9 : "The Fact"

61.2K 9.1K 170
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca,hehe.





Nafas Hye Jin tercekat saat mendengar penjelasan dokter pribadi keluarganya. Bagaimana bisa kakeknya yang sehat menderita kanker hati stadium akhir?

Dokter sialan itu mengatakan hidup Michael tidak lama lagi. Paling lama kakek hanya mampu bertahan selama 6 bulan. Selama ini kakek tahu akan penyakitnya. Ia sengaja merahasiakannya dari Hye Jin, agar ia tidak khwatir.

Sungguh, Hye Jin masih tidak mempercayai semua ini. Bagaimana bisa kakeknya yang cerewet dan menyebalkan itu bisa sakit?

"Apa kau tidak salah dalam mendiagnosa? Lihatlah, kakekku sangat sehat!" Suara Hye Jin meninggi. Dokter Shin hanya diam kemudian mengucapkan maaf berulang kali.

"Dokter Shin, kau mengatakan umur kakekku tinggal 6 bulan lagi? APA KAU TUHAN? BISA-BISANYA KAU MEMUTUSKAN HIDUP DAN MATI KAKEKKU!" teriak Hye Jin frustasi.

Ia benar-benar belum siap kehilangan kakek. Semua ini terlalu tiba-tiba... Usia Hye Jin masih 21 tahun, bisa dibilang masih muda. Siapa yang akan menemaninya jika kakek pergi?

"Hye Jin... jangan seperti ini. Iklaskan semuanya."

Gadis itu menoleh kearah pamannya. Cih! Iklaskan semuanya? Jangan harap! Ia tidak akan membiarkan seseorang mengambil kakek darinya. Biar itu Tuhan sekalipun!

Hye Jin menghapus air matanya lalu menatap tajam kearah paman Eun. "Paman bilang kakek baik-baik saja. Tapi apa? Paman bohong padaku! Kenapa paman tidak bilang kalau kakek sakit?"

Air mata Hye Jin tidak bisa berhenti mengalir. Sungguh, melihat kakek yang terbaring lemah, membuat hatinya tercabik-cabik. Ia tidak apa jika kehilangan segalanya, asal jangan kakek. Hanya dia satu-satunya orang yang menyayangi Hye Jin dengan tulus.

"Maafkan paman, Hye..., paman hanya tidak ingin kau terluka," jawab paman Eun lirih.

"Lupakan paman, kau dan kakek sudah melukaiku."

Hye Jin mengusap air matanya matanya lalu berjalan ke kamar kakek. Kulit pria tua itu pucat dan wajahnya terlihat kurus. Hye Jin menggenggam tangan Michael lalu menciumnya berkali-kali. "Kakek, kenapa tidak bilang kalau selama ini kau sakit?"

Setelah mengatakan itu, Hye Jin menangis tersedu-sedu. Ia menelangkupkan kepalanya di ranjang kakek lalu menangis sepuasnya. Sampai sebuah tangan besar membelai pucuk kepala Hye Jin

"Sudah berhenti menangis, semuanya pasti baik-baik saja," kata pria itu.

Hye Jin menoleh dan menangkap sosok pria tinggi yang berdiri di sampingnya. "Oh Sehun?"

"Hem," gumamnya, "bagaimana keadaan kakek?"

Dengan cepat Hye Jin mengapus air matanya. "Seperti yang kau lihat, kakek kritis."

Lagi-lagi air mata Hye Jin menetes. Ia memang perempuan lemah.

"Jangan menangis, kau akan sakit jika terus-terusan menangis seperti ini," kata Sehun sembari membantu Hye Jin berdiri.

"Cukup doakan kekek agar cepat membaik. Kau tahu kan Tuhan akan selalu mendengarkan permohonan orang yang berdoa dengan tulus," kata Sehun lagi.

"Ayo aku antar ke Gereja untuk berdoa." Hye Jin tidak sempat menjawab karena Sehun sudah menggandeng tangannya keluar dari kamar kakek.

Hati Hye Jin sedikit menghangat. Ia tidak percaya kalau pria yang sedang menggandeng tangannya adalah Oh Sehun suaminya. Rasanya tidak mungkin kalau Sehun berubah lembut seperti ini.

Hye Jin menoleh kearah tangannya yang di genggam oleh Sehun. Kini pria itu sedang menyetir dengan satu tangan, sedangkan tangannya yang lain menggenggam jemari Hye Jin.

Shopaholic Girl And Mr. Perfect✔Where stories live. Discover now