7 - Surprises are beautiful because they come without waiting.

2.1K 398 11
                                    


Surprises are beautiful because they come without waiting.

-Unknown

Rama

Langkah Rama ringan saat ia memutar kunci pintu masuk apartemennya. Di atas meja kecil dekat sofa masih tersisa bukti-bukti peninggalan gadis yang menghabiskan malam di sana. 

Beberapa carik kertas berhamburan di lantai karpet. Sebagian dalam potongan kecil menyerupai struk belanja. Kemudian laptopnya yang tergeletak begitu saja.

Pagi ini, Rama tidak memercayai dirinya sendiri saat ia bersemangat bukan main demi mengantar sebuah buku dan name tag setelah menunggu hampir satu jam di depan kelas Gita. 

Bukannya berterima kasih, Gita justru uring-uringan bahkan terlihat berusaha menjaga jarak di antara mereka. Rama kembali tertawa kecil mengingat bagaimana Gita menutupi mulutnya saat berbicara.

Gita. Gita. Gita. Gadis itu tidak henti-hentinya memancing rasa penasaran Rama. Bagi Rama, berinteraksi dengan Gita seperti menjelajahi dunia baru yang penuh dengan kejutan. 

Tadi saja waktu ia mengantar gadis itu ke sebuah rumah tua yang diakui Gita sebagai tempat kamar kosnya berada, gadis itu berlalu tanpa repot-repot berterima kasih.

Bunyi ponsel mengalihkan perhatian Rama. Foto seorang gadis berambut bergelombang yang muncul di layar membuat senyuman di wajah Rama semakin mengembang hebat. Jess.

Dugaan Rama tidak meleset. Setelah sempat bertukar pandang di ruang kelas saat Rama menghampiri Gita, Rama sudah bisa memperkirakan Jess pasti akan menghubunginya. Namun ia sendiri tidak menyangka bahwa akan secepat ini. 

Rama tersenyum skeptis kemudian membiarkan benda dalam genggamannya terus berdering sampai berhenti mengeluarkan suara.

Belum saatnya ia menanggapi Jess. Ia perlu membuat Jess sedikit menunggu sebelum membuat gadis itu memohon untuk kembali ke dalam pelukannya.

**

"Kamu mengerjaiku, ya?" seru Gita saat Rama menempelkan ponsel di telinganya.

Jantung Rama mendadak berdetak lebih kencang. Dengan cepat, ia meletakkan telunjuk di depan bibirnya, meminta agar teman-teman yang sedang duduk bersamanya untuk diam sejenak. Suara kendaraan yang lalu lalang di jalanan tidak membantu sama sekali.

"Kamu ini bicara apa sebenarnya?"

"Tiga puluh menit lagi. Shift kedua dimulai tiga puluh menit lagi. Sekarang kamu sedang berada di mana? Setelah memaksaku mengajarimu, kamu bahkan tidak masuk kelas sekarang?" tanya Gita lagi.

Rony menatap penuh tanya ke arah Rama sambil berucap tanpa suara, "siapa". Rama tidak menghiraukan Rony dan terus memusatkan perhatian pada suara pada ponselnya.

"Dari mana kamu tahu aku sedang tidak berada di kelas?"

"Aku sedang berada di depan kelasmu. ID-mu. Aku bermaksud mengantarkannya. Jadi di mana dirimu sekarang?"

Rama kembali duduk bersandar dan mengisap kembali rokok di antara kedua jarinya.

"Pasti sedang duduk-duduk santai memenuhi rongga paru-parumu dengan racun bersama genk punk-mu itu, ya?"

Apa yang dikatakan Gita sontak membuat Rama mulai terbatuk-batuk karena menelan asap rokok yang seharusnya ia keluarkan. 

Risi dipandangi penuh selidik oleh ketiga temannya, Rama, mematikan ujung rokoknya sebelum bergerak menjauh. Bahaya jika sampai teman-temannya tahu bahwa Gita melabeli genk anak punk.

"Tunggu lima menit, aku akan ke sana sekarang."

"Tidak perlu. Aku sudah keluar dari kampus."

Hal itu menjelaskan suara bising kendaraan yang menjadi latar suara Gita.

"Sia-sia saja aku menghabiskan waktu denganmu kalau pada kenyataannya kamu jarang masuk kelas English Savy. Lagi pula kamu sendiri sudah berjanji tidak akan membolos lagi," gerutu Gita terdengar tidak sabar.

"Aku bilang aku berjanji tidak akan terlalu sering membolos lagi. Bukannya tidak akan membolos lagi. Sebagai mahasiswa yang belajar linguistics, kamu seharusnya tahu itu."

Rama tersenyum membayangkan bagaimana ekspresi Gita mendengar jawabannya barusan.

"Aku tidak peduli. Kalau sampai absenmu melewati batas dan kamu tidak bisa mengikut ujian akhir, kita tidak usah bertemu lagi."

"Hey ... kamu sudah berani mengancamku sekarang, Bu Dosen?" tanya Rama sambil tertawa kecil.

Rama harus bergeser sedikit demi memberi ruang seseorang yang ingin masuk ke dalam warung makan tempat ia berada.

"Oh, aku salah. Mungkin kamu memang tidak perlu repot-repot masuk kelas. Aku juga tidak sudi berbagi ruang wisuda denganmu," ucap Gita dengan suara meninggi.

Rama semakin terbahak mendengar ancaman Gita. Gadis itu bahkan menyebut-nyebut perihal wisuda yang masih jauh di masa depan. Hal yang sama sekali belum sempat Rama pikirkan.

"Begini saja. Kita buat perjanjian. Aku akan masuk kelas English Savy favoritmu itu dengan catatan kamu mau pergi menonton denganku."

"Dasar anak Management kikir. Selalu mencari untung rugi dalam segala sesuatu."

"Tentu saja," jawab Rama dengan kebanggaan yang dibuat-buat.

"Sebenarnya jika dipikir keduanya menguntungkan dirimu. Keuntungan untukku apa?"

"Kamu bisa nonton gratis ... bersamaku."

"Cih. Kamu terlalu percaya diri. Dasar anak orang kaya!"

"Jadi bagaimana? Shift dua mulai sepuluh menit lagi. Jika memang tidak mau, yasudah aku tinggal pulang dan menikmati sisa hari bersama-sama teman-teman punk-ku."

Rama melirik ke belakang sebentar, memastikan Rony, Fian, dan Jacko tidak mendengar apa yang baru saja ia katakan. Untungnya keempat temannya tampak sibuk dengan ponsel masing-masing.

"Fine! "

Rama mengerjap, sedikit tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Hanya jika quiz kali ini kamu mendapatkan nilai B," lanjut Gita.

"Hey, tidak ada perjanjian seperti itu."

"Dan aku yang memilih filmnya."

Belum sempat Rama menjawab, hubungan telepon di antara mereka terputus. Rama tertawa kecil sambil memandangi layar ponsel dalam genggamanya. 

Sial. Kali ini gadis pintar itu bukan hanya berhasil membuatnya berniat mengikuti perkuliahan namun juga belajar sungguh-sungguh agar mendapat nilai baik hanya demi menonton sebuah film.

Ah. Semakin mengenal Gita, semakin ia merasa banyak hal tidak masuk akal yang disanggupinya.

**

Typo?

Bersambung.

Bersambung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Side by Side [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now