33

1.7K 149 5
                                    

--- SOLEIL POV. ---

"Kita di mana sih, Sol?" tanya Celine setengah marah karena aku sama sekali tidak memberi informasi apa pun tentang di mana kami berada saat ini.

"Ini tempat Ravi," Deva menjawab pertanyaan Celine. Sontak teman-temanku terkejut dan melihatku meminta konfirmasi. Aku hanya mengangguk dan menyuruh mereka diam. Sepanjang perjalanan kembali ke dalam apartemen Ravi, aku terus berusaha menenangkan hati dan pikiranku.

Begitu pintu apartemen di tutup aku meminta semuanya duduk. Aku menghadap mereka semua dengan wajah sangat serius.

"Ghi, jawab pertanyaan ini. Secara medis apakah mungkin seorang perempuan memiliki penis?"

"Mungkin. Itu sering kita sebut dengan intersex. Ada juga laki-laki yang memiliki vagina sekaligus penis. Mereka adalah orang-orang dengan kelainan kromosom. Mudahnya mereka memiliki kelamin ganda. Apakah dia perempuan atau laki-laki ditentukan dari kadar hormon estrogen atau testosteron mereka mana yang lebih dominan."

Aku terdiam mendengar jawaban Ghia. Berusaha mencerna jawaban yang diberikan Ghia. Belum semua jawaban itu dapat kucerna, suara Deva memecah keheningan.

"Jadi, kamu sudah mengetahuinya? Lalu apa tanggapan kamu? Jijik padanya sekarang?"

Deva bertanya dengan nada geram dan kulihat dia mengepalkan tangannya. Berusaha menahan amarah. Aku mengabaikan pertanyaan Deva padaku.

"Ghi, apa orang-orang seperti itu dapat menghamili perempuan seperti bagaimana laki-laki biasa melakukannya?"

"Jelas bisa, Sol. Selama mereka memproduksi sperma jelas bisa. Selama penis mereka bekerja secara normal dan baik, mereka bahkan bisa berhubungan sex selayaknya laki-laki. Pada beberapa kasus ada dari mereka yang penisnya tidak berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga mereka memutuskan untuk membuangnya."

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Aku menutup mataku dan menenangkan diriku. Semua kenangan yang kulalui dengan Ravi malam itu kembali. Malam saat aku dan Ravi berciuman panas. Aku ingat merasakan sesuatu yang keras dan hangat seperti berusaha menusuk vaginaku malam itu. Ravi menghentikan semuanya sebelum kami semakin jauh. Ah, Ravi. Kenapa kamu sembunyikan semua ini dariku?

"Ghi, tolong masuk ke kamar. Please lakukan yang terbaik yang kamu bisa. Aku gak tau harus berbuat apa saat melihat keadaannya. Aku hanya bisa membasuh tubuhnya dan membersihkan lukanya dengan alkohol."

Ghia dengan sigap langsung berdiri dan masuk dalam kamar yang kutunjuk. Deva ikut berdiri dan berusaha untuk masuk. Aku menahan Deva dan mendorongnya kembali ke tempat duduk.

"Sekarang aku perlu semua jawaban jujur dari kamu, Deva. Aku gak peduli kalau nanti Ravi akan marah atau membenciku. Aku perlu tahu apa yang Ravi lakukan, apa yang kamu lakukan? Apa kondisi Ravi ini yang dari dulu membuatmu takut aku akan menyikitinya?"

"Sekarang kamu sudah tahu kondisi Ravi ini, apa yang kamu rasakan? Apa kamu masih bisa menerima dan melihat Ravi sama seperti biasanya?!"

Deva berdiri dan bertanya padaku dengan nada membentak. Ada rasa sakit yang amat dalam kudapati pada sorot matanya.

"Aku mencintainya, Deva. Kondisinya ini gak akan merubah apa pun. Aku akan tetap mencintainya. Hatiku tetap mencintainya."

Jawabanku membuat Deva sedikit tenang. Deva mencoba mengendalikan amarahnya.

"Aku tidak tahu apa yang Ravi lakukan saat ini, Sol. Dulu aku meninggalkannya dengan harapan aku tidak akan menodai hati dan pikirannya dengan kelamnya jalan yang kupilih untuk mengikuti jejak Antonio. Tapi sekarang aku tidak tahu lagi apa yang dia lakukan. Aku sedang mencari cara untuk membuka mata Ravi bahwa Antonio bukan pria baik-baik. Antonio bukan malaikat yang datang dalam hidup kami."

