Chapter 12

4.7K 585 117
                                    

"Bagaimana? Kita siap berangkat?"

Tanya Harry saat mereka akan berangkat ke Berlin untuk mencari Draco. Yah, Harry dan Ginny memutuskan untuk ikut bersama Ron dan Hermione dalam misi mencari ferret sialan.

Awalnya, Ron mengirim surat ke The Burrow untuk memberitahu ide gila Hermione. Ginny yang menerima surat dari Ron segera memberitahu Harry.

Harry yang memang sudah menyiapkan rencana dengan George segera melaksanakan rencana mereka, yaitu dengan memberi souvenir dari WWW agar para tamu undangan tidak kecewa.

Untunglah, George tidak menuntut ganti rugi pada Harry atas pengeluaran produk WWW secara besar-besaran hanya untuk souvenir.

Sedangkan untuk keluarga, mereka memberitahu secara baik-baik. Sudah pasti ayah Hermione pingsan seketika. Tapi, ia pingsan bukan karena putri semata wayangnya tak jadi menikah. Ia pingsan karena usahanya untuk membetulkan dasi dan jas selama berjam-jam sia-sia.

Dan, di sinilah mereka berempat. Di bandara saat masih pagi buta, siap berangkat ke Berlin.

"Kau tak takut dimarahi Malfoy, karena mengambil uangnya? Membayar tiket pesawat untuk empat orang dan uang bekal untuk perjalanan bukankah banyak?" tanya Ron saat pemeriksaan tiket.

"Malfoy itu kaya, Ron. Meskipun uangnya telah digunakan sampai bertriliun-triliun dollar, ia akan tetap kaya. Mungkin uangnya bisa untuk menghidupi sampai keturunan ke 99." jawab Ginny.

"Hey! Aku tanya Hermione bukan dirimu!"

"Tapi, ini benar kan Mione?"

Hermione hanya mengangguk asal mendengar pertanyaan Ginny. Karena, semua pikirannya telah terfokus pada seseorang nun jauh di sana.

Apa Draco benar-benar ingin melupakannya? Melupakan semua kenangan yang telah mereka sulam selama ini? Apa Draco bisa merawat Lyra dan Rhea dengan baik? Bagaimana nantinya Lyra dan Rhea akan punya teman bila mereka tak bisa berbahasa Jerman? Oh, semoga ada orang Inggris yang tinggal di sekitar lingkungan mereka.

Tapi, apa Draco telah membeli rumah di Berlin? Bukankah ia mendadak perginya, bahkan Narcissa tak diberitahu tentang rencana kepindahannya ini? Apa ia telah menyewa hotel jauh-jauh hari?

"Mione, ayo!"

Seruan Ginny membuat Hermione kembali di alam sadarnya. Ia sudah bertekad, bahkan Harry dan Ginny rela meninggalkan James demi membantunya.

Apapun rintangannya, dan seberat apapun cobaan yang akan dihadapi, Hermione yakin ia akan menemukan Draco—

Meski nyawa taruhannya.

————————————————————————————

'Laki-laki tak tahu diuntung!'

Begitu pikir Lyra pada ayahnya. Saudara kembarnya, sudah berusaha menjelaskan semuanya agar mereka kembali ke London, dan tentunya berkumpul dengan bibi Hermione.

Tapi apa jawaban ayahnya? Sungguh menjengkelkan!

Lihatlah sekarang, mereka telah memasuki rumah baru yang langsung di beli Draco saat mereka baru tiba di Berlin pagi tadi. Rumah di kompleks perumahan.

Rumah ini tidak terlalu besar, hanya memiliki dua tingkat, empat kamar tidur, tiga kamar mandi, ruang keluarga dan ruang makan yang sederhana, serta kolam renang kecil di belakang rumah. Meskipun rumah ini nyaman, rumah ini tak akan pernah menandingi kenangan di Malfoy Manor.

Perumahan di sini juga cukup ramai, banyak anak-anak sebaya mereka di sekita sini. Tapi, Lyra dan Rhea tak bisa berbahasa Jerman. Jadi, mustahil bagi mereka untuk mendapatkan teman.

Yah, mereka hanya bisa berharap semoga ada anak keturunan Inggris di sini. Jujur, mereka kesepian. Biasanya bibi Hermione akan mengajak mereka pergi jalan-jalan atau membantu Narcissa di kebun.

Saat ini yang bisa dilakukan Lyra dan Rhea hanyalah duduk di balkon kamar mereka sambil memandang sekumpulan anak berlari-larian di bawah sana dengan riang.

"Kalian kenapa hanya diam saja?" tanya Draco menghampiri kedua putrinya.

"Kalau kami bisa berbahasa Jerman, tidak mungkin kami cuma diam di sini sambil memandang iri anak-anak di bawah sana!" jawab Rhea ketus.

Sorot mata Draco meredup. Ia menghela napas. Semua ini gara-gara dia. Draco tak ingin kedua putrinya kehilangan kebahagiaan mereka, tapi Draco tak bisa kembali ke London. Semua keputusannya telah bulat!

"Daddy minta maaf."

"Hanya itu yang kau ucapkan pada kami?" tanya Rhea. Kali ini suaranya mengecil, seperti bisikan yang sarat akan kekecewaan.

Draco menunduk dalam, "Kalau bisa Daddy akan mencari pengasuh yang bisa berbahasa Ing—"

"Daddy pikir kami ini apa!? Menurutmu dengan mencari pengasuh yang bisa berbahasa Inggris semua masalah akan selesai!?"

"Rhea, bukan begitu maksud dad."

Draco berdiri berusaha memeluk putrinya tapi Rhea mengelak. Ia mundur ke belakang.

Mata Rhea mulai memerah, "Kami tidak butuh apa-apa! Kami hanya ingin kasih sayang. Hanya itu tak lebih. Terlalu sulitkah mewujudkannya?" tanya Rhea lirih.

"Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, sampai tak memikirkan kami. Tapi sejak bibi Hermione datang—"

"Kalian tak merasa kesepian, dan seperti mendapatkan sosok mom kembali?"

Rhea mengangguk. Kini, air mata telah membasahi pipinya.

"Tapi, maaf. Dad tak bisa melakukannya lagi."

Lyra yang sedari tadi diam sekarang menghentakkan kaki kanannya dengan keras. Ia berjalan maju, mendekati Draco dan berdiri tepat di hadapannya.

"Sudah kuduga! Kau memang keras kepala dad! Sebesar apapun Rhea berusaha membujukmu kau tetap seperti ini! Asal kau tau, rasa gengsimu itu tak akan merubah segalanya jadi lebih baik! Apa kau ingin, kami memanggil dokter untuk mencuci otakmu yang penuh bau busuk itu!?"

Draco terbelalak. Seumur-umur baru kali ini ia melihat Lyra menentangnya dengan berani. Biasanya ia hanya bisa memendam semuanya sendiri, menangis. Tapi kini? Ia sungguh tak percaya!

Rhea juga sama kagetnya dengan Draco. Tapi ia menyeringai bangga. Setidaknya didikannya pada Lyra membuahkan hasil.

"Lyr—"

"Jangan meremehkanku dad! Tidak ada yang lebih bahaya dari marahnya orang sabar, kecewanya orang yang setia, dan murkanya orang yang suka bercanda!"

"AKU BENCI KAU!"

Setelah mengucapkan semua itu, Lyra turun ke bawah. Ia berlari. Dugaan Rhea, saudara kembarnya itu telah berusaha melarikan diri. Lebih tepatnya, kabur.

Rhea melirik Draco sekejap, lalu ikut turun menyusul Lyra.

"Kau mau pergi kemana, Rhea?" teriak Draco, menuruni tangga berusaha menyusul kedua putrinya.

"Bukan urusanmu!" jawab Rhea ketika ia membuka pintu, lalu menutupnya dengan keras hingga menimbulkan suara gaduh.

Draco mengela napas berat dan bersandar di tembok. Semua ini kesalahannya! Tapi ia tak bisa merubah apapun.

Sedangkan Rhea bingung harus mencari Lyra kemana. Memang betul tindakannya lebih berani, tapi tingkat kecerobohannya masih sama. Bagaimana kalau ia tiba-tiba dipenjara, karena sembarangan berbicara dalam bahasa Inggris yang di anggap bahaya bagi negara Jerman?

Rhea menggeleng kuat-kuat berusaha menepis semua pikiran buruknya.

Lalu matanya menangkap sosok pirang berambut panjang sama seperti dirinya, sedang duduk di taman bersama seseorang.

Siapun orang itu, sepertinya Lyra terlihat bahagia.





Tbc
Udah tahu kan apa rencana Harry 😜😜

A New WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang