19

1.9K 158 1
                                    

--- RAVINDRA POV. ---

Begitu sampai dalam kelas, aku dan Soleil berpisah arah. Dia duduk di belakang bersama dengan Bintang, sementara aku duduk di barisan depan. Dapat kulihat dari sudut mataku, Soleil sedang dicecar pertanyaan oleh Bintang yang terlihat tidak senang dengan kedekatan kami. Soleil terlihat berdebat dengan Bintang dengan suara pelan dan wajah Soleil terlihat sebal.

Baru saja kami berpisah, senyum di wajahnya sudah menghilang digantikan dengan wajah sebal dan muram. Aku tahu selama ini Bintang dan Soleil memiliki persahabatan yang sangat kuat, pantas saja bila Bintang merasa perlu untuk mengkhawatirkan Soleil. Apalagi melihat bagaimana 4 tahun terakhir aku memperlakukan Soleil dengan buruk.

Kualihkan perhatianku pada materi yang disampaikan oleh Pak Bas, sambil berusaha menyusun laporan progres tugas kelompok berdasarkan survey yang sudah kulakukan bersama Soleil. Catatan laporan progress kubuat hanya sebagai pegangan untuk menjelaskan pada Pak Bas, agar tidak ada point penting yang tertinggal untuk kulaporkan.

Usai kelas para ketua kelompok dan wakilnya tinggal untuk menyampaikan laporan pada Pak Bas. Bintang yang ternyata juga menjadi ketua pada kelompoknya ikut tinggal bersama dengan Soleil. Kelompok Bintang mendapat gilirang untuk menyampaikan laporan terlebih dahulu, namun setelah memberikan laporan dia tetap tinggal di kelas. Kurasa dia akan menunggu Soleil selesai denganku.

Aku dan Soleil kemudian maju bersama untuk memberikan laporan pada Pak Bas. Selama aku menyampaikan laporan dan Pak Bas memberi masukan, dapat kulihat Soleil terlihat tidak tenang. Dia terus melihat ke arah Bintang. Segera setelah kami selesai berdiskusi dengan Pak Bas, Bintang langsung menarik Soleil keluar kelas. Dengan santai aku membereskan barangku, kemudain berjalan keluar kelas.

Soleil ternyata masih berdiri di dekat pintu kelas dengan Bintang berdiri agak jauh darinya. Soleil melihatku dan tersenyum padaku. Aku memasang wajah datar padanya.

"Rav, makan siang bareng yuk. Kelas kamu masih jam 2 kan?" Oh, rupanya dia ingin mengajakku makan siang bersama. Kulirik Bintang dan kulihat dia memberikan tatapan tajam padaku.

"Gak bisa. Gue perlu ketemu sama anak-anak tim futsal cewek. Gue diminta gantiin salah satu pemain mereka yang cedera buat kompetisi Garuda antar kampus," jawabku masih dengan wajah datar pada Soleil. Terlihat ada kesedihan dalam sorot mata Soleil.

"Oke kalo gitu, Rav. Tapi, kalau kamu sempat luangkan waktu untuk makan ya. Bye, Rav," pamit Soleil padaku sambil melambaikan tangannya. Sebelum berpaling dia tersenyum kecil padaku, kemudian Bintang menarik lengannya untuk beranjak pergi dari hadapanku.

Aku menghela nafas berat. Aku berangkat menuju tempat pertemuan tim futsal putri kampus. Siang ini semua kandidat yang dicalonkan untuk menjadi pemain pengganti dikumpulkan untuk briefing apa saja yang pelatih ingin ujikan pada kami. Sebenarnya aku cukup enggan untuk datang, tapi aku sudah berjanji pada Victor untuk membantunya urusan satu ini.

Saat aku masuk dalam ruang pertemuan kutemukan tidak banyak orang berada dalam ruangan ini. Hanya ada pelatih Anggun dan Regina si kapten tim, bersama seorang perempuan lain yang belum aku tahu.

"Selamat datang, In," sapa Regina padaku dengan senyum ramah. Dari dulu Regina selalu berusaha mengajakku untuk bergabung dalam tim futsal putri, tapi aku selalu menolak.

"Hallo. Siang," sapaku balik pada semua orang dalam ruangan.

"Selamat datang, Ravindra. Perkenalkan ini Nina. Dia salah satu kandidat juga untuk menggantikan Vina di posisi penyerang, yang saat ini sedang cedera dan tidak bisa bermain untuk kompetisi Garuda," jelas pelatih Anggun padaku. Aku berjalan ke arah Nina, berjabat tangan dan menganggukkan kepala padanya. Aku menjaga agar ekspresiku tetap datar, meski dalam hati sebenarnya aku sangat jengkel karena harus membuang waktu untuk mengikuti seleksi.