Aku terus melihat Deva. Memintanya melanjutkan apa yang harus dia katakan dan ceritakan.

"Aku tidak berhak menceritakan hal yang lain lagi. Itu hak Ravi. Dan hak aku untuk gak menceritakan masa lalu yang ingin kulupakan. Aku gak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaan apa pun dari kamu. Sekarang minggir! Aku mau melihat kondisi Ravi."

Deva mendorong tubuhku dari depan pintu kamar Ravi. Aku menahan tangan Deva dan berteriak padanya.

"Kamu gak menemuinya sejak kemarin-kemarin. Kenapa?! Kamu seolah gak peduli pada Ravi. Kenapa sekarang harus sepeduli ini?! Kenapa baru sekarang, Va?! Kamu gak tau betapa dia merindukan kamu? Kamu gak tau betapa berarti hadirmu dalam hidupnya? Kamu jahat, Deva! Kamu buat Ravi merasa kehilangan semua dunianya!"

Aku tidak lagi bisa menyembunyikan amarahku pada sikap Deva. Berulang kali aku memintanya untuk menemui Ravi, tapi dia menolak dengan beribu alasan.

"Tutup mulut kamu, Sol. Kamu gak tau apa pun tentang aku dan Ravi. Kamu gak tau cukup banyak tentang kami untuk bisa menilai dan menghakimi kami. Aku punya alasanku dan kamu gak perlu tau. Itu urusanku. Sekarang aku mau menemui adikku. Lepasin aku!"

Aku masih bersikeras menahan Deva. Aku ingin tahu semua kebenaran yang mereka sembunyikan.

"Soleil lepasin aku! Aku bisa menyakiti kamu."

"Gak akan. Kamu gak akan nyakiti aku."

"Kenapa? Karena Ravi cinta kamu? Karena dia janji akan menjaga kamu dari aku yang mau menyakiti kamu?"

Mendengar pertanyaan Deva aku langsung teringat pada janji Ravi dulu. Saat aku menobatkannya sebagai ksatriaku. Aku melepaskan tangan Deva, membiarkan dia masuk dan melihat kondisi Ravi. Aku tidak mau melihat Ravi berkelahi dengan Deva hanya karena aku. Tapi sekarang bukan Deva yang sesungguhnya menyakitiku.

Kurasakan sebuah pelukan di bahuku. Aku melihat ke samping dan Bintang berusaha menenangkanku. Apakah Bintang tahu semua tentang masa lalu Deva? Dia tidak terlihat terlalu terkejut seperti Celine yang masih bengong di sofa. Berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya.

"Tang, kamu tau semua ini kan? Masa lalu Deva dan Ravi?"

"Maaf, Sol. Aku gak berhak menceritakan kisah mereka. Sebaiknya kamu menunggu Ravi atau Deva menceritakan semuanya sendiri. Itu kisah mereka."

Aku mengangguk memahami posisi Bintang. Aku menghargai Bintang yang berusaha menjaga kepercayaan Deva. Aku juga akan melakukan hal yang sama apabila Ravi menceritakan apa pun padaku tentang sesuatu yang pahit dan pribadi baginya.

"Yang perlu kamu tahu, kamu perlu banyak bersabar. Aku pun terus berusaha sabar menghadapi Deva. Terkadang aku tidak bisa memahami jalan pikirannya, tapi aku sadar karena aku tidak pernah mengalami apa yang mereka alami. Sol, sepertinya Ravi berada pada jurang gelap yang jauh lebih dalam dari Deva saat ini."

Aku mendengarkan saran yang diberikan oleh Bintang dan berusaha mengingatnya. Saran yang diberikan Bintang hampir mirip dengan pesan yang diberikan Gabby tadi. Aku semakin ingin mengetahui kehidupan macam apa yang membuat Ravi seperti ini.

"Kalau aku boleh jujur. Sebenarnya aku tidak ingin melihatmu bersama Ravi. Aku merasa dia akan selalu menyakitimu, Sol. Aku merasa dia bukan lagi Ravi yang dulu kita semua kenal. Aku merasa saat ini dia seperti monster yang siap menerkam kamu, Sol. Jujur aku sangat mengkhawatirkan kamu."

Aku hanya tersenyum pada Bintang. Aku memahami kekhawatirannya padaku, tapi hatiku telah memilih untuk terus jatuh pada Ravi. Tekadku sudah bulat untuk terus memperjuangkan Ravi dan cintaku.

Matahari - Buku 1 dari Trilogi Our Universe (COMPLETED)Where stories live. Discover now