembuhnya, bisa sampe dua minggu. Tapi, setelah itu semua baik-baik saja." Fakhri masih tetap tidak percaya dengan apa yang di katakan dokter Rizal.

Dokter Rizal menghela napas, ia menyerahkan amplop cokelat besar kepada Fakhri. Hasil pemeriksaan Iqbaal yang di lakukan waktu Iqbaal masuk UGD. Dokter Rizal menatap Fakhri iba, ia bisa melihat dengan jelas sorot mata Fakhri meredup karna sedih.

"Saya akan bantu cari pendonor yang cocok untuk Iqbaal. Dan saya harus mengatakan yang sejujurnya, lubang di jantung Iqbaal semakin parah. Kita harus bergerak cepat kalau mau mempertahankan Iqbaal." ucap dokter Rizal lagi.

"Beberapa hari lagi Iqbaal berangkat ke Jerman, dia maksa buat ngambil beasiswa itu." lirih Fakhri.

Dokter Rizal menatap Fakhri dengan alis bertaut. Tubuhnya kembali bersandar pada sandaran kursi hitam besar kebanggaannya. "Iqbaal belum tau tentang penyakitnya?"

Fakhri menggeleng. "Saya bingung harus ngasih tau gimana."

"Iqbaal tidak boleh pergi. Batalkan beasiswa itu, setelah pemeriksaan waktu di UGD. Iqbaal nggak akan kuat lagi kalo harus bepergian dengan jarak tempuh yang jauh."

Fakhri menengadahkan kepalanya yang semula sedikit menunduk. Ia menggeser kursi yang sejak tadi ia duduki, dan beranjak tanpa satu kata pun. Ia akan memberitahu (namakamu) tentang hal ini dan kemudian memutuskan yang terbaik untuk Iqbaal.

***

Iqbaal menekuk wajahnya kesal, ia mengotak-atik ponsel barunya dan sejak tadi mencoba untuk log in akun olshop miliknya yang entah kenapa tidak bisa di buka sama sekali.

Iqbaal melirik (namakamu) yang duduk di sampingnya sambil terus memandang kearahnya. Ibunya itu tampak tersenyum tipis dan penuh arti.

"Mommy hapus olshop aku, ya?" tanya Iqbaal penuh selidik.

Kedua alis (namakamu) terangkat. (Namakamu) berdehem panjang seolah tengah berpikir. Lalu, beberapa detik setelah berpikir, ia mengangguk di iringi dengan senyum manis.

"Kenapa Mommy?! Itu kan olshop aku, Mom!" Iqbaal menatap (namakamu) kesal. Bisa-bisanya, Ibunya menghapus akun olshopnya yang sudah banyak pelanggan. Menghapus rejeki saja.

"Iqbaal, Mommy bakal dukung kamu jualan apa aja, asalkan jangan bh sama sempak cewek." balas (namakamu) santai.

"Mommy nggak asik." desis Iqbaal. Wajahnya semakin tertekuk saking kesalnya.

"Bodo amat." balas (namakamu) lengkap dengan cengiran kuda yang semakin membuat Iqbaal kesal.

"Aku bilangin Kak Seto."

(Namakamu) tersenyum miring. "Apa kasusnya?"

"Kekerasan pada batin anak dengan menghapus olshop bh dan sempak milik anak." jawab Iqbaal.

Bubi & Pluto [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang