Core 06 - [Pemuda Yang Menyebut Dirinya Sendiri 'Ksatria Gagal' (Part 1)]

1.8K 189 5
                                    

11 tahun silam, seorang bocah berambut kelabu bermata hijau zamrud tengah berjalan tanpa tujuan di gang sempit yang bau dan kotor penuh lumpur karena hujan. Bajunya compang camping, robek disana sini. Beberapa luka lebam menghiasi kulitnya yang putih pucat karena sudah 2 hari ini dia tidak memakan apapun kecuali meminum air sungai yang kebetulan dia temukan di hutan sebelum sampai kemari. Perutnya yang terus berteriak meminta isi ulang itu tak dia pedulikan dan terus berjalan dengan sempoyongan.

Di ujung gang kecil yang dia lewati, sempat terlihat orang berpakaian rapi dilengkapi zirah perak di dada, lengan, dan kakinya. Serta pedang perak yang menggantung di pinggang kirinya. Bocah itu menghentikan langkahnya ketika orang tersebut mengulurkan tangan kanannya tepat di depan wajah sang bocah dengan sedikit membungkukkan badannya yang tinggi.

Pandangannya mengabur dan tak bisa melihat dengan jelas pria di depannya. Tubuhnya mulai lemas karena tak terisi makanan apapun kecuali air. Luka lebamnya juga masih terasa sangat menyakitkan. Awalnya dia ragu menyambut tangan yang lebih besar dari tangan mungilnya. Saat hendak menggapai tangan itu, tubuhnya tak dapat bertahan lagi hingga akhirnya dia pun tumbang di depan pria itu dengan tangan kanannya yang sedikit terangkat untuk menyambut tangan si pria.

Matanya mulai menutup. Tubuhnya yang lemas itu tak kuasa ia gerakkan. Dan akhirnya kegelapan merenggut pandangannya. Matanya pun menutup secara paksa.

----------

Kelopak mata kecilnya mulai terbuka dan menampakkan kilau hijau zamrudnya.

"Akhirnya kau bangun juga, bocah."

Suara yang sedikit berat tidak dikenalinya membuat dirinya harus mencari sumber suara tersebut di sebelah kanannya.

Seorang pria berzirah perak duduk di sampingnya dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Dia kemudian mengambil gelas yang berisi air putih yang sudah dia siapkan di meja kecil sebelah kanan kasur putih dan menyodorkannya pada si bocah yang mulai bangun untuk duduk.

"Minumlah ini dulu. Kau pasti kehausan, kan."

Dia menerimanya dan meneguknya dengan cepat sampai habis. Itu bukti kalau tenggorokannya sangat kering. Dia mengembalikannya dan pria tersebut meletakkan kembali gelas kosong itu ke tempatnya semula. Kemudian mengambil roti dan memberikannya.

"Makanlah ini. Kebetulan aku hanya punya ini."

"Tapi... bagaimana dengan paman?"

"Jangan khawatirkan aku. Ini, makanlah." Ucapnya tetap menyodorkan roti yang belum juga diambil dari tangannya. "Lagipula aku baru makan tadi. Yahh... lebih dari sekedar roti sebenarnya.. ahahaha..." lanjutnya seraya mengusap kepala belakangnya dan tertawa kering.

"Kalau begitu..." bocah lelaki itu pun mengambil rotinya. "Aku akan memakannya."

Dia memakannya sampai tak tersisa. Memang tak sepenuhnya mengisi perut kosongnya, tapi itu lebih dari sekedar cukup daripada harus mati kelaparan.

"Etto... terima kasih, paman..." dia menggantungkan ucapannya dengan tatapan bertanya.

"Joan Stredle. Panggil aku Joan." Sahut pria itu.

"Baiklah, paman Joan."

"Bagaimana denganmu?"

"Hanz. Hanz Venetria." Jawab bocah itu dengan nada ceria.

"O-ok.." Joan sedikit terkejut dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba berubah dari sebelumnya yang tanpa ekspresi menjadi ceria. "Jadi.. Hanz, dimana kau tinggal? Karena sepertinya kau tersesat, aku akan mengantarmu ke rumahmu dimana pun itu."

"Aku..." Hanz menundukkan kepalanya dengan raut mukanya yang sedikit muram. "Aku... tidak punya."

Sejenak ruangan tersebut diisi keheningan di antara keduanya. Hanz tetap menunduk namun sesekali bulir-bulir bening jatuh dari kedua matanya. Joan yang mendengar maupun melihatnya hanya terdiam tak mampu berkata-kata.

Alfreiden Core [On Going]Where stories live. Discover now