"Nah, karena kalian berdua sudah hadir sekarang. Aku ingin kita membuat kesepakatan waktu untuk seleksi kalian yang akan dihadiri oleh seluruh anggota tim. Kalian akan diseleksi berdasarkan ketahanan fisik dalam bentuk ujian lari, kemudian keakuratan tendangan kalian dengan berusaha mencetak gol terbanyak dari 5 kesempatan, yang ketiga saya akan menilai kemampuan kalian dalam menggiring bola dan melewati hadangan lawan, dan terakhir adalah kemampuan kalian dalam mengoper bola ke sesama pemain," pelatih Anggun menjelaskan serangkaian seleksi yang harus kami jalani. Aku hanya terus menatap Nina tajam dengan wajah tanpa ekspresi.

"Bagaimana kalau seleksi dilakukan sore ini? Kalian bisa? Jam 4 kita bisa mulai, nanti beberapa anggota tim akan menyusul kalau mereka masih ada kelas," Regina menawarkan waktu seleksi pada kami. Aku mengangguk menanggapi tawaran Regina.

"Oke. Mungkin aku sedikit terlambat karena kelasku baru berakhir jam 4. Bagaimana?" tanya Nina pada pelatih dan Regina. Regina mengacungkan jempol pada Nina tanda dia setuju. Pelatih Anggun melihat ke arahku, meminta konfirmasi lebih jauh.

"Aku bisa, tapi jam 6 aku sudah harus pergi. Aku ada pekerjaan," aku menginformasikan mereka, bukan meminta ijin pada mereka. Kalau mereka tidak bisa menerima jadwalku maka selesai, aku akan pergi.

"Baik. Kita sepakat kalau begitu untuk memulai seleksi pada hari ini pukul 4 dan berakhir sebelum pukul 6," pelatih menegaskan hasil diskusi siang ini. Kami semua menganggukkan kepala. Aku segera beranjak keluar dari ruang pertemuan, menuju kelas berikutnya. Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 13.30 artinya tidak waktu bagiku untuk ke kantin dan membeli makanan.

Ah, sudahlah. Lupakan makan siang, walaupun sebenarnya aku merasa cukup lapar. Belum sampai aku di depan kelas, ada suara meneriakkan namaku dan suara langkah seseorang berlari ke arahku. Kubalikkan badan, ternyata Soleil sedang berlari berusaha mengejarku. Mau apa lagi dia?

"Rav, ini aku belikan kamu makan siang. Cuma sedikit sih, tapi semoga bisa mencegah kamu kelaparan," Soleil tersenyum sambil menyodorkan dua bungkus onigiri tuna mayo. Kulihat sekitarku sebelum menerima pemberian Soleil.

"Bintang ke mana? Kamu kok belum pulang?"

"Idih... Baru ketemu aku udah nanyain Bintang aja. Tanyain aku kek. Hehehe..." Aku hanya melihat Soelil dengan tatapan datar. Wajahnya langsung terlihat lesu, dan dia tersenyum kecut.

"Bintang ada kelas lagi. Aku pulang tunggu Bintang atau Celine. Soalnya tadi kan aku berangkat sama kamu...," suara Soleil semakin kecil saat sampai pada akhir kalimat.

"Telpon Mang Ujang. Minta jemput, Lei. Ngapain kamu nunggu lama-lama di kampus?"

"Ah, aku mau latihan biola sekalian untuk penampilan seleksi duta kampus, Rav. Jadi, gak nganggur juga sih. Aku bisa latihan dengan biola di ruang musik. Kamu pulang jam berapa, Rav?"

"Jam 6. Ada seleksi futsal jam 4."

"Boleh aku lihat seleksi kamu? Sekalian aku menghabiskan waktu menunggu Celine." Soleil melihatku dengan mata penuh harap. Padahal kalau dia mau lihat ya terserah dia, kenapa harus minta ijin padaku. Anak aneh.

"Terserah kamu aja. Udah aku masuk kelas dulu,"aku berbalik dan melanjutkan perjalananku ke kelas. Sepanjang aku berjalan,kubuka onigiri yang diberikan oleh Soleil. Bersyukur setidaknya saat ini akuyakin tidak akan kelaparan dan punya enerji untuk seleksi bodoh nanti sore.

Dipertengahan kelas kurasakan ponselku bergetar, ada pesan masuk. Kubuka dan kutemui nomor tak dikenal.

From: Unknown number
Hey, Rav. Pulang kuliah jam berapa? - Gabby

To: Unknown number
Kelas selesai 15.30. Ada seleksi futsal jam 4. Selesai jam 6. Langsung kerja, Gab.

Setelah aku membalas pesan Gabby, kusimpan nomer ponselnya. Siapa tahu suatu saat aku butuh bantuannya. Lagi pula makhluk seperti Gabby sangat pas untuk dijadikan kawan daripada lawan. Drett... drett... Ponselku kembali bergetar menandakan ada pesan masuk.

From: Gabby
Aku tunggu di lapangan futsal kalo gitu. See you, handsome!

To: Gabby
Oke

Aneh. Mau apa dia menemuiku di sini?

Matahari - Buku 1 dari Trilogi Our Universe (COMPLETED)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora