Chapter 14

4.4K 580 67
                                    

Saat tiba-tiba cahaya berpendar keluar dari kalung matahari pemberian Apollo itu, Rhea hampir saja membantingnya karena kaget dan takut. Merlin! Bagaimana seorang gadis berusia lima tahun tidak kaget saat sebuah benda pemberian teman yang baru saja dikenalnya tiba-tiba bercahaya dengan sangat terang? Bahkan seisi kamar terlampau terang dibuatnya.

Tapi kekagetan Rhea dapat ia atasi dengan segera. Lalu cahaya itu mulai memudar, dan saat cahayanya benar-benar hilang, kalung itu menampakkan layar biru yang hampir tembus pandang. Dan seseorang di dalam layar itu tertawa senang, atau bisa jadi menyeringai puas?

Lyra yang sama terkejutnya dengan Rhea segera mengamati kalungnya. Tapi kalungnya tak bereaksi sama dengan kalung kepunyaan saudarinya itu. Lalu dengan segera ia berdiri di samping Rhea, dan ikut kaget saat memandang sosok di dalam layar biru itu.

"Apollo!?" teriak mereka bersamaan.

"Bagaimana? Gambarnya bening kan? Oh terpujilah Tuhan Yang Maha Esa, Dewa Dewi, dan Merlin yang Agung!"

"Apa-apaan ini!" bentak Rhea.

Apollo meletakkan jari telunjuk di bibirnya, mengisyaratkan mereka agar memelankan suara, "Shutt, jangan keras-keras!"

Lyra mengernyitkan dahinya, "Memangnya kenapa?"

"Ayahku sedang—"

"Tidak bisa Maysvaguez! Aku sudah berjanji pada Apollo kalau musim panas ini aku akan membawanya ke Yunani!" teriak suara di belakang Apollo. Sepertinya itu suara Ayahnya. Tapi siapa Maysvaguez itu? Apa dia Ibunya?

"Apa!? Tidak bisa! Aku tak mungkin mengingkari janjiku! Ohh oke... Jadi? Hah, mana mungkin? Tidak! Harus musim panas ini!"

"Kau gila! Tidak! Jangan berbuat seperti itu pada Artemis! Kalau begitu, lepaskan saja hak asuh Artemis! Aku pasti bisa membahagiakannya! Tidak seperti—"

"Arghh sial! Dasar wanita sinting! Tak tahu diuntung! Diaboles!" (Diaboles : umpatan dalam bahasa Yunani yang berarti Terkutuk)

Apollo meringis, "Maaf, Ayahku yah... sedang bertelepon dengan Ibuku dan—" Apollo menunduk, wajahnya terlihat masam.

"Tak apa, kami tahu maksudmu." ujar Rhea segera.

"Ehmm, kenapa kalian menghubungiku?" tanya Apollo setelah ia agak mendingan.

"Menghubungimu?"

"Iya! Bukankah ini berarti kau menghubungiku?" ujar Apollo sambil menunjukkan kalung berbandul bulan sabitnya.

Rhea menatap Apollo cengo. Padahal ia sama sekali tak berniat untuk menghubunginya, cahaya itu juga muncul dengan sendirinya tanpa diduga. Jadi, intinya semua ini diluar dugaan. Lalu Rhea menatap saudara kembarnya untuk meminta penjelasan. Tapi sama saja, Lyra juga cengo.

"Apollo dengar," ujar Rhea pada akhirnya "Aku sama sekali tak berniat menghubungimu, aku hanya—"

"Meminta pertolongan?"

Meminta pertolongan? Benar, Rhea tadi sudah kalut dan putus asa. Hatinya sedang berkecamuk karena Dad menyuruhnya dan Lyra untuk mengemasi barang dan pindah ke Muchen. Tapi bagaimana Apollo bisa tahu? Oh, terlalu banyak misteri di balik teman barunya itu.

"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku meminta pertolongan?"

"Aku kan penciptanya."

Lyra yang sudah kembali dari mode cengonya segera menyahut, "Benarkah?"

"Iya, dengan menggunakan teknologi mutakhir dan beberapa sentuhan sihir." jawab Apollo bangga.

Sebenarnya Apollo itu siapa? Ia seperti serba tahu semua hal. Dan Rhea harus mengakui kalau Apollo, genius. Yah, walaupun ia rada sangsi mengakuinya.

A New WifeWhere stories live. Discover